Tapi, di balik semua ini, ada pertanyaan yang lebih besar: apa dampaknya bagi kita, masyarakat biasa?Â
Jika investor bisa menarik dananya dan pergi, kita tak punya kemewahan yang sama. Kita tetap harus bekerja, membayar cicilan, dan menjalani hidup dalam kondisi yang semakin tak menentu. Ketika IHSG turun, perusahaan akan berpikir ulang untuk berekspansi.
Rekrutmen tenaga kerja bisa tertunda, bahkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa menjadi opsi terakhir untuk menekan biaya operasional. Harga barang bisa naik akibat depresiasi rupiah, daya beli semakin tergerus, dan kesenjangan ekonomi kian lebar.
Dalam perspektif sosiologi, ketimpangan ini mencerminkan realitas yang sudah lama ada: mereka yang memiliki akses terhadap modal dan informasi selalu lebih dahulu menyelamatkan diri. Kita, yang hanya menjadi penonton dalam permainan besar ini, harus menghadapi konsekuensi dari keputusan-keputusan yang dibuat di menara gading.
Dalam perspektif ekonomi makro, penurunan IHSG adalah cerminan dari ketidakstabilan kebijakan dan lemahnya respons pemerintah terhadap dinamika pasar.
Jika kebijakan moneter dan fiskal tidak mampu menenangkan ketidakpastian, maka dampaknya bukan hanya di pasar modal, tetapi menjalar ke seluruh sektor ekonomi.
Ketika krisis menghantam, apakah para pemegang kebijakan cukup tanggap? Atau mereka justru memilih menghibur diri dengan narasi bahwa ekonomi kita masih kuat, tanpa benar-benar menyelami keresahan rakyat?
Jika mereka bisa dengan mudah berkata "kabur aja sana," mungkin mereka lupa bahwa kita tidak punya tempat lain untuk pergi. Yang kita butuhkan bukan hanya janji stabilitas, tapi tindakan konkret yang membangun kembali kepercayaan, bukan hanya bagi investor, tapi bagi seluruh rakyat yang hidupnya bergantung pada stabilitas ekonomi ini.
Ironisnya, yang lebih dulu melarikan diri justru para investor. Sementara kita, rakyat biasa, hanya bisa menatap kosong, bertanya-tanya: kalau harus kabur, ke mana? Atau mungkin pejabat kita hendak bercanda lagi, "Silakan pergi, kalau bisa sekalian temukan planet yang lebih ramah."
Di tengah gejolak ini, yang tersisa hanyalah harapan bahwa badai ini tidak berlarut-larut. Bahwa ekonomi bisa kembali pulih, bahwa ketidakpastian bisa dikelola dengan baik, dan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar berpihak pada rakyat.
Jika investor bisa pergi sesuka hati, kita hanya bisa bertahan, berharap ada yang tetap menjaga rumah ini agar tidak runtuh.