Mohon tunggu...
Naurah Nazhifah Azzahra
Naurah Nazhifah Azzahra Mohon Tunggu... Jurnalis - @nouranazhif

A human who learning to be human and humanize human.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resensi Buku Seni dalam Pandangan Islam Karya Abdurrahman Al-Baghdadi

19 Juni 2020   03:30 Diperbarui: 19 Juni 2020   03:49 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul : Seni dalam Pandangan Islam: Seni Vocal, Musik & Tari

Penulis : Abdurrahman Al-Baghdadi

Penerbit : Gema Insani Press

Tahun Terbit : 1995

Tempat Terbit : Jakarta

Jumlah Halaman: 104 halaman

Pernahkan anda sehari saja tidak mendengarkan irama lagu atau menyanyikannya? Barangkali ada juga dari kita yang memang menekuni bidang ini secara khusus. Sebab dari kompleksitas perilaku dan hasil karya manusia yang dapat diinterpretasikan sebagai buah dari seni memang menyiratkan sifat seni yang merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri.

Buku ini membawa isu yang sangat familiar di tengah-tengah masyarakat, namun belum juga menemukan kejelasan terkait hukumnya. Sedikit menyoroti soal konten dari buku ini memang bukanlah buku rujukan fiqh yang mahsyur, namun buku ini memberikan jalan tengah dan menghadirkan realitas tentang keadaan yang terjadi pada perkembangan seni masa Islam hingga saat ini. Tentu saja, banyak pula dalil-dalil yang disertakan berdasarkan pendapat masing-masing golongan yang mengharamkan dan menghalalkan.

Toleransi dalam Islam mengenai seni vokal, musik dan tari pada dasarnya telah terjadi sejak zaman Rasulullah. Bagaimana hal ini digambarkan dalam surah Luqman ayat 19 yang artinya:

"...dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah bunyi keledai."

Ayat ini merupakan dalil yang digunakan oleh Imam Al-Ghazali sebagai alasan dibolehkannya nyanyian yang baik. Saya sedikit membandingkan dengan surah Luqman ayat 6 yang digunakan oleh Ibnu Katsir, di mana kedua ayat tersebut berasal dari surah yang sama dan berkonotasi sama, yaitu; Allah tidaklah menyukai perkataan dan nyanyian yang tidak berguna. Tidak hanya itu, penulis juga melampirkan kisah-kisah yang mendasari masing-masing golongan dalam mengambil keputusan apakah seni musik dan vokal ini menjadi halal atau haram.

Sedikit hijrah ke bagian belakang buku yang membahas tentang seni tari, kita akan diajak mengikuti bagaimana perkembangan seni ini sejak zaman Rasulullah yang dicirikan dengan berjinjitnya Ja'far bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah ketika mendapatkan pujian dari Rasulullah. Kita dapat menafsirkan bahwa tarian saat itu adalah bagian dari ekspresi kebahagiaan atas sesuatu. Pun sama halnya yang terjadi pada masa Khilafah Abbasyiah yang mana dilakukan oleh para pelayan untuk menghibur tuannya.

Secara konteks, memang kita bisa simpulkan tentang adanya pelarangan ini adalah bentuk kehati-hatian para ulama sebab sifatnya yang sangat berpengaruh pada kehidupan manusia sebagai hamba dari Allah swt. Sifatnya yang menyenangkan bisa saja disalahgunakan sebagai pelarian dari berbagai masalah kehidupan sehingga mengabaikan Al-Quran sebagai obat yang sesungguhnya.

Satu hal yang tidak bisa kita lupakan adalah apa yang telah menjadi realitas di masyarakat kita saat ini. Kita tidak bisa begitu saja menghindari hal-hal semacam ini karena memang sudah bercampur dengan kehidupan masyarakat secara kultural. Jika kita menengok dari tarian dan nyanyian yang hadir sebagai alat solidaritas pada kalangan tradisioanal hingga pada upacara penyambutan antar negara, tentu hal ini sudah begitu mengakar. Diam dan lari dari kenyataan pada dasarnya hanyalah menjauhkan kita dari fungsi manusia yang dilahirkan untuk amar ma'ruf dan nahi munkar.

Maka buku kecil ini menegaskan pada setiap babnya tentang bagaimana kita sebagai Muslim haruslah pandai menentukan sikap dan pendirian. Kita sama-sama mengetahui bahwa untuk mengharamkan sesuatu diperlukan illat/ sebab yang berdasarkan dalil syara', artinya tidak boleh hanya disandarkan pada akal. Maka, karena tidak ada dalil khusus tentang nyanyian, hukumnya tidak bisa diharamkan begitu saja dengan alasan membangkitkan syahwat.

Buku ini membuka pandangan kita bahwa Islam membolehkan pengikutnya untuk menghibur diri pada waktu-waktu tertentu, juga menampakkan rasa bahagia dengan berbagai cara yang dalam hal ini temasuk aktifitas bernyanyi, memainkan alat musik, mendengarkan lagu, menari, dan sebagainya. Kehidupan ini bukan hanya berusaha mencari rezeki dan bekerja, atau menuntut ilmu dari pagi hingga pagi tanpa ada waktu untuk beristirahat.

Maka, apabila hati kita merasa lelah, bosan, dan jemu, ingatlah perkataan salah satu sahabat Rasulullah, yakni Abu Darda':

"Aku suka melegakan hatiku dengan sebagian dari hal-hal yang tidak bermanfaat, yakni dengan bermacam hiburan yang mubah agar aku kembali bersemangat untuk mengerjakan yang haq (kewajiban hidup)."

Saya pribadi berpatokan pada kaidah bahwa satu kebaikan yang kita lakukan sejatinya akan diikuti oleh kebaikan-kebaikan yang lain, maka hal yang sama berlaku untuk kebalikannya. Kitalah yang harus menyadari tentang apa yang dibutuhkan oleh diri untuk meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah swt.

Buku ini wajib dibaca untuk meneguhkan sikap dan pandangan kita tentang seni vokal, musik, dan tari yang begitu lekat dengan kehidupan sehari-hari. Bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami sebab bukan buku yang diterjemahkan dari luar. Hanya saja, jangan heran ketika di akhir pembahasan buku ini melampirkan Khilafah Islamiyyah sebagai solusi dari setiap permasalahan, karena memang penulis merupakan aktivis Hizbu Tahrir pada masa awal berdirinya di Indonesia.

Buku yang to the point membahas isu tersebut memang sangat jarang, maka terbitnya buku ini ibarat mata air bagi orang-orang yang kehausan. Sayangnya, setahu saya buku ini tidak lagi dicetak oleh penerbit GIP, sehingga untuk membacanya harus terlebih dahulu menjelajahi toko-toko buku lawas baik daring maupun ke tempatnya langsung.

Jadi, apa yang anda sukai untuk dilakukan ketika bosan? Mendengarkan lagu, menari, berpusi, atau menyanyi?  Hal ini sama ketika anda sedang ingin menghibur diri dengan memanah dan berkuda. Asalkan dilakukan dengan niat, tujuan, cara, tempat dan waktu yang baik serta tepat sesuai syariat, maka lakukanlah! Wallahu a'lam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun