Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Operator Madrasah Tsanawiyah

Operator Madrasah : - Operator data EMIS/GTK (Education Management Information System) - Operator E-RKAM BOS Kemenag - Operator Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus - Teknisi ANBK dari Tahun 2017 s.d sekarang (dulu masih UNBK namanya) Mencoba untuk menuangkan keresahannya melalui artikel di Kompasiana, tapi lebih banyak tema yang diluar dari konteks pekerjaan. More info: asharinoer9@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Sisi Baik Salesman di Squid Game dan Realitas yang Relate dengan Hidup Kita

3 Maret 2025   15:00 Diperbarui: 6 Maret 2025   05:01 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gong Yoo berperan sebagai salesman di serial Squid Game. (Netflix)

Kalau kamu nonton Squid Game, pasti tidak asing dengan sosok pria berjas rapi yang menghampiri orang-orang di stasiun atau tempat umum, lalu menawarkan mereka kesempatan untuk dapat uang dengan cara main ddakji. 

Yap, dia adalah salesman yang diperankan oleh Gong Yoo. Meski screentime-nya tidak banyak, karakter ini cukup ikonik karena jadi awal mula semua kekacauan di Squid Game.

Tugasnya simpel tapi kejam, yaitu mencari orang-orang yang sedang terpuruk secara finansial, lalu menggoda mereka dengan harapan mendapat uang dalam jumlah besar. 

Caranya dia, dengan mendekati mereka dengan senyum ramah, menawarkan permainan kecil yang terlihat sepele, tapi di balik itu ada jebakan besar. 

Setelah calon pemain kalah dan harus menerima tamparan berkali-kali, di situlah mental mereka diuji. 

Di saat paling rapuh, salesman ini tiba-tiba menawarkan jalan keluar instan—kesempatan untuk ikut dalam sebuah "permainan" dengan hadiah uang miliaran. Siapa yang tidak tergoda dengan uang sebanyak itu?

Salesman | roninfxtwixtors.com
Salesman | roninfxtwixtors.com

Nah, kalau dipikir-pikir, karakter ini sebenarnya merepresentasikan banyak hal yang terjadi di dunia nyata. 

Kita sering lihat orang-orang yang terjebak dalam iming-iming uang cepat—entah lewat judi, pinjaman online ilegal, atau skema investasi bodong. Saat seseorang sedang terimpit ekonomi, tawaran seperti ini terasa seperti jalan keluar yang menggiurkan, padahal sebenarnya jebakan yang bisa membuat mereka makin terpuruk. 

Di sinilah letak kengerian Squid Game, karena bukan hanya fiksi, tapi juga relate dengan kenyataan hidup kita. Tapi uniknya, di balik kesan manipulatif dan liciknya, ada satu adegan yang membuat kita melihat sisi lain dari Salesman ini. 

Di suatu momen, dia membeli banyak roti dan voucher lotre, lalu membagikannya kepada para tunawisma di jalanan. 

Salesman Menawarkan Roti atau Lotre | reddit.com
Salesman Menawarkan Roti atau Lotre | reddit.com

Sekilas, ini kelihatan seperti aksi sosial, seolah-olah dia masih punya hati nurani untuk membantu mereka yang membutuhkan. Tapi yang menarik justru bukan di bagian memberikannya, melainkan bagaimana para tunawisma itu bereaksi terhadap pilihan yang diberikan.

Bayangkan, mereka ditawari dua hal, yaitu roti—sesuatu yang jelas bisa mengisi perut mereka yang kosong sekarang juga, atau voucher lotre—sebuah tiket menuju harapan kosong yang peluang menangnya nyaris mustahil. 

Dan yang terjadi, banyak dari mereka lebih memilih lotre! Mereka mengorbankan kepastian (makanan yang bisa langsung dimakan) demi mimpi menang besar, yang kemungkinan terwujudnya hampir nol. 

Ini benar-benar mirip dengan situasi di dunia nyata, di mana orang sering lebih tergiur dengan peluang kaya mendadak daripada sesuatu yang lebih masuk akal dan nyata.

Yang membuatnya semakin menarik, Salesman ini ternyata tidak hanya diam saja melihat mereka memilih lotre. 

Dia malah kelihatan kesal dan marah ketika para tunawisma yang kalah akhirnya menyesal dan meminta roti yang tadi mereka tolak mentah-mentah. 

Saking kesalnya, dia memberikan mereka pelajaran dengan cara yang brutal—membuang semua roti yang tersisa ke tanah dan menginjak-injaknya di depan mereka. Seolah dalam hati dia berkata, "Udah misqueen, nggak tahu diri lagi!" 

Kemarahan Salesman | tiktok. @scmu
Kemarahan Salesman | tiktok. @scmu

Adegan ini jadi gambaran yang sangat ironis dan menyentil tentang bagaimana manusia sering kali menyia-nyiakan kesempatan baik yang ada di depan mata, hanya demi mengejar sesuatu yang tidak pasti. 

Dan ketika semuanya gagal, mereka baru sadar dan menyesal, tapi kesempatan itu sudah terbuang sia-sia.

Adegan ini sebenarnya tidak hanya sekadar dramatisasi, tapi juga tamparan keras terhadap realitas di dunia nyata. 

Kalau dipikir-pikir, fenomena seperti ini sering kali terjadi di sekitar kita. Banyak orang yang rela mengorbankan kebutuhan primer—hal-hal yang seharusnya jadi prioritas, seperti makanan, kesehatan, atau pendidikan—demi sesuatu yang tidak pasti. 

Contoh paling mudah adalah judi, investasi bodong, atau gaya hidup konsumtif yang tidak sesuai kemampuan.

Coba deh lihat fenomena judi online yang semakin merajalela sekarang. Banyak orang, bahkan yang ekonominya sudah pas-pasan, tetap saja nekat untuk “mencari peruntungan” dengan harapan bisa dapat uang banyak dalam sekejap. Padahal, peluang untuk menang itu kecil banget, sementara resikonya jauh lebih besar. 

Begitu kalah, bukannya berhenti, malah semakin terjebak dan terus mencoba untuk “balik modal” sampai akhirnya kehabisan segalanya. Tidak hanya uang yang habis, tapi juga ketenangan hidup.

Hal yang sama juga terjadi dalam investasi bodong. Siapa sih yang nggak kepincut kalau ada tawaran cuan instan? 

Tapi sayangnya, banyak yang tidak berpikir panjang dan tidak peduli apakah skema itu masuk akal atau tidak. 

Yang penting asal duitnya muter dan keliatan untung, mereka gaspol. Ujung-ujungnya, duit ludes, utang numpuk, dan mereka baru sadar kalau semuanya hanya ilusi.

Tidak hanya itu, budaya konsumtif juga sering membuat orang terjebak dalam siklus keuangan yang kacau. 

Demi gengsi atau agar terlihat “sukses”, banyak yang lebih memilih beli barang branded, gadget terbaru, atau liburan mewah daripada memenuhi kebutuhan yang lebih mendesak. Bahkan ada yang sampai rela berutang demi gaya hidup yang sebenernya tidak mereka mampu. 

Mentalitas seperti ini akhirnya membuat banyak orang hidup dalam lingkaran setan finansial. Mereka terus mengejar sesuatu yang tidak pasti, mengabaikan hal-hal yang lebih penting, dan ketika semuanya gagal, mereka baru sadar kalau mereka sudah kehilangan segalanya. 

Sama halnya seperti tunawisma di adegan tadi—sudah punya kesempatan untuk makan, tapi mereka memilih sesuatu yang tidak pasti, dan ketika gagal, mereka hanya bisa menyesal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun