Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Gigi Bungsu dan Kopi Tanpa Gula

11 September 2018   11:52 Diperbarui: 11 September 2018   16:07 2288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga suatu pagi yang lebih dingin dari kemarin, meja kerja Tiara kosong.

Aku yang hobi terlambat selalu berangkat pukul delapan. Kamar Tiara masih berpendar. Dia sakit. Menurut teman sekamarnya, Tiara demam karena tumbuh gigi bungsu. Bukan masalah berarti. Aku pernah mengalaminya. Semua orang juga.

Aku tidak perlu ambil pusing jika dia baik-baik saja. Tapi selepas senja, suara tangis memecah sunyi lorong asrama yang ditinggal pergi para penghuninya. 

Hari ini, seperti tengah tahun sebelumnya, gaji turun berlimpahan. Berbondong-bondong, derap sepatu hak tinggi memasuki taksi, bergegas menuju karaoke dan pusat perbelanjaan. Aku memutuskan tidak ikut. Aku punya prinsip, jika harus menyanyi, aku harus dibayar dan bukan malah membayar. Sombong? Iya, biar saja.

Sempat terpikir untuk mengetuk kamar Tiara. Menawarkan bantuan, atau sekadar bertanya kabar. Bisa jadi dia menyukai kesendirian, tapi tidak ada manusia yang menggemari kesepian. Jika ini berhasil, kami bisa menjadi teman.

Tiga puluh derajat putaran jam, aku masih merangkai kata. Geming, membisu, ragu. Tiara masih bertahan dalam kesenduan. Aku hanya diam, mataku terpejam. Malam itu, isak tangis Tiara justru menjadi pengantar tidurku.

Esoknya, aku termangu mendengar gosip beredar. Tiara akan menikah dua bulan mendatang. Tersebar bagai virus flu, tidak tahu asalnya dan akan berakhir jika sudah kena semua. Aku tidak punya hak untuk ikut penasaran, tapi aku punya alasan kuat untuk kebingungan.

Aku memandangi Tiara dari balik komputer. Menerka makna tangisan semalam. Dia sedikit bermake-up, kemungkinan menutupi matanya yang sembap. Sebagai sarjana psikologi, aku paham mana bahagia dan mana luka. Tiara tidak sedang berbunga-bunga.

"Kamu kenapa tadi malam?" Tanyaku pada akhirnya saat jam makan siang. Tiara sedikit terkejut.

"Ada apa tadi malam?" Dia balik bertanya.

"Aku mendengarmu. Aku ada di asrama semalam," jawabku tanpa intonasi, menghindari pretensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun