Mohon tunggu...
novitasari
novitasari Mohon Tunggu... MAHASISWA

TETAP SEMANGAT GAPAI MASA DEPAN

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pancasila di Persimpangan : Menghadapi Ancaman Ideologi Transnasional di Era Digital

22 Mei 2025   22:15 Diperbarui: 22 Mei 2025   22:17 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup masyarakat Indonesia telah menjadi pijakan dalam membentuk karakter, identitas, dan arah pembangunan nasional. Namun, di tengah pesatnya globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, keberadaan Pancasila menghadapi tantangan serius, terutama dari masuknya ideologi transnasional yang menjangkau melalui berbagai saluran, termasuk sektor pendidikan. Ideologi asing yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti radikalisme, ekstremisme liberal, dan sekularisme, kini dengan mudah mengakses generasi muda melalui media sosial, platform digital, bahkan materi pendidikan nonformal.
Era digital telah menciptakan ruang yang luas bagi penyebaran ideologi transnasional dengan sifat masif, cepat, dan sulit untuk dikendalikan. Generasi muda sebagai pengguna utama teknologi menjadi kelompok yang paling rentan terhadap pengaruh ideologis yang dapat mengancam kesatuan sosial dan integritas kebangsaan. Ketika pemahaman tentang Pancasila mulai terpinggirkan, kekosongan tersebut berisiko diisi oleh narasi-narasi yang menjauhkan mereka dari nilai-nilai luhur bangsa.
Dalam hal ini, pendidikan memiliki posisi yang sangat penting sebagai benteng pertahanan ideologis. Sekolah, guru, kurikulum, dan lingkungan belajar harus menjadi garis depan dalam menanamkan, memperkuat, dan menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila agar tetap relevan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Oleh sebab itu, artikel ini akan mengulas dengan mendalam bagaimana sistem pendidikan dapat berperan aktif dalam menghadapi ancaman ideologi transnasional di era digital, sekaligus menegaskan kembali pentingnya Pancasila sebagai dasar pembentukan karakter bangsa.

Tujuan Menulis Artikel:
1. Menekankan pentingnya Pancasila sebagai landasan negara dan nilai inti dalam pembangunan karakter bangsa di tengah kuatnya pengaruh ideologi luar.
2. Mengidentifikasi berbagai bentuk ancaman ideologi transnasional yang masuk ke dalam dunia pendidikan di era digital.
3. Mempelajari peranan signifikan pendidikan  baik yang bersifat formal maupun nonformal  dalam menjaga serta menguatkan nilai-nilai Pancasila di antara generasi muda.
4. Menawarkan pemahaman tentang strategi yang jelas yang dapat digunakan oleh institusi pendidikan, tenaga pengajar, dan pihak-pihak terkait untuk melawan penyebaran ideologi asing yang tidak sejalan dengan Pancasila.
5. menciptakan kerjasama antara berbagai pihak (sekolah, keluarga, masyarakat, dan pemerintah) dalam menciptakan suasana pendidikan yang fokus pada pengembangan pelajar yang memiliki profil Pancasila.

Pembahasan 


Pancasila tidak hanya berperan sebagai dasar negara, tetapi juga sebagai landasan filosofis dan ideologis untuk membentuk karakter bangsa, terutama di bidang pendidikan. Dalam konteks sistem pendidikan nasional, Pancasila berperan sebagai landasan utama untuk membentuk siswa yang memiliki iman, taqwa, moral yang baik, pemahaman mengenai keragaman global, serta semangat gotong royong---karakter-karakter yang saat ini ditekankan dalam Kurikulum Merdeka dan penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Implementasi nilai-nilai Pancasila di sektor pendidikan bertujuan untuk menghasilkan siswa yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kekuatan moral dan spiritual yang baik. Lima sila Pancasila mencerminkan nilai-nilai yang bersifat umum dan sesuai dengan konteks, termasuk kepercayaan kepada Tuhan, rasa kemanusiaan, persatuan, pengambilan keputusan melalui musyawarah, serta pelaksanaan keadilan sosial. Nilai-nilai ini sangat penting dalam membentuk karakter siswa Indonesia di tengah berbagai tantangan zaman, terutama ketika ideologi asing yang bertentangan dengan identitas nasional mulai masuk melalui teknologi digital.
Dalam Kurikulum Merdeka, Pancasila diajarkan tidak hanya melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), namun juga diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran serta kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler. Pendekatan ini bertujuan agar Pancasila menjadi nilai yang aktual (living values), bukan sekadar diingat atau sebagai doktrin yang bersifat teori. Sebagai contoh, nilai kerja sama dapat ditanamkan dalam proyek kolaborasi antar pelajaran, sedangkan prinsip keadilan sosial dapat diterapkan melalui tindakan peduli di lingkungan sekolah.
Kepentingan untuk memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam kegiatan belajar mengajar menjadi semakin signifikan di tengah perkembangan zaman yang memudahkan akses informasi dan mendorong kebebasan untuk mengekspresikan diri. Tanpa landasan ideologi yang kuat, generasi muda dapat dengan cepat terpengaruh oleh narasi-narasi ideologis yang keliru. Oleh sebab itu, menjadikan Pancasila sebagai pondasi utama dalam pendidikan karakter adalah upaya yang penting untuk menjaga ideologi bangsa dan melindungi generasi muda dari dampak buruk ideologi transnasional.

Di era globalisasi dan perkembangan teknologi digital, aliran informasi antar negara tidak dapat dihentikan. Hal ini memungkinkan masuknya beragam ideologi transnasional yang mungkin tidak sejalan, bahkan bertentangan, dengan nilai-nilai Pancasila. Ideologi-ideologi seperti radikalisme agama, liberalisme ekstrem, materialisme, individualisme, serta komunisme baru, telah menyebar ke berbagai lapisan masyarakat, termasuk dalam sektor pendidikan.
Lembaga pendidikan yang seharusnya berfungsi sebagai tempat pengembangan karakter sering kali menjadi lokasi yang rentan terhadap penyebaran ide-ide asing. Ini terjadi disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, kurangnya pemahaman ideologis pada siswa, sehingga mereka tidak dapat membedakan informasi yang selaras dengan nilai-nilai kebangsaan dan yang bertentangan. Kedua, tingginya pemakaian media sosial di kalangan pelajar dan mahasiswa memberikan peluang bagi penyebaran ide-ide radikal secara luas, terorganisir, dan tanpa adanya penyaringan. Ketiga, ketidakmerataan penguatan nilai-nilai Pancasila dalam proses pendidikan dan kehidupan di sekolah.
Media sosial dan internet telah berfungsi sebagai sarana utama dalam menyebarkan ideologi yang melintasi batas negara. Dalam banyak kasus, para remaja dan pemuda direkrut untuk bergabung dengan gerakan radikal atau ekstrem melalui konten-konten yang terlihat "intelektual", "religius", atau "kritik terhadap sistem", padahal isi dari konten tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Proses radikalisasi ini dapat berlangsung secara halus, melalui doktrinasi yang terselubung dalam diskusi, seminar daring, kelompok digital, bahkan melalui permainan dan hiburan digital.
Tidak hanya itu, pengaruh ideologi luar yang menekankan liberalisme ekstrem juga berpengaruh pada perubahan nilai dalam kehidupan siswa, seperti menurunnya rasa kebersamaan, meningkatnya sifat individualistis, serta hilangnya semangat gotong royong. Jika tidak diawasi, paham-paham ini akan mengganggu jati diri bangsa dan melahirkan generasi yang terputus dari budaya asalnya.
Oleh sebab itu, sangat penting bagi institusi pendidikan untuk waspada dan bersiap-siap menghadapi masuknya ideologi transnasional ini dengan memperkuat pendidikan kebangsaan yang berlandaskan Pancasila. Tidak hanya penting untuk mengajarkan teori, tetapi juga harus secara aktif, kritis, dan reflektif mengembangkan kesadaran ideologis.

Pendidikan memainkan peran penting dalam mempertahankan keberadaan Pancasila sebagai ideologi negara. Dalam menghadapi maraknya pengaruh ideologi transnasional, pendidikan harus berperan sebagai benteng utama yang membentuk peserta didik memiliki ketahanan ideologis, sikap kritis terhadap pengaruh luar, serta rasa cinta terhadap tanah air. Oleh karena itu, berbagai strategi harus diterapkan agar nilai-nilai Pancasila tidak hanya diajarkan, tetapi juga diinternalisasi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
Mata pelajaran PPKn seharusnya tidak hanya berfokus pada menghafal teks Pancasila atau UUD 1945. Kurikulum dan cara pengajaran perlu ditingkatkan agar dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis mengenai isu-isu terkini bangsa, termasuk tantangan dari ideologi asing. Pembelajaran perlu difokuskan pada diskusi, analisis kasus, dan proyek yang menghubungkan prinsip-prinsip Pancasila dengan kehidupan sehari-hari serta tantangan global yang dihadapi.
Dengan adanya program  Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam Kurikulum Merdeka, sekolah memiliki kesempatan untuk menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dengan cara yang lebih praktis. Tema seperti "Kebinekaan Global", "Kewarganegaraan", dan "Kepedulian Sosial" dapat berfungsi sebagai sarana untuk membentuk karakter siswa yang memiliki pemikiran global tetapi tetap berlandaskan pada nilai-nilai nasional. Kegiatan yang berfokus pada proyek, aksi sosial, dan kerja sama antarbudaya akan memperkuat jati diri kebangsaan serta kemampuan berpikir kritis siswa.
 Penguatan Peran Guru dan Dosen sebagai Representasi Ideologi Bangsa. Pendidik memainkan peran penting dalam menanamkan ideologi Pancasila. Dengan demikian, para guru dan dosen harus mendapat pelatihan yang mencakup tidak hanya aspek akademis, tetapi juga ideologi dan pedagogi. Mereka perlu dapat memberikan contoh yang baik dalam penerapan nilai-nilai Pancasila dan berperan sebagai penghubung dalam menciptakan suasana dialog yang positif di dalam kelas. Selain itu, pendidik harus sensitif terhadap tanda-tanda radikalisme atau penyimpangan nilai di sekitar siswa.
Kerjasama Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat. Pengembangan nilai-nilai Pancasila tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada lembaga pendidikan. Diperlukan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Orang tua harus dilibatkan dalam pembentukan karakter anak, dan komunitas harus mendukung perkembangan budaya kerja sama, toleransi, dan rasa kebangsaan. Kampanye nasional dan literasi ideologi sebaiknya melibatkan pemimpin komunitas, tokoh agama, serta pihak media.
Tentu, silakan berikan teks yang ingin Anda parafrasekan, dan saya akan membantu membuatnya dalam bahasa yang lebih mudah tanpa mengubah konteks aslinya.
Melalui pendekatan yang terkoordinasi dan kerja sama, pendidikan dapat menjadi pelopor dalam menghadapi masuknya ideologi transnasional. Pancasila perlu ada di setiap tempat pendidikan, tidak sekadar sebagai pelajaran, tetapi sebagai nilai-nilai kehidupan yang dibangun melalui pengalaman dan contoh nyata.
Walaupun pendidikan memiliki peran penting dalam mengatasi ancaman ideologi transnasional, praktiknya di lapangan menghadapi sejumlah tantangan yang rumit. Tantangan-tantangan ini timbul tidak hanya dari faktor luar (eksternal), tetapi juga dari dalam sistem pendidikan itu sendiri (internal). Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan yang komprehensif, kreatif, dan sesuai dengan kemajuan zaman.

 A. Tantangan.

1. Minimnya Kemampuan Ideologis Pengajar
Banyak guru dan dosen masih belum sepenuhnya mengerti Pancasila sebagai ideologi yang terbuka, dinamis, dan sesuai dengan konteks. Sebagai akibatnya, penyampaian nilai-nilai Pancasila sering kali bersifat normatif, kaku, dan tidak relevan, sehingga kurang mampu menyentuh kehidupan sehari-hari peserta didik.

2. Rendahnya Ketertarikan Siswa terhadap Pendidikan Kewarganegaraan
Mata pelajaran PPKn atau Pendidikan Pancasila seringkali dipandang sebagai sesuatu yang membosankan dan tidak berhubungan dengan kehidupan anak muda saat ini, terutama jika tidak dikaitkan dengan masalah-masalah terkini atau disampaikan dengan cara yang monoton.

3. Penguasaan Budaya Digital dan Dampak Globalisasi
Kehidupan para siswa saat ini sangat terkait dengan media sosial dan budaya digital yang bersifat global. Ideologi transnasional memasuki masyarakat secara luas melalui berbagai media digital, yang mencakup konten agama, budaya, hiburan, serta kegiatan aktivisme politik. Akibatnya, nilai-nilai baik yang ada di masyarakat lokal dan nasional menjadi tidak diperhatikan.

4. Minimnya Kerjasama antara Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat
Seringkali, sekolah memikul seluruh tanggung jawab dalam pembentukan karakter, sedangkan keluarga dan lingkungan sekitar tidak berpartisipasi secara aktif. Akibatnya, nilai-nilai yang diajarkan di sekolah dapat tidak berhasil diadopsi di luar lingkungan kelas.

B. Solusi

1. Pembuatan Kurikulum yang Tepat Guna Menghadapi Perkembangan Global
Kurikulum harus selalu diperbarui agar dapat menghadapi tantangan ideologis yang ada saat ini. Pendidikan Pancasila perlu dikaitkan dengan kenyataan digital, serta isu-isu sosial, politik, dan global yang terkini agar dapat dirasakan relevansi dan keberlangsungannya oleh para peserta didik.

2. Pelatihan dan Peningkatan Peran Guru sebagai Pendidik yang Mengandung Ideologi
Para pendidik harus memperoleh pelatihan yang terus-menerus mengenai pendidikan karakter dan pemahaman tentang kebangsaan. Mereka perlu diberikan metode pengajaran yang melibatkan partisipasi, kreatif, dan sesuai konteks agar dapat menyampaikan nilai-nilai Pancasila dengan lebih efisien.

3. Pengembangan Literasi Digital yang Berlandaskan Nilai-Nilai Kebangsaan
Peserta didik perlu diberikan keterampilan literasi digital yang kritis agar dapat memilih informasi dengan baik dan menolak konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Kampanye digital yang inovatif dan bersifat nasional harus ditingkatkan, termasuk melalui penggunaan media sosial, vlog, podcast, serta konten interaktif lainnya.

4. Kerjasama Pendidikan Menyeluruh: Sekolah--Keluarga--Masyarakat
Pendekatan untuk pendidikan karakter perlu dilakukan secara komprehensif. Keluarga harus dilibatkan melalui sarana komunikasi dan pendidikan bagi orang tua. Komunitas, yang mencakup tokoh agama dan pemuda, perlu dilibatkan dalam ekosistem pendidikan nilai Pancasila.
Dengan pendekatan yang mengutamakan solusi dan terintegrasi, sistem pendidikan di Indonesia dapat menjadi tempat yang aman untuk membentuk generasi yang kuat dalam hal ideologi. Pendidikan bukan sekadar cara untuk mengalihkan pengetahuan, melainkan juga merupakan alat untuk memperkuat jati diri dan ketahanan suatu bangsa menghadapi ancaman ideologi global.

 Kesimpulan

Pancasila sebagai landasan negara dan ideologi masyarakat Indonesia saat ini berada pada suatu titik penting. Di satu sisi, globalisasi serta perkembangan teknologi informasi telah memberikan akses tanpa batas kepada beragam ideologi yang bersifat transnasional. Sebaliknya, generasi muda Indonesia menghadapi tantangan ideologis yang semakin rumit di dunia digital yang tidak terbatas. Dalam hal ini, pendidikan berperan penting sebagai pertahanan ideologi negara.
Dengan memperkuat pendidikan Pancasila yang sesuai dengan konteks, mengembangkan kurikulum yang fleksibel, serta menjalin kerja sama antara berbagai elemen---sekolah, keluarga, dan masyarakat---nilai-nilai Pancasila dapat lebih mendalam dan relevan bagi generasi saat ini. Pendidikan memiliki dua peranan penting, yaitu menyampaikan pengetahuan dan membentuk karakter, sikap, serta kesadaran ideologis siswa. Tujuannya agar mereka tidak mudah terpengaruh oleh ide-ide asing yang bertentangan dengan identitas bangsa.
Pancasila perlu dihayati dan diterapkan, bukan hanya dalam pembicaraan, tetapi juga dalam kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, pendidikan perlu berkembang menjadi tempat perjuangan ideologi yang inovatif, fleksibel, dan memberikan solusi. Cita-cita utamanya adalah untuk membentuk generasi muda Indonesia yang tidak hanya pintar dan analitis, tetapi juga memiliki integritas, cinta tanah air, dan semangat kebangsaan yang kuat di tengah derasnya pengaruh globalisasi dan perubahan zaman.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun