Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Yang Tersisa Dari Kita Hanyalah Koteka

29 Desember 2015   11:48 Diperbarui: 1 April 2017   08:49 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Dylan, masyarakat asli Papua adalah masyarakat pengguna celana dalam yang dikenal dengan nama Koteka. Pada situs wikipedia, koteka dalam budaya penduduk asli Papua dimaknai sebagai pakaian penutup kemaluan laki-laki.

Berdasarkan hal tersebut, definisi penuh kontroversi muncul, manakah yang lebih sesuai dengan pemahaman umum bahwa sebenarnya koteka adalah celana dalam. Sebab bagi masyarakat asli Papua, koteka dimaknai sebagai pakaian bukan sebagai celana dalam. Meskipun koteka memiliki fungsi yang sama dengan celana dalam, yaitu menutup kemaluan laki-laki.

Menurut Dylan lagi, manusia jaman sekarang cenderung tidak mau melihat dan belajar lebih jauh, bahkan urusan celana dalam pun hanya dianggap sebagai sesuatu yang sangat biasa. Padahal jika benar-benar mau merefleksikan peradaban manusia, perkara celana dalam bisa dikategorikan sebagai salahsatu peradaban manusia.

Adapun koteka sendiri, sebenarnya berasal dari jenis tumbuhan yang mirip mentimun. Hanya saja buah koteka lebih panjang. Selain itu, koteka bisa dibuat dari kulit labu yang kecil dan besar. Kulit buah tersebut digunakan setelah cukup tua dan kulitnya mengeras. Orang-orang asli Papua yang disebut golongan Mee, menamai bahan pembuat koteka dengan istilah bobbe. Biasanya bobbe ditanam di kebun atau halaman rumah mereka.

Dan dari penuturan Dylan, Siti akhirnya menjadi tahu jika ukuran dan bentuk koteka tak berkaitan dengan status pemakaiannya. Perihal ukuran koteka yang akan dipakai, disesuaikan dengan aktivitas yang hendak dijalankan si pengguna.

Pada umumnya koteka yang pendek digunakan ketika tengah bekerja. Sedangkan koteka yang panjang dan dilengkapi dengan hiasan dikenakan dalam upacara adat.


*

“Dylan, pulang, yuk.“ Ajak Siti di suatu pagi, pada hari ke sembilan kunjungannya di Wamena. “Kamu, akan sampai kapan di sini. Lalu bagaimana dengan hubungan kita? Bukankah akhir tahun ini memasuki tahun ke 6. Ehm, tidak pernah berpikir untuk ‘mengikat’ kisah kita dalam simpul yang semestinya” ucap Siti dengan sangat lembut dan dengan nada hati-hati, seolah nada suara yang tinggi akan memecahkan genderang telinga milik Dylan.

Dylan, menghentikan suapan bubur sagunya, nafasnya kini terdengar agak berat. Siti menatapnya dengan sedikit rasa bersalah, merasa telah merusak suasana sarapan pagi ini.

“Siti, memilikimu adalah obsesiku. Namun, dengan kondisiku yang seperti ini, aku khawatir tidak bisa menjanjikan apapun yang layak untukmu. Berapa sih gaji dokter umum yang dinas di pedalaman terpencil seperti aku ?” katanya sambil meraih tangan Siti, mengenggamnya erat. Namun matanya tidak melihat ke arah Siti. Matanya tajam lurus ke depan. Memandang dataran tinggi Wamena yang selalu berudara dingin, sesekali halimun turun menyapa para penduduknya.

“Kau pun tahu, kadang penduduk sini hanya membayarku dengan sagu dan sayur ikan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun