Mohon tunggu...
Norlince Florida
Norlince Florida Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERITAS PAMULANG

Aku adalah aku yang suka mencicipi manisnya dan pahitnya hidup tanpa harus mengeluh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terlalu Gegabah dalam Mengambil Keputusan

29 November 2022   22:07 Diperbarui: 29 November 2022   22:16 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nama aku Emi Dursa. Kalian tau? Nama Emi Dursa adalah singkatan dari 6 Mei 2001. Hidup dengan keluarga yang sederhana sangat. Sejak kecil aku diajarkan untuk selalu bersykur dan belajar untuk menerima kenyataan. Aku memiliki dua saudara perempuan dan seorang saudara laki-laki. Kaka pertama ku bernama Yunita, kaka yang cueknya minta ampun tapi dia sangat perhatian. karena dia yang paling tua di antara kami berempat, jadi dia selalu menasihati kami agar belajar dengan sungguh-sungguh agar bisa membuat kedua orang tua kami bangga dan mengangkat derajat keluarga kami. Aku anak kedua dan anak ketiga bernama Antonius, anak cowok satu-satunya. Pasti kalian tau kan kalua punya saudara cowok rasanya kaya gimana? Apalagi cowok satu-satunya. Yang paling bungsu Namanya Aprilia, anaknya pendiam, pintar, dan selalu mendapat peringkat 1 setiap tahun.

Ayah dan Ibuku berpisah saat aku berumur 13 tahun. Ayah dan ibu sepakat untuk membagi hak asuh anak, jadi kami ditanya,

Siapa yang mau ikut ayah? Dan siapa yang mau ikut ibu? 

"Aku dan kaka menjawab serempak"

"Aku mau ikut ayah"

sedangkan kedua adikku tidak menjawab, tentu saja mereka berdua ikut bersama ibu karena waktu itu mereka berdua masih kecil, dan masih sangat membutuhkan kasih sayang dari ibu.

Sebenarnya penyebab perpisahan itu bukan karena perselingkuhan ataupun KDRT, tapi karena ayah ingin pindah ke luar kota, namun ibu tidak setujuh, karena menurut ibu, penghasilan di luar kota akan lebih rendah, sedangkan menunrut ayah lebih tinggi. Akibat perselisihan pendapat, akhirnya ayah tetap memutuskan untuk pindah.

Aku dan kaka memutuskan untuk ikut bersama ayah karena saat itu kami berpikir bahwa ayah pasti punya banyak uang untuk menyekolahkan aku kami di luar negeri. Namun semua itu tidak sesuai dengan apa yang aki harapkan.

Sampai pada suatu saat, momen di mana aku benar-benar putus asa karena pada saat aku lulus SMP, Ayahku tidak mempunyai tabungan lagi untuk aku bisa melanjutkan Pendidikan.

"Kamu masih ingin melanjutkan studi?" Tanya ayah dengan penuh rasa bersalah.

Sebenarnya aku ingin menjawab "ia" tapi aku sadar bahwa ayah tidak boleh memaksakan diri untuk bererja karena faktor umur.

"Ngga ayah, aku tidak ingin melanjutkan studiku lagi" jawabku menahan isakan.

Namun ayah tau kalau aku sedang berbohong

"Kalau kamu mau, kamu bisa melanjutkan studi tapi kamu harus tinggal bersama bibimu" ayah menyatakannya dengan berat hati

"Aku menyetujui kesepakatan itu"

Beberapa hari kemudian, saat aku sedang membereskan barang-barang yang akan kubawa ke rumah bibi, tiba-tiba ayah mengetuk pintu kamar dan berkata; Nak, ayah boleh masuk?

"Masuk aja yah, pintunya ngga aku kunci" Jawabku penuh antusias

Setelah beberapa menit hening, ayah mulai membukan obrolan.

"Kamu yakin mau ninggalin Ayah?"

Sebenarnya aku tidak mengerti dengan situasi ini, muka Ayah mendadak memancarkan kesedihan yang tidak bisa kutebak apa penyebabnya.

"Ayah tidak mau kamu pergi nak, ayah tidak mau nasibmu sama seperi kakamu"

Kamu ingat kan? Kejadian kakamu dulu? Waktu itu kakamu akan mengikuti Ujian Nasional dan kamu juga pasti tau kan? Kalau Ujian Nasional membutuhkan biaya yang cukup banyak. Bibimu keberatan dan meminta untuk membayar uang UN kakamu, waktu itu ayah punya sedikit tabungan untuk biaya pendaftaranmu nanti, tapi uang itu ayah pake untuk pembayaran UN kakamu.

Padahal sebelumnya, bibimu sendiri yang bilang kalau ia akan membiayai studi kakamu sampai tamat SMA.

Tapi kenyataanya tidak seperti yang bibimu katakan sebelumnya. Maka ayah tidak mau hal itu terulang lagi. Walaupun dia bibimu tapi dia memperlakukan kita seperti orang asing. Kakamu selalu bercerita ke ayah melalui telfon, kalau bibimu memperlakukannya seperti pembantu. Sebenarnya ayah kecewa dengan bibimu, tapi ayah tidak bisa berbuat apa-apa karena ayah merasa berhutang budi pada bibimu.

"Ayah menyelesaikan perkataanya dengan penuh isakan"

Perlahan ayah merangkulku, membawaku ke dekapannya yang penuh kehangatan. Hatiku rasanya seperti ditusuk-tusuk, air mata mulai membasahi pipiku.

Ayah melepas dekapannya, dan berkata kepadaku, "kamu tidak perlu kwatir ya, ayah mendapat tawaran pekerjaan dengan imbalan yang cukup untuk biaya pendaftaranmu. Kita akan pindah ke luar kota dan kamu akan sekolah di sana.

"Pindah ke mana ayah?"

"Nanti Juga kamu tahu"

"Seketika kesedihan ku menghilang setelah mendengar perkataan ayah, walaupun aku masih penasaran akan pidah ke mana".

Aku Bahagia karena bisa melanjutkan studi, tapi di sisi lain aku sedih karena beban ayah akan semakin bertambah.

"Siapkan barang-barang kamu ya, hari senin kita akan berangkat!"

"Ke mana?"

"Lihat saja nanti"

Hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Kalian tau hari apa? Hari........hari senin, ya hari di mana ayah mengajakku ke tempat paling indah yang pernah ku lihat beberapa tahun lalu. Kalian tahu kemana? Ke rumah ibu. Sebenarnya yang indah bukan tempatnya, tapi senyuman ibu yang tak pernah aku pandang lagi 2 tahun belakangan ini. Ternyata beberapa hari lalu, ayah bertemu dengan ibu dan menyelesaikan masalah yang terjadi 2 tahun lalu. Ayah merasa bersalah karena terlalu gegabah dalam mengambil keputusan tanpa memikirkan apa resikonya. Waktu itu ayah memutuskan untuk pindah karena teman ayah mengajak untuk bekerja sama dan melakukan investasi tapi ternyata ayah dibohongi, uang ayah puluhan  juta dibawa kabur. Sejak saat itu, 

tabungan ayah semakin menipis, bibiku tahu masalah yang ayah hadapi sehingga bibi meminta agar kaka tinggal bersama bibi dan bibi akan membiyai pendidikannya kaka. Tapi itu malah menambah beban pikiran ayah. Karena kaka sering mengeluh karena bibi memperlakukan kaka seperti pembantu.

Kini takdir mempersatukan kami menjadi keluarga yang utuh seperti dulu lagi. Saat aku, kaka dan ayah pindah, ternyata ibu punya tabungan untuk membuka usaha kecil-kecilan. Melalui usaha itu, penghasilan ibu semakin hari semakin meningkat. Berkat usaha ibu, kini ibu bisa membeli rumah baru, bisa membiayai Pendidikan adik-adikku.  Ayah dan ibu juga sepakat menjalankan usaha ibu bersama agar kami bisa kuliah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun