Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lentera Pendidikanku Bernama Ibu

6 Desember 2020   20:29 Diperbarui: 6 Desember 2020   20:45 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu tengah menggendongku pada acara perayaan ulang tahun pertamaku. Sumber: dokumentasi pribadi.

Di atas itu semua, sejujurnya bukan putus kuliah yang paling aku takutkan. Bukan itu. Yang paling kutakutkan adalah mendengar kabar Ibu berpulang. Aku tidak siap. Sampai kapan pun sepertinya aku tidak akan siap. Tidak! Sedih rasanya mendengar ucapan itu keluar dari mulut Ibu sendiri.

Aku dan Ibu. Sumber: dokumentasi pribadi.
Aku dan Ibu. Sumber: dokumentasi pribadi.
Gagasan kedua. Aku menyusuri jalan pedang yang pernah dilalui Ibu dulu: kuliah jurusan ekonomi. Ya, Ibu adalah seorang wanita karier. Sejak gadis dulu hingga sekarang punya cucu, Ibu masih bekerja mencari nafkah untuk kami. Ibu juga menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga sejak Bapak pensiun pada 2002.

Aku pun sadar, gelar sarjana ekonomi itu diminati banyak pemberi kerja. Jika sampai terjadi apa-apa, biayanya tidak semahal sekolah kedokteran. Lebih aman. Sambil kuliah, aku pun bisa bekerja paruh waktu untuk mengais penghasilan tambahan. Karena diktat ekonomi sudah pasti tidak setebal modul kedokteran.

Pengorbanan Ibu

Gagasan kedua itulah yang menyeret pikiranku kembali ke masa lalu. Menembus ruang dan waktu. Hingga tiba pada masa ketika pertama kalinya aku merasa hidup di dunia. Masa Taman Kanak-kanak.

Aku memang jarang bertemu Ibu, lantaran ia mesti bekerja sejak pagi hingga malam hari. Tapi jangan salah. Kondisi itu tidak pernah menghalangi Ibu dalam mencurahkan kasih sayangnya kepada kami. Kepadaku dan kedua kakakku.

Aku ingat betul. Tepat pukul 12 siang, Ibu pasti meneleponku dari kantornya. Tidak pernah sekali pun alpa. Ibu selalu bertanya tentang sekolahku, makan apa aku siang ini, hingga membacakan beberapa artikel dari dua tabloid favoritku dulu: Bola dan Fantasi.


Saat tiba di rumah pada malam harinya, Ibu berganti jubah menjadi seorang guru. Menuntunku salat lima waktu. Mengajarkanku menulis dan membaca. Melatihku menyampul buku. Hingga memeriksa apakah PR-ku sudah tuntas dikerjakan. Selama itu, aku tidak pernah mendengar Ibu mengeluh barang sekali pun.

Saban akhir pekan, Ibu selalu mengajakku pergi ke pasar. Naik sepeda. Ibu menyetir, aku membonceng. Diajarinya aku cara membedakan ikan tuna dengan ikan bandeng. Dibimbingnya aku kiat mencirikan sayur bayam dan daun singkong. Hingga dikenalinya aku dengan kudapan favoritku hingga kini: bubur ayam.

Ibu mengajarkanku arti penting sikap rela berkorban. Sumber: dokumentasi pribadi.
Ibu mengajarkanku arti penting sikap rela berkorban. Sumber: dokumentasi pribadi.
Lintasan kenangan itu berhasil membuatku tersadar. Betapa banyak pengorbanan yang Ibu lakukan untuk kebaikanku. Begitu banyak peluh yang dibuang untuk kemaslahatanku. Sampai-sampai waktu istirahatnya pun dikorbankan hanya demi tumbuh-kembangku.

Boleh dibilang, Ibu sukses menjalani dua peran. Wanita karier dan Ibu rumah tangga. Mendulang sukses di kantor, menabur cinta di ladang keluarga. Dari sanalah aku tersadar. Ibu adalah sekolah pertamaku, dan sosok pertama yang mengajarkanku pentingnya memiliki sikap rela berkorban.

Setiap orang dewasa pasti paham, kehidupan itu seringkali jauh dari kata ideal. Tidak semua yang kita inginkan bisa dicapai. Andai bisa memilih, Ibu pasti memilih untuk mencurahkan sepenuh waktunya untuk buah hatinya. Mengurusi, membimbing, dan menuntun anak-anaknya hingga dewasa kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun