Harapan dari Pinggiran Hutan
Kami di sini hidup menjaga alam. Kami tidak menebang hutan sembarangan. Kami merawat mata air agar tetap mengalir untuk anak cucu. Tapi kami juga berharap negara hadir menjaga kami.
"Kalau ada air bersih yang layak dan listrik yang stabil, anak-anak kami bisa sekolah lebih baik. Ibu-ibu bisa masak dengan aman. Malam tidak lagi gelap. Semua itu sangat berarti bagi kami," kata Norbertus Sereming, pemuda Tepuk yang kini menempuh pendidikan di Universitas PGRI Sumatera Barat.
Mari Lihat ke Tepuk
Cerita ini bukan tentang menyalahkan. Ini tentang menyuarakan. Bahwa di balik hutan lebat Mentawai, ada masyarakat yang masih menimba air dari bambu dan menyalakan lilin di malam hari, bukan karena mereka tidak ingin maju, tapi karena infrastruktur belum sampai.
Kami berharap artikel ini dapat menjadi jembatan perhatian. Antara pusat dan pinggiran. Antara kota dan pedalaman. Karena Indonesia bukan hanya Jakarta, Medan, atau Padang---tapi juga Tepuk, di jantung Mentawai.
Tentang Penulis:
Norbertus Sereming adalah pemuda asli Dusun Tepuk, Mentawai. Saat ini sedang menjalani studi di Universitas PGRI Sumatera Barat dan aktif menyuarakan kondisi kampung halamannya melalui tulisan dan diskusi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI