Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ketika Kabut Itu Pergi (2) #5

16 September 2018   13:46 Diperbarui: 18 September 2018   01:01 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langit melumuri Lembah Swarga dengan warna merah kekuningan. Kabut turun lemah lembut, menyelubungi cerita tentang orang-orang hilang.

Aku pernah baca di koran, lembah ini terkenal mistis. Tak kusangka juga romantis. Aku turut prihatin, tempat seindah ini menjadi figuran swafoto wisatawan yang memperlihatkan wajah mereka hingga separuhnya.

Keril biru tergeletak di depan tenda. Jay berdiri di tepi jurang. Melengkapi panorama dengan siluet yang membuatku refleks menahan napas. Raganya utuh berada di sana, tapi aku tahu pikirannya mengembara.

Sungguh, ikut campur urusan orang bukanlah keahlianku. Tapi, manusia yang satu ini hampir membuatku gila. Padanya, aku ingin dianggap ada. Aku terpana pada setiap gerak-geriknya. Dia seperti kisah dengan akhir yang tidak mudah diterka. Dia seperti kotak hitam yang bisa berisi apa saja.

Dia mengisap atensiku seperti pusaran angin terhadap benda-benda. Dia pusat gempa yang hening, sementara aku terguncang oleh hadirnya. Dia bagai bintang mati dengan gravitasi tak tertandingi. Kuhanyutkan diri dengan sukarela, sekalipun nantinya tak kudapati apa-apa.

Ini senja terakhir untuk bisa berjarak dekat dengan Jay. Dekat yang kuartikan sebagai tiga meter, tidak pernah kurang.

Ketika dhuha berakhir di puncak Gunung Parung besok, Jay menjadi cerita yang tidak selesai. Aku akan kembali memeluk meja kerja. Terburu waktu dan termakan oleh tanggal-tanggal yang sulit ditawar.

Menuju tengah malam. Suasana dihangatkan oleh orang-orang yang bersikeras agar tidak dilupakan. Tidak ada lagi keluhan meski bintang-bintang belum juga tampil. Mereka bernyanyi bersama dan mulai membuat acara. Setiap orang diminta bercerita tentang alasan mereka melakukan perjalanan.

Jay beranjak dari duduk, menuju kegelapan.

Aku juga beranjak, menujunya.

"Mau kemana?" tanyaku dengan suara tersendat. Debar jantung gagal kukendalikan. Mempersiapkan diri menerima pengabaian, atau yang lebih parah, pengusiran. Aku menunduk, canggung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun