Kita sudah sama-sama tahu kondisi "pergawaian" pada anak-anak sekolah di Indonesia. Nah, daripada membahas yang telah bias, bagaimana kalau kita bercermin pada sekolah elite di Silicon Valley, sebagai pusat teknologi dunia?
Karena, ternyata oh ternyata ....
Senada dengan upaya para orang tua, sekolah elite di Silicon Valley, seperti Waldorf School di Mountain View justru memiliki prinsip yang kuat untuk menjadi "low-tech" [11].
Mereka berkomitmen menggunakan papan tulis dan kapur, alih-alih LCD atau hologram. Di sekolah, para murid juga tidak belajar ngoding, melainkan fokus pada keterampilan fisik dan soft skill yang penting, seperti kerja sama dan menghargai orang lain [11].
(Kabar baiknya, pendidikan ala Waldorf yang meminimalisir penggunaan teknologi, dan mengutamakan life skill, juga sudah hadir di Indonesia. Selengkapnya, dapat Anda baca di sini: Sekolah Waldorf Kini Hadir di Indonesia)
Selain itu, sekolah elite lainnya, Brightworks School di San Francisco, juga tidak mengajarkan kreativitas melalui laptop maupun internet. Justru, mereka memicu kreativitas murid melalui prakarya, serta membuat ruang kelas yang menyerupai rumah pohon [11].
Di sisi lain, penerapan Summit Learning, berupa kurikulum berbasis teknologi, pada sekolah negeri (public school) di Kansas, justru menuai protes keras. Terutama, ketika para murid mulai pulang dalam kondisi sakit kepala, kram, dan mengalami peningkatan ansietas [12].
Meski "konon" dapat mendukung pendidikan yang lebih unik dan personal, sistem pembelajaran daring justru membuat para murid menjadi lebih individual, stres, dan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan interpersonal [12].
Waduh, kalau begitu ... Mari kita tarik napas dulu dan sejenak mempertanyakan:
- Satu, apakah orang tua Silicon Valley mengetahui dampak negatif dari teknologi yang mereka kembangkan, hingga membatasi pemakaian gawai bagi anak-anak mereka?
- Dua, jika teknologi dalam konteks pembelajaran bisa jadi merugikan, bagaimana dengan hiburan?
- Tiga, bagaimana caranya agar anak kita tidak kecanduan gadget?
Lanjut bahas, yuk.
Kualitas Utama Untuk Hadapi Teknologi
Untuk pertanyaan satu dan dua, kita dapat menganggapnya retoris.