Tapi ... mari kita bahas pertanyaan ketiga. Bagaimana agar anak tidak kecanduan gadget? Atau, bagaimana agar kita, sebagai orang tua, tidak lebih dulu kecanduan gadget? Nah, lho.
Kalau kita tinjau secara umum ... generasi alfa membutuhkan satu kualitas utama, yaitu "indistractable". Bahasa Depoknya, "tidak mudah terdistraksi", atau kita sederhanakan saja menjadi "tidak mudah terpengaruh".
Karena, dengan teknologi, khususnya AIÂ (artificial intelligence), bersama seluruh data yang mereka miliki, akan sangat mudah mengetahui preferensi dan ketertarikan kita. Meski di satu sisi dapat membantu kita menemukan informasi dengan lebih tepat dan akurat, AI juga mampu menggiring kita pada euforia tanpa henti, demi kepentingan bisnis mereka [3].
Hayoo, seberapa sering kita terjebak dalam aktivitas "scroll ... scroll ... scroll ... " atau "klak, klik, klak, klik" tanpa henti, di media sosial dan marketplace?
Seiring waktu, bukan tidak mungkin AI juga dapat memengaruhi arah pikiran kita. Perlahan, menanamkan informasi yang dapat menggiring kita pada persepsi atau dogma tertentu.
Lantas, apakah pengembang teknologi itu "orang jahat"? Bisa jadi iya, bisa jadi tidak.
Tapi, spekulasi itu kurang berguna. Toh, setiap manusia memiliki kedua sisi hitam dan putih dalam dirinya.
Yang jelas, mereka "perlu" membuat orang-orang kecanduan gawai. Karena, ada bisnis yang harus terus berjalan, dan karyawan Silicon Valley yang juga perlu gajian.
Jadi, sesuai prinsip Ataraxia, kembali saja pada diri sendiri. Kita harus memiliki kesadaran dan kontrol diri yang baik, agar tidak mudah terdistraksi oleh tang ting tung notifikasi yang berbunyi sepanjang hari.
5 Skill Wajib Generasi Alfa untuk Abad ke-21
Seperti yang sebelumnya telah disebutkan, sebagian orang tua, mendidik anak-anaknya (dan balita-balitanya) untuk high-tech dan tidak kudet. Tapi, orang tua Silicon Valley malah mendidik anak-anak mereka secara low-tech [11].
Jadi, kita tidak perlu khawatir ketinggalan zaman.