Mohon tunggu...
Novi GabriellaHaria
Novi GabriellaHaria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sosiologi Fisip UMRAH 2020

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tagar Percuma Lapor Polisi Mencuat, Kajian Sosiologi Hukum Berpendapat

20 Oktober 2021   16:53 Diperbarui: 20 Oktober 2021   17:23 1713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setiap hukum yang melanggar hak-hak manusia yang tidak dapat diringkas pada dasarnya tidak adil dan tirani; dan itu bukan hukum. -Maximilien Robespierre

Berbicara mengenai keadilan dan hukum seakan tidak ada habis-habisnya. Sosiologi hukum mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala sosial. Obyek sosiologi hukum sendiri adalah produk undang-undang, para pejabat hukum, para ahli tentang situasi kondisi hukum di masyarakat sekarang.

Situasi dan kondisi hukum dan peradilan di masa seperti ini kembali menjadi pertanyaan bagi semua pihak. Cuitan dan headline berita yang akhir akhir ini menjadi perbincangam yaitu tagar percuma lapor polisi. Tagar ini menjadi bentuk kritik dari rakyat pada kinerja wakil rakyat pada kepolisian. Tagar ini mencuat awalnya dikarenakan viralnya penghentian penyelidikan dari pelaporan seorang ibu (Lydia) yang 3 anaknya diperkosa oleh ayah kandungnya sendiri namun saat melaporkan kejadian tidak mendapat perlindungan hukum dari kepolisian, bahkan kasusnya ditutup paksa. Kasus selanjutnya adalah video yang beredar dimana polisi membanting pendemo yang merupakan mahasiswa hingga kejang kejang. 

Seperti yang kita ketahui, kepolisian bertugas mengayomi masyarakat dan menjadi tempat pengaduan masyarakat namun realitanya masih banyak yang perlu di kritisi dan di evaluasi dari kinerja kepolisian. Kedua kasus tersebut menambah ketidakpercayaan dari masyarakat pada instansi kepolisian. Apakah tindakan kriminal seorang polri dapat dibenarkan? Stigma buruk dari masyarakat semakin menguat saja melihat hukum di Indonesia semakin tajam ke bawah dan semakin tumpul ke atas.

Buntut kasus penghentian penyelidikan dari pelaporan Lydia terkait tiga anaknya yang diperkosa oleh ayah kandungnya mencuri perhatian masyarakat. Korban bahkan dituding mempunyai gangguan mental dan tidak didampingi penasihat hukum. Kejanggalan perpanjangan kasus ini bahwa si ayah yang merupakan pelaku adalah aparatur sipil negara yang punya posisi di kantor dinas pemerintahan Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan menguatkan opini bahwa polisi memihak kepada terduga pelaku kriminal . Sosiologi hukum melihat hal ini menjadi suatu pelanggaran dimana penegakan hukum tidak berjalan semestinya. Pertanyaan besar bahwa oknum dalam kepolisian melindungi praduga tersangka dikarenakan jabatan. Kepolisian menanggapi hal ini pun berkata bahwa tidak ada alat bukti yang cukup, berbanding terbalik dengan pernyataan Lembaga Bantuan Hukum Makassar bahwa hasil visum memperlihatkan bahwa ada luka disekitar anus korban dan diperkuat dengan korban yang bercerita kepada psikolog. Harapan dari keluarga dan publik bahwa kasus ini dibuka kembali untuk mendapatkan keadilan

Kasus selanjutnya adalah publik dikejutkan dengan video viral dengan oknum polisi yang membanting salah satu peserta demo yang merupakan mahasiswa pelaku  di Hari Ulang Tahun Kabupaten Tangerang, rabu (13/10)  hingga kejang dan sempat pingsan. Hal ini menambah kegeraman masyarakat dikarenakan polisi yang bertugas bukannya mengamankan malah membuat semakin kisruh demo di hari itu. Kepolisian tanggap untuk klarifikasi dan oknum  melakukan permintaan maaf dan pelukan yang mempertontonkan ke publik bahwa tidak terjadi hal yang serius. Kepolisian juga menyudutkan si penyebar video tanpa memberi sanksi tegas kepada si oknum polisi sangat menyedihkan. 

Permintaan maaf tidak sepadan dengan traumatik psikis dan fisik yang dialami korban menurut publik. Sudah seharusnya pelaku bertanggungjawab secara pidana agar kejadian seperti ini tidak berulang. Perlu juga dilakukan reformasi di internal Kepolisian sendiri agar polisi menjalankan peran dan tugas tanggung jawabnya sesuai UU yang berlaku. Polri harus tanggap melayani setiap pengaduan dari masyarakat dan bertindak tegas kepada setiap oknum pelaku kriminal. Segala hal yang berkaitan dengan tindak kejahatan tidak bisa dinormalisasikan dengan klarifikasi dan permintaan maaf saat tidak ada perbaikan dari instansi kepolisian.

Segala urusan ketertiban dalam masyarakat hanya bisa dilakukan melalui negara, karena itu harus diserahkan kepada hukum. Hukum adalah satu-satunya institusi yang mampu menuntaskan segalanya. Akan tetapi kenyataan di masyarakat bahwa serahkan semuanya kepada hukum, maka segalanya akan beres, hanyalah mitos belaka. Bila dikatakan bahwa hukum akan menghentikan kejahatan melalui sanksi pidana yang diancamkan, itu hanya sebagian dari proses. Itu baru cita-cita atau harapan karena sesudah peraturan, masih diperlukan tindakan agar apa yang diinginkan oleh peraturan (hukum) menjadi kenyataan. Dalam proses hukum, masih ada polisi yang harus bertindak, masih diperlukan masyarakat yang mendukung keinginan hukum. Artinya hukum perlu bekerja sama dengan penegak hukum untuk menuntaskan sebuah perkara. Penegak hukum harus bekerja jujur dan pro kepada rakyat, rakyat juga harus bekerjasama menuntaskan setiap kriminalitas yang masih berkeliaran di luar sana.

Pentingnya pendekatan masyarakat pada sektor hukum membantu polisi sebagai penegak hukum. Menurut Gustav Radburg ada tiga nilai hukum; keadilan, kegunaan, dan kepastian hukum, yang mana dalam kegunaan dari hukum tersebut menyebabkan studi tentang manfaat hukum bagi masyarakat menjadi sangat penting untuk dilakukan. Ilmu hukum selalu menjadi bagian dari ilmu sosial karena objeknya merupakan masyarakat dan hukum sendiri merupakan refleksi moralitas masyarakat yang menjadi kebutuhan masyarakat terhadap keadilandan ketertiban sosial dalam menata interaksi sosial di masyarakat.

Penegakan hukum selain ditentukan oleh aturan-aturan hukumnya sendiri, fasilitas, mentalitas aparat penegak hukum(polisi, jaksa, pengacara, hakim, petugas lembaga pemasyarakatan), juga sangat tergantung kepada faktor kesadaran dan kepatuhan masyarakat, baik secara personal maupun dalam komunitas sosialnya masing-masing. Pada akhirnya kembali pada unsur manusianya (budaya) juga yang menentukan corak yang sebenarnya sehingga adanya hukum yang baik dan benar tidak otomatis menjamin kehidupan masyarakat yang baik dan benar. Adanya polisi, jaksa, hakim, pengacara sebagai penegak hukum langsung dan formal belumlah menjamin tegaknya hukum dan berlakunya rule of law. Adanya parlemen sekalipun dipilih lewat pemilu dengan ongkos besar belum otomatis demokrasi tumbuh. Di samping itu, penting juga untuk dipikirkan sarana apa saja yang dibutuhkan agar peraturan hukum itu dapat dijalankan dengan baik. Kesadaran hukum dapat juga ditingkatkan dengan cara memberi contoh untuk masyarakat melalui peranan para penegak hukum seperti polisi dan hakim.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun