Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Pendidik - ... n i t a ...

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mari Akhiri dengan Bahagia...

14 Februari 2023   06:47 Diperbarui: 15 Agustus 2023   19:12 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Artikel/Sumber: Pexels (Caroline Veronez)

“Katakan, bahwa dirimu layak untuk berbahagia…”
Adegan itu diakhiri dengan pelukan hangatnya, benar-benar bisa merasakan kemerdekaan. Terima kasih...

“Tidak untuk menyesali, karena toh itu pilihanku.. Tetapi, rasanya merevisi keputusan itu juga bisa dibuat sebagai keputusanku saat ini. Mencintai adalah memerdekakan bukan membelenggu. Aku tahu bahwa kita sama-sama berpura-pura bahagia saja 10 tahun ini. Aku tidak menyalahkanmu, ini kesalahan kolaborasi.. Mari akhiri dengan bahagia…”

Keputusan menikah dengannya dibuat dengan keputusan emosional. Takut dengan penilaian sosial. Hari gini belum nikah, bagaimana masyarakat memandang? Apa kata orang? Kecemasan karena penilaian orang. Sungguh konyol, tapi itu terjadi. Kisah ini dimulai...

Sebenarnya pernikahan bukan sebuah solusi saat itu. Aku, Yudistia seorang pelari ulung yang membawa luka. Tidak menyembuhkannya melainkan menyimpan rapat dan menikmatinya. 11=12 dengan diagnosis masokisme? Entahlah.. 

Luka itu menghantam banyak pihak dan kemudian berakhir dalam neraka pernikahan. Saling menyakiti. Seharusnya KDRT yang artinya KERUKUNAN Dalam Rumah Tangga terjalin, malah sebaliknya justru K di sini berarti KEKERASAN. Selayaknya K di sini adalah KASIH bukan KERIBUTAN. Selayaknya di sini K adalah KEDAMAIAN bukan KEKEJAMAN.

Aku bukan sedang menyesali, justru aku sedang bersyukur manakala semua yang terjadi kemarin telah kumaknai sebagai sebuah pembelajaran baik, bagiku dan bagi orang lain. Aku bersyukur bahkan ketika dia memeroleh kebebasan dan kebahagiaan, walaupun masih ditemani oleh air mata. Tidak apa-apa, ini sebuah proses. Aku dan Kyrie berpisah...


Sepanjang ruas jalan tol itu, teriakan-teriakan Kyrie menjadi semakin memekakan telinga.

"Kita mati bareng aja...!" Mobil dipacu dengan kecepatan maksimal dan ingin menabrakkan mobil ke besi separator sisi kiri. Teriakan dan wajah Kyrie memerah... Aku hanya berdoa semoga Tuhan masih memberi keselamatan pada kami berdua. 

Sekuat-kuatnya aku sebagai wanita, pasti akan tetap kalah. Posisi saat itu tidak mungkin meluapkan emosi yang sama dengan yang dilakukan Kyrie, tidak mungkin. Aku masih dapat berpikir logis. Bersyukur sekali, di sisi akhir gerbang tol, Kyrie berhenti. Aku menangis dan sungguh bersyukur bahwa kami berdua masih diberikan kesempatan untuk melanjutkan hidup.

Aku tidak pernah mengadukan ini pada siapapun. Termasuk pada Papa yang kepadanya aku meletakkan kepercayaan terdalam. Papa sosok guardian angel sepanjang masa. Bangunan kepribadianku porak-poranda. Menjadi insecure, lebih menarik diri, merasa diri tak harus bahagia dan menjadikan 'kesakitan-kesakitanku' adalah hukuman atas pilihanku sendiri. 

Menelan kepahitan, menelan kesakitan itu untuk diriku sendiri. Aku sadar, Kyrie pun terluka. Aku memaksakan diri untuk menjadi dokter atas diri Kyrie, padahal aku juga pasien. Memaksakan semua ideal dan terus melakoni drama pernikahanku. Mulai mencari pelarian-pelarian kecil hingga berujung malapetaka.

Potensi diri menjadi tersembunyi. Menari-nari di atas dogma agama. "Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia.."

Mantra itu terus mendominasi dan menguasai kesadaranku.

Hingga suatu saat, aku menghubungi sahabatku, Camellia Inez Satrio. Aku menceritakan keluh kesahku dan berakhir dengan pengunduran diri atas posisi pekerjaanku. Milli, panggilanku pada sahabatku, mengatakan carilah kebahagiaanmu. Dia memelukku erat. Secangkir coklat hangat kuminum habis.. Terima kasih, Sahabat.

Pikiranku untuk berpisah dengan Lokananta Kyrie Supit terus berkecamuk. Aku mengingat intimidasinya ketika aku menangis kala itu. "Ingat, aku akan menghancurkan karirmu!" Ancaman-aancaman itu menjadi 'backsound' yang selalu hadir. Aku juga paham bahwa di balik keretakan ini ada perananku juga. Banyak hal yang kurang dariku. 

Kesadaranku mulai timbul. Mama, Adik, Keponakan, Sahabat, Orang dan kerabat terdekatku sangat mengasihiku. Aku ternyata layak bahagia. Aku merasakan sukacita besar ketika aku bertemu mereka. Situasi dan kondisi yang telah lama aku rindukan. Lingkungan yang mendukungku dan yang memberikan kekuatan hingga kini. "You deserve to be happy".

Kebahagiaanku menjadi tanggung jawabku sendiri. Aku tidak boleh memberikan tugas ini kepada orang lain. Kebahagiaanku juga akan menjadi berkat untuk orang lain ketika aku berhasil memaknai kedalaman artinya. Aku harus menggunting part-part yang tidak mendukung kebahagiaanku. Itu tidak salah. 

Aku mendoakan Kyrie untuk bisa berbahagia dan berdamai juga dengan dirinya. Aku belajar mengampuni diriku dan dia. 

Kekerasan tidak dapat ditolerir apapun bentuknya. Luka berpotensi untuk melahirkan kekerasan, tetapi cinta justru akan memberi kemerdekaan dan kasih yang tak membelenggu. Pilihan ini aku ambil. Memaknai cinta dengan lebih luas. Mengembalikan semua pada tempatnya. Kyrie dan aku, Yudistia sama-sama tidak bahagia dalam pernikahan ini. Kami harus saling melepaskan dan memberi kemerdekaan masing-masing.

Butuh keberanian untuk menyatakannya. Mari sama-sama memaafkan diri. Aku, Adeline Yudistia Harianto, telah memutuskan untuk merdeka dan memberikan kemerdekaanku ini sepenuhnya untuk diriku dan semesta. Kiranya Allah memberikan pengampunan dan kasih setiaNya padaku. Selamat berbahagia, Kyrie. Akhiri dengan bahagia....

...pudar menyambut
terganti dengan pelukan hangat semesta
tangisan itu terasa melegakan
karena ada kesejatian yang memerdekakan
terima kasih
aku akhiri dengan bahagia

Tembalang, 14 Februari 2023 - kisah fiksi untuk Kompasiana dan KPB 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun