Mohon tunggu...
Novi Puspitasari
Novi Puspitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa di Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Tradisi Menyambut Ramadhan Dengan Bersih Desa Dan Megengan Sebagai Wujud Peduli Lingkungan Dan Kearifan Lokal Didesa Tugurejo

27 Mei 2025   03:35 Diperbarui: 27 Mei 2025   08:54 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi Megengan memiliki unsur penting yang dikenal luas oleh masyarakat Jawa, yaitu acara selamatan. Selamatan biasanya berupa kegiatan makan bersama, di mana makanan yang disajikan telah didoakan terlebih dahulu. Tujuan utama dari selamatan adalah untuk memohon perlindungan dari marabahaya, serta harapan akan kebahagiaan dan keselamatan. Dalam tradisi megengan, terdapat sajian khas berupa kue apem. Kue ini termasuk dalam kategori makanan Tradisional yang masih lestari hingga kini, dan kerap dihadirkan dalam acara-acara sakral masyarakat Jawa. Salah satu fungsi kue apem adalah sebagai hidangan dalam tahlilan atau doa bersama untuk orang yang telah meninggal dunia.

Berdasarkan wawancara dengan warga sekitar desa Tugurejo, kue apem memiliki makna simbolik tersendiri. Nama “apem” diyakini berasal dari kata Arab “ngafwan” atau “ngafwun”, yang berarti permohonan maaf. Kue ini dipercaya telah dikenal sejak zaman dahulu, dan masyarakat sekitar Desa Tugurejo hingga kini terus melestarikan tradisi tersebut. Dalam konteks Megengan, kue apem dimaknai sebagai simbol permintaan maaf antar sesama manusia, khususnya sebagai bentuk persiapan menyambut bulan suci Ramadhan. Bulan Ramadhan dipandang sebagai waktu yang penuh kesucian dan pengampunan bagi umat Muslim di seluruh dunia Maka dari itu sebelum melaksanakan bulan suci ramadhan warga sekitar melakukan gotong royong bersama membersihkan selokan,rumput-rumput liar agar desa terlihat lebih bersih dan nyaman saat melaksanakan bulan suci ramahan,Oleh karena itu, tradisi bersih desa dan megengan sebelum bulan suci ramadhan dianggap sebagai momen untuk membersihkan diri dari dosa-dosa.

Dari hasil wawancara dengan warga sekitar diketahui bahwa setiap keluarga biasanya melakukan gotong royong untuk membersihkan Desa agar lingkungan tetap bersih, serta membuat makanan dalam jumlah tertentu yang telah disepakati bersama dalam menyambut Tradisi megengan. Makanan tersebut dibawa ke masjid atau musholla bertepatan dengan pelaksanaan sholat Isya’. Setelah sholat, acara selamatan digelar dengan tujuan mendoakan leluhur dan mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas kesempatan bertemu kembali dengan bulan Ramadhan. Setelah Doa bersama selesai, makanan tersebut dibagikan kembali kepada masyarakat sebagai lambang kepedulian dan kebersamaan.

Makna Pelestarian Ajaran Islam, Dalam konteks dakwah Islam, tradisi megengan menjadi sarana memperkenalkan serta menyebarluaskan ajaran Islam kepada masyarakat. Tradisi ini telah digunakan sejak masa Walisongo, khususnya oleh Sunan Bonang. Pada masa itu, masyarakat berkumpul dalam lingkaran sambil menikmati makanan sebagai wujud syukur, yang dikenal sebagai Panca Makara. Seiring waktu, metode dakwah pun mengalami perubahan menjadi lebih beragam dan terbuka. Saat ini, dakwah dapat disampaikan melalui berbagai sarana seperti masjid, musholla, maupun media sosial yang populer di era digital

Berdasarkan wawancara dengan warga sekitar di Desa Tugurejo mayoritas warga di desa tersebut beragama Islam. Oleh karena itu, Tradisi Megengan tidak hanya berfungsi sebagai media penyebaran ajaran Islam, tetapi lebih tepat dimaknai sebagai upaya pelestarian tradisi Islam yang diwariskan oleh para leluhur. Tujuannya adalah agar nilai-nilai tradisi Islam tetap hidup dan terus diwariskan kepada generasi berikutnya.

Tradisi megengan di Desa Tugurejo tidak hanya menjadi persiapan spiritual menjelang Ramadhan, tetapi juga menunjukkan kepedulian warga terhadap lingkungan melalui kerja sama membersihkan selokan, merapikan rumput liar, dan menjaga kebersihan tempat ibadah. Kegiatan ini dianggap sebagai ibadah sekaligus upaya mempererat hubungan sosial dan menumbuhkan kesadaran bahwa kebersihan adalah bagian dari keimanan. Selain memberikan manfaat bagi lingkungan, megengan juga mencerminkan kearifan lokal yang memadukan nilai budaya dan Islam, seperti makna simbolik kue apem yang mengajarkan pentingnya saling memaafkan. Warisan budaya yang berasal dari ajaran Walisongo, terutama Sunan Bonang, ini tetap dipertahankan sebagai identitas masyarakat sekaligus media dakwah yang selaras dengan budaya setempat.

Dokumentasi gotong royong
Dokumentasi gotong royong

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun