Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Residu Masa Lalu

10 September 2018   13:50 Diperbarui: 10 September 2018   13:50 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah kita butuh kenangan hanya untuk mengingat kebodohan-kebodohan?

***

Ini masih bumi tempat Adam dan Hawa menerima konsekuensi. Sejak lama, hilang tidak benar-benar lenyap. Semua hanya berubah. Sebagaimana tanah menjadi kita dan cahaya menjadi bala tentara alam semesta.

Tidak ada tempat sembunyi dari makar segala makar. Sementara kita melarikan diri, kenangan merasuki setiap ruang hampa. Bertransformasi menjadi persepsi, paradigma, dan hal-hal abstrak lainnya. Lantas, kita lari dari apa?

Di suatu tempat pada bumi yang sama, orang-orang justru menjadikan kenangan sebagai peliharaan. Diberi makan, dimandikan, dan diajak keliling taman. Mereka membiarkan kenangan merayap di dinding-dinding hingga terlelap di bantal-bantal. Kehadirannya membuat mereka nyaman. Aku tidak.

Aku termasuk mereka yang mensyukuri lupa. Mengingat terasa berat. Sayangnya, kenangan tetap ada meski tidak dipelihara. Peristiwa dan rasa bergerilya dalam tubuh seperti oksigen yang kita hirup. Menyusuri pembuluh-pembuluh darah, menghantui sel-sel otak. Kenangan tidak lagi memiliki jarak. Kita terdiri dari masa lalu dan orang-orang yang sudah lewat.

Barangkali, dunia paralel menawarkan bincang hangat di warung kopi. Namun, kita harus berhenti berandai-andai. Satu fraktur takdir bisa membuat kita semakin resah.Yang kita tinggalkan, sama pentingnya dengan sesuatu yang kita perjuangkan.

Biarkan saja, kenangan tidak lekang mencari inang. Mereka seperti benalu dan kita pohon mangga. Kita tidak perlu mengajak mereka untuk ikut mengembara. Suka atau tidak, mereka tetap bersama kita.

Mereka semua,

sudah menjadi kita.

***

Cimahi, 9 Juli 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun