Mohon tunggu...
Ara
Ara Mohon Tunggu... Buruh - Pengembara

Belajar menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tuhan Lebih Tahu

5 Agustus 2019   11:21 Diperbarui: 5 Agustus 2019   11:27 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dibalik air mata kesedian bermuara kebahagiaan pada setiap tetasnya. Tetasan yang sudah terbendung lama dari rong-rongan kepiluan jiwa membuat pemilik memilih jalan terakhir yaitu tangisan. Dimana tak akan sanggup siapapun menahanya sampai titik terakhir kekejaman hidup dirasakannya. 

Kekejaman yang mengisahkan sengsara kehidupan dan menyisahkan harapan kebahagian diujungnya. Memilih hanya untuk sekedar mengisahkan atau menyisahkan tergantung siapa pemilihnya. Seperti seorang gadis kecil dengan keadaan dua mata yang tidak berfungsi seperti orang normal lagi akibat kecelakaan

"Ya, dia buta permanen mbak". Ucap salah satu perawat kepada pasien muda yang berada disamping kamarnya. Terdengar begitu keras tangisan gadis kecil oleh pendengaran Melodi sehingga membuat dia bertanya kepada perawatnya. Setelah mendengar penjelasan perawat, Melodi tiba-tiba menitikkan air mata tanpa suara tangisan. 

Dia merasa bahwa hidup begitu keras terhadap diri dan lingkungan sekitarnya. Dia sempat bertanya dalam hati, "Apakah ini memang garis Tuhan atau hanya candaan Tuhan?. Bagaimana mungkin aku bisa menjalani kehidupan ini tanpa fisik yang utuh?. Kenapa Tuhan menakdirkan aku hidup di dunia ini hanya untuk menunjukkan kerasnya hidup?". 

Tangannya meronta memukul-mukul pada kaki yang lumpuh itu. Perawat berusaha menenangkan Melodi dengan memegang kedua tangannya. "Sudah mbak, Tuhan lebih tahu kapan mbak akan bahagia ataupun bersedih". Nasehat perawat membuat Melodi seketika tenang dan berpikir.

Keesokan hari, seusai pulang dari rumah sakit Melodi dengan kursi rodanya termenung di halaman depan rumah. Dia terpikir apa yang dikatakan perawat waktu di rumah sakit. Melodi mencoba berdamai dengan keadaan yang telah menimpa dirinya. "Apakah benar jika Tuhan akan memberikan kebahagiaan padaku". 

Tanya ragu dalam hati Melodi. Memandang taman di halaman rumahnya membuatnya merasa lebih tenang, tetapi rasa tertekan akan keadaan masih tak tertahankan sehingga membuatnya meneteskan air mata. Tangisan tanpa suara berhasil membuat matanya bengkak karena terlalu lama dia merununginya.

"Aduh, kenapa semua ini terjadi pada diriku Tuhan". Tiba-tiba sebuah bola plastik mengenai kepala Melodi yang membuat dia berteriak keras. "Maaf kak, aku tidak melihat kalau ada kakak disini". Ringik seorang gadis kecil yang tinggal disebelah rumah Melodi. Gadis tersebut berdiam diri dengan menggenggam tongkat kecil ditanganya. "ini ada bunga untuk kakak. Jangan sedih ya kak, aku tadi tidak sengaja". 

Gadis kecil tersebut tenyata sedang jalan-jalan bersama sepupu seusianya melewati rumah Melodi. "Iya, terima kasih. Kalian cuma berdua?". Kemudian berceritalah sepupu gadis kecil yang buta kepada Melodi, sementara gadis buta tersebut masih terdiam dengan tongkatnya. Gadis itu bercerita bahwa ia tadi ingin membawa sepupunya pergi bermain di taman ujung jalan dengan berbekal bola plastik yang dimainkan saat berjalan. Ia hanya ingin menghibur sepupunya yang buta dengan menunjukkan bahwa diluar sana akan merasakan bahagia. 

Kerena sepupunya tidak percaya kalau dunia ini masih bersahabat dengan anak yang buta. Ia merasakan demikian karena keindahan dunia sudah tidak bisa dilihatnya lagi. Meskipun tangan dan kakinya berfungsi, tetapi hal tersebut sama saja tidak berpengaruh untuk bisa merasakan bahagia. "Beruntunglah kakak yang masih bisa melihat indahnya dunia ini". Kata gadis buta tersebut, setelah terdiam beberapa waktu.

"Iya dek, lanjutkan bermainnya. Hati-hati dijalan, jaga sepupumu ya!". Usapan kedua tangan Melodi dengan lembut menyentuh kepala kedua gadis tersebut. Kedua gadis tersebut berpamitan untuk melanjutkan pergi ke taman ujung jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun