Mohon tunggu...
Amel_
Amel_ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fitri amelia

Female

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anindita

7 April 2021   14:14 Diperbarui: 7 April 2021   14:29 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Anindita

Anindita wanita kuat. Bukan karena ia tak pernah terluka atau menangis. Justru ia bisa menemukan kekuatan barunya dari luka dan air mata yang pernah mengisi hari-harinya. 

Dewasa, begitulah ia digambarkan. Meskipun otaknya diperas, hatinya ditikam, jam tidumya tak beraturan, moodnya berantakan, tapi bibirnya selalu ia paksa untuk tersenyum lebar. Menyakitkan bukan?

"Jadilah kuat", pernyataan itu sering Anindita dengar. Nyatanya itu terlalu mudah diucapkan namun susah dilakukan. Mendengar orang lain melontarkannya, rasanya hanya menambah sesak di dadanya dan membuatnya muak. Tapi itulah kenyataannya. Ia tidak boleh belama-lama sesenggukan dalam lukanya. Ia harus bergerak ke luar untuk menjauh, tak peduli apakah harus berlari, berjalan atau bahkan merangkak.

Kata orang, "butuh hati yang kuat untuk berani mencintai". Nyatanya hati yang lebih kuat lebih dibutuhkan untuk tetap mencintai setelah dilukai. Memang butuh waktu lama untuk menyembuhkan hati setelah dilukai, dan butuh proses yang rumit untuk pulih kembali.

Anindita paham defenisi kerasnya hidup. Ia bilang bahwa hidup kadang akan mengejutkanmu dengan menghadapkanmu pada cerita diluar dugaan. Jalan yang sudah dipilih bisa saja membelokkanmu ke arah yang tak terduga.Mimpi besar yang dulunya pernah dipeluk erat sekarang harus dilepaskan, dan keadaan akan memaksamu mengambil pilihan baru yarng akhirnya pun tidak kamu ketahui.


Anindita kadang sering melamun, memikirkan dan menangisi langkah yang telah ia

ambil dahulu. Sesekali ia membandingkan hidupnya dengan teman seusianya yang kini

sedang menikmati manisnya madu kehidupan. Pada akhimya ia akan bergumam " toh

aku juga yang dulu memilih racun ini"

Hidup memang penuh teka teki untuk dinanti,dan penuh dengan tanda tanya bila direnungkan. la bukanlah seperti air yang dengan sendirinya mengalir. Karena ia terlalu

mahal jika dibiarkan seperti itu. Kenyataannya, hanya ikan mati yang terus mengikuti

air yang mengalir.

Anindita Sangat menyukai hujan. Ia seingkali duduk membisu menikmati jatuhnya setiap tetes sumber kehidupan itu dari atas sana. Bibirnya memang diam, tapi pikirannya sedang berkecamuk. Kadang la bijak berkata setelahnya bahwa hujan

akan memperlihatkan kepadamu hakikat kehidupan. Ada proses yang sangat panjang

disana, tugas yang diemban untuk rangkaian tujuan mulia. Ada luka yang harus

diperjuangkan disana. Luka atas pertengkaran terhadap sebuah perdebatan

alam. Mendung, guruh dan halilintar.

Anindita, Ia pemah hidup baik-bak saja dulunya. Rumah dan keluarga yang hangat

menyambutnya setiap kali pulang dari sekolahnya, teman-teman manis yang seringkali

membuat tawanya pecah, dan prestasi gemilang yarng menuai banyak pujian. Terlalu

sempurna hidupnya saat itu. Namun ternyata pemilik semesta punya jalan cerita lain

dalam bukunya. Semua terlalu manis sebelum Ia mengenal seseorang yang merubah

warnaa cerita ini. Seorang pria yang datang dengan semua janji kesempunaan.

Seseorang yang dulunya pernah membuat pelangi bahkan terlihat lebih indah di mata

Anindita. Alampun seolah mendukung cerita. Keduanya temyata sama-sama memiliki

rasa. Tanpa Anindita sadari, temyata seseorang yang datang lembut membelai benih

denyut sukmanya adalah orang yang juga menghancurkan indah jalan

centanya. Seseorang yang memandang Anindita derngan indah bola matanya adalah

orang yang sama dengan yang menumpahkan racun pahit yang kelak mencekiknya.

Berandalan itu, .begitu ia menyebutnya sekarang. Ia pergi meninggalkan Anindita dengan lukanya, setelah merenggut semua kemuliaan yang Anindita jaga. Saat itu,angin malam seakan memainkan perannya, .berpura-pura dan beralasan bahwa cinta dan perjuangan akan menyambut Anindita esok paginya. Nyatanya, saat ia bangun, Ia ditinggal. Seseorang yang menjanjikannya keindahan malah lari dengan semua gelar pecundang yang Anindita sandangkan kepadanya. Meninggalkan anindita dengan dua malaikat kecil di perutnya. Iya,malaikat itu dua.

Saat itu kondisinya tertekan. Ia ingin menyalahkan, tapi siapa orangnya ? Perasaannya campur aduk, mulai dari dari menyalahkan dirinya sendiri, ketakutan bahkan perasaan ingin menghilangkan apa yang ada di perutnya pernah Anindita rasakan.

Teman-temannya menatap Anindita dengan tatapan jijik, .bahkan keluarganya seolah malu mengakuinya sebagai bagian dan mereka. Hari yang berat dilaluinya dengan penyesalan, bulan pun ia lalui dengan kekecewaan. Hingga hari itu tiba, dua malaikat kecilnya untuk pertama kalinya melihat dunia tanpa ditemani sang ayah yang seharusnya menyambut danmemperdengarkan azan di keduatelinganya

Kini Anindita bisa sedikit lega, setelah kedua malaikatnya hadir menatap matanya,

pahitnya rasa yang selama ini bersamanya perlahan memudar. Disinilah Anindita

sekarang. Tak ada lagi bekas prestasi sekolah di dalam dirinya. Orang hanya

mengenalnya dengan sebutan wanta nakal tak berwibawa. Pakaian trend anak muda

seusianya yang harusnya Ia kenakan sekarang malah digantikan oleh daster lusuh

yang penuh noda cipratan minyak. Hari-hari yang seharusnya ia lalui dengan berbagai

tugas kuliah dari dosen pembimbing malah tergantikan oleh kegiatan mengangkat

ember yang penuh dengan pakaian kotor. Sepatu modis yang seharusnya Ia kenakan malah harus digantikan sandal rumahan lusuh yang selalu menyebabkan betisnya kotor karena cipratan lumpur.

Penyesalan memang mencekik Anindita. Kecewa pun juga pasti selalu hadir di setiap

tatapannya. Namun itu semua harus ia sembunyikan.Karena di depan dua malaikat

kecilnya Ia adalah sosok hangat yang harus dengan bijak menjawab pertanyaan

keduanya saat mereka dewasa. "Agar kamu nanti tidak sama bodohnya dengan ibu, dan

agar nantinya kamu tidak menghancurkan kehidupan wanita lain seperti ayah" katanya

kepada kedua malaikatnya secara bergantian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun