Aku tidak tahu ternyata Dona sudah memegang kakiku dan "Ayo mulai bangun, kaki kamu aku pegangi agar tidak naik-naik."
        Ya ampuuun baru pertama kali ini dia bertatapan dekat sekali denganku dan wajahnya yang putih tampak menyemburat rona merah serasi dengan dua tiga jerawat yang sedang berkembang.
        Kembali hatiku menderu, sepertinya aku terlalu gampang jatuh hati setelah hampir sebulan aku tidak lagi mengagumi Pram yang ter-default ada yang punya hatiku sudah mati rasa buatnya dan sorot mata elang itu juga sudah meredup.
        Pram juga tidak berani mengutak-atik apa yang mungkin dia rasakan tentangku atas ketidakpedulian yang aku tunjukan. Aku jelas tidak mau membuat dia bingung dan tiba-tiba memutuskan gadisnya untuk aku yang juga belum jelas lebih baik dari gadisnya.
        "Hufff capai..." keluhku saat sudah lima belas kali aku melakukan gerakan bangun tidur-bangun tidur melakukan gerakan yang seperti diperintah sang Guru.
        "Ayooo semangat, kamu pasti bisa baru setengah..." dan kamu menguatkan memegang kedua kakiku yang akan naik ke atas.
        Dan kamu membuat aku bersemangat, keringat yang bercucuran adalah bukan sekedar aku capai melakukan gerakan yang memperkuat otot perut tapi juga rasa debaran jantung yang menderu.
        "Ya cukup!" teriakan sang Guru.
        Perlahan kamu melepaskan pegangan kaki dan meninggalkan aku dengan tersenyum manis.
        "Makasi ya..."
        "Iya..."