Di suatu momen, dia membeli banyak roti dan voucher lotre, lalu membagikannya kepada para tunawisma di jalanan.Â
Sekilas, ini kelihatan seperti aksi sosial, seolah-olah dia masih punya hati nurani untuk membantu mereka yang membutuhkan. Tapi yang menarik justru bukan di bagian memberikannya, melainkan bagaimana para tunawisma itu bereaksi terhadap pilihan yang diberikan.
Bayangkan, mereka ditawari dua hal, yaitu roti—sesuatu yang jelas bisa mengisi perut mereka yang kosong sekarang juga, atau voucher lotre—sebuah tiket menuju harapan kosong yang peluang menangnya nyaris mustahil.Â
Dan yang terjadi, banyak dari mereka lebih memilih lotre! Mereka mengorbankan kepastian (makanan yang bisa langsung dimakan) demi mimpi menang besar, yang kemungkinan terwujudnya hampir nol.Â
Ini benar-benar mirip dengan situasi di dunia nyata, di mana orang sering lebih tergiur dengan peluang kaya mendadak daripada sesuatu yang lebih masuk akal dan nyata.
Yang membuatnya semakin menarik, Salesman ini ternyata tidak hanya diam saja melihat mereka memilih lotre.Â
Dia malah kelihatan kesal dan marah ketika para tunawisma yang kalah akhirnya menyesal dan meminta roti yang tadi mereka tolak mentah-mentah.Â
Saking kesalnya, dia memberikan mereka pelajaran dengan cara yang brutal—membuang semua roti yang tersisa ke tanah dan menginjak-injaknya di depan mereka. Seolah dalam hati dia berkata, "Udah misqueen, nggak tahu diri lagi!"Â
Adegan ini jadi gambaran yang sangat ironis dan menyentil tentang bagaimana manusia sering kali menyia-nyiakan kesempatan baik yang ada di depan mata, hanya demi mengejar sesuatu yang tidak pasti.Â