Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Halimun di Pelataran Candi Jawi

20 Agustus 2016   22:35 Diperbarui: 21 Agustus 2016   15:45 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: galautraveler.wordpress.com

-Bbyyaaarr-

Bunyi petir yang sebenarnya tidak ada, namun Bayu merasa gemuruhnya sahut menyahut di gendang telinganya. “Apa katamu? Kau memuja Aya..Sinta-ku?” Bayu mendekatkan wajahnya pada Setyo dengan mata memicing, berusaha mencari kebenaran yang sebenar-benarnya.

“Iya, Bay..sejak kau sering menyuruhku, menjemputnya. Menggantikanmu yang tengah sibuk mempersiapkan skripsimu,” wajah Setyo menatap Bayu. Bukan tatapan yang menantang namun lebih pada tatapan yang mengatakan bahwa Aya masih tetap menjadi Sinta-nya Bayu.

“Bajingan, Kau..!? Hanya karena sering ku mintai tolong..Kamu mengambil kesempatan pada Ayaku,” sebuah pukulan telak mengenai pelipis mata kanan Setyo.

Setyo terhuyung beberapa langkah kebelakang, kepalanya berdenyut. Tangan kanannya mengusap cairan merah yang mengalir tipis. Bibirnya meringgis, keningnya berkerut menahan nyeri. “Bay, aku memang memuja Ayamu, namun sungguh Bay..Tak pernah sekalipun aku menyentuhnya..Bahkan kuharamkan kulitku menyentuhnya..”

Bayu menatap sinis pada Setyo, “Haram, haram kau bilang !? Taik kucing. Beberapa kali kalian mendapat kesempatan bersama. Menjemputnya kuliah. Mengantar kemudian menjemputnya les biola. Menemani ke kantor polisi, mengurus mobilnya yang kena tilang. Apakah dari beberapa kali itu, kau dan Aya tidak bersentuhan fisik..Dasar Rahwana bejat,” mata Bayu menyala, ada kobaran amarah yang mengelegak di dalamnya. “Kau salah gunakan kepercayaanku, kalian berkhianat,” nafasnya memburu cepat, dadanya naik turun tak teratur, kedua tangannya mengepal hingga urat-uratnya nampak mengurat keras.

Setyo memberanikan diri, mendekati Bayu yang tengah berada di titik maksimum amarahnya. Baginya tidak masalah jika sebuah bogem mentah akan mendarat di wajahnya lagi.

“Selama bersamaku, Aya tak pernah sedikit pun membuka celah untukku menyentuhnya. Dan akupun begitu. Aku sangat menghargai sosoknya sebagai calon prameswarimu, dia adalah calon gua garba bagi winih trahmu kelak. Dan aku tidak menganggu gugat hal tersebut. Aku sangat menjaganya, Bay. Seperti seorang emban menjaga sesembahannya. Kau boleh mengatakan aku adalah Rahwana, karena menurutmu, aku sudah menculik sesuatu daridirinya Aya. Namun, tolong Bay, jangan kau anggap Aya adalah Dewi Uma, Dewi yang tidak lolos uji kesetiaan Dewa Siwa. Setianya Aya masih suci, Bay.”

 “Rahwana akan melakukan apapun untuk tetap terlihat baik. Dan alibimu berlebihan,” Bayu memandang sinis pada Setyo.

 “Terserahlah,” Setyo mengibaskan tangannya, tak peduli pada tanggapan Bayu.

Setyo berlalu. Berbalik pergi meninggalkan Bayu, tanpa mengucapkan apapun. Berjalan keluar pelataran candi yang sebagian bentuknya mulai digerayangi Halimun, milik Gunung Welirang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun