Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lembah Halimun #10

24 September 2018   18:07 Diperbarui: 25 September 2018   06:42 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fragmen 10. Lembah Halimun

Semesta dalam perspektif orang pertama.

Dulu, langit bagiku tak pernah lebih dari langit-langit. Terbelenggu di lantai keramik yang tak kenal banyak sifat selain artifisial. Lingkup rumah, kampus, dan kafetaria menelanku bulat-bulat bagai Segitiga Bermuda. Sebelum taman-taman kota menjadi apartemen dan cagar bagi orang-orang kaya, di sana satu-satunya alam yang kumiliki dalam kepala.

Sampai di situ, aku tak menyangka satu peristiwa bisa mengubah segalanya.

Ayahku pergi, tanpa meninggalkan sekerat jejak untuk diikuti. Meninggalkan seluruh harta benda, kecuali tiga baju dan sepasang sendok garpu bergagang merah.

Meninggalkan aku bersama dua perempuan kesayangannya, adik dan ibuku.

Sejak itu, tak ada hari kulewati tanpa mengumpulkan beragam informasi tentang Ayah. Semua rekan dan saudara telah kuhubungi, tidak ada yang tahu keberadaannya. Mulai dari polisi hingga mafia jalanan kukerahkan demi menemukannya.

Sama juga, tak ada hasil.

Ibu mengatakan, sebaiknya aku menyerah. Ayah cuma butuh waktu. Ia akan kembali kala situasi telah terkendali.

Sungguh, aku ingin percaya pada ketabahannya. Tapi, pelupuk mata Ibu tidak pandai berpura-pura. Ia memeluk penerimaan, namun digelayuti peperangan. Ia terlalu keras mengarungi kesepian demi harapan yang hampir tenggelam.

Rumah kami begitu suram, tak pernah kekurangan bahagia yang dipaksakan. Senyum yang terlalu getir. Kehangatan yang terlalu panas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun