Semoga suatu saat nanti, kedai Hutan Cempaka kian membumi bukan hanya sebagai cerita menuangkan kopi dalam sebuah cangkir, tetapi juga menjadi jembatan antara kelestarian alam dan kesejahteraan warga
Cerita unik hadir dari hutan Cempaka, wisata alam Prigen, Pasuruan. Berada di ketinggian 850 mdpl lereng gunung Arjuna dan Ringgit, membawa dekapan sejuk yang menenangkan. Coba bayangkan, duduk santai di tengah rindang pepohonan, meneguk kopi hangat khas Cempaka, bersama deru angin yang segar. Hal yang cukup jadi alasan orang untuk datang.
Namun, kopi di hutan Cempaka bukan hanya cerita soal rasa dan suasana. Ada cerita lain yang menjadikan tempat ini istimewa. Alih-alih hanya sebagai tempat pelarian dari bisingnya kota, di balik secangkir kopi yang terhidang, nyatanya ada gagasan besar soal bisnis yang menyatu dengan kepedulian sosial dan lingkungan. Sociopreneurship, gagasan yang lahir bukan karena keuntungan semata, tetapi sebuah bumi yang menghidupkan harapan masyarakat sekitar.
Berangkat dari permasalahan sosial yang tak kunjung redam itulah. Sekelompok pegiat lingkungan tergerak untuk membangun Yayasan Cempaka (Cempaka Foundation) ini. Langkah kecil yang ternyata menumbuhkan dampak besar.
Mulai dari proses produksi, pengelolaan, hingga penyajian, agen lokal turut terlibat aktif. Keterlibatan warga itulah yang kemudian membuka gerbang tentang bagaimana siklus sociopreneurship bekerja di hutan Cempaka. Setiap cangkir kopi dan hidangan lainnya, terselip tangan-tangan masyarakat yang ikut berdaya. Bukan sekadar tempat swafoto, tapi ada nilai keberlanjutan yang tengah dianyam perlahan.
Mendengar penjelasan langsung dalam sekolah pendamping desa sociopreunership di hutan Cempaka, membuat kita takjub. Di mana prinsip-prinsip peduli lingkungan itu kemudian diterjemahkan dalam praktik sehari-hari, melalui pengelolaan lingkungan di kedai. Prinsip tersebut tak berhenti pada gagasan, tapi benar-benar diadopsi dalam praktik, melalui konsep bisnis yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Misalnya, kegiatan pengurangan sampah plastik. Terbukti nyata adanya, hutan milik perhutani ini bahkan sama sekali tidak berubah kontur tanahnya. Jikalau pun, masih menggunakan plastik, limbah tersebut lantas dipilah, dan botol plastik digunakan sebagai ecobrick. Sesederhana ampas kopi pun, dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Menarik, kan. Selama hutan dijaga, kopi tetap tumbuh dan kedai pun terus berjalan.
Bahan-bahan yang digunakan untuk keperluan kedai sebagian besar juga diperoleh dari hasil bumi daerah asli. Hingga sekitar 90% masyarakat lokal turut diberdayakan sebagai pekerja. Kerennya lagi, kopi yang bernama Jaya Lestari ini juga telah diekspor ke Jepang sebanyak 6 ton.
Bergeser pada design interior kedai ini, setalah di area modern dengan aroma biji sangrainya yang harum, di sisi lain hutan Cempaka. Berdiri teduh sebuah bangunan joglo yang seolah membawa kita kembali ke masa lampau. Konsep rumah joglo tidak hanya sekedar tempelan luarnya saja, melainkan benar benar dirancang untuk menghadirkan suasana khas jawa yang otentik.
Kehadiran rumah joglo di tengah hutan tentu mengundang rasa penasaran, membuat kita sibuk menebak-nebak apa yang ada di dalamnya. Begitu melangkah masuk, aroma masakan khas berpadu dengan wangi kayu, menghadirkan suasana hangat seolah berada di pedesaan. Menelusuri setiap sudutnya, tampak berbagai detail kecil yang membuat suasana semakin hidup, ada mesin ketik, lampu minyak yang menghiasi beberapa sudut ruangan, lukisan bernuansa tradisional yang mempercantik dinding, hingga kursi rotan yang melengkapi konsep rumah joglo tersebut.
Konsep rumah joglo menjadi sisi lain yang melengkapi pengalaman di Hutan Cempaka. Jika area modern mengajak kita menatap ke depan lewat sajian kopi yang mendunia, maka joglo justru mengingatkan agar kita tetap terikat pada akar budaya yang membumi. Keduanya berjalan beriringan, saling menguatkan pesan bahwa keberlanjutan tak hanya berbicara soal menjaga alam, tapi juga tentang merawat warisan yang membuat masyarakat tetap punya identitas.
Di tengah sejuknya udara lereng Arjuna dan Ringgit, menikmati secangkir kopi sambil menikmati sepiring sayur lodeh di rumah joglo terasa seperti menemukan rumah kedua. Hutan Cempaka tidak hanya mengajak kita berwisata atau sekadar bersantap, tetapi juga menuntun pada perjalanan tiada tara tentang cita rasa, alam, dan budaya dapat saling melengkapi. Di satu sisi ada kopi yang diracik dengan semangat mendunia, di sisi lain ada hidangan tradisional yang diolah penuh kehangatan. Keduanya lahir dari tangan-tangan yang sama, warga yang menjaga hutan sekaligus merawat identitasnya. Barangkali, di situlah letak keistimewaan Hutan Cempaka. Secangkir kopi atau semangkuk sayur, semuanya tersaji dengan cinta yang sama, demi bumi yang lestari dan masyarakat yang terus berdaya.
Melalui kegiatan yang kami ikuti bersama prodi Sosiologi UINSA, kami menyadari bahwa hutan Cempaka menyimpan lapisan makna yang jauh melampaui kesan awal. Di balik kedai kopi yang estetik, tersimpan komunitas budidaya yang terkelola dengan rapi. Mulai dari peternakan, kebun kopi, hingga kerajinan bambu semuanya dirawat dengan penuh dedikasi oleh warga sekitar.
Hutan Cempaka tidak hanya menjual kopi atau panorama, melainkan mewujudkan impian sebagai desa yang mandiri, masyarakat yang sejahtera, dan alam yang tetap lestari. Mereka memperlihatkan bagaimana kepedulian dan kolaborasi mampu merangkul semua unsur dari petani, pengrajin, hingga barista dalam ekosistem yang saling memberi manfaat.
Di balik kesederhanaannya yang sarat makna, hutan Cempaka memberi kami pelajaran bahwa sosiopreneurship bukanlah sekadar teori di ruang kelas, melainkan praktik nyata yang mengubah hidup. Tempat ini ibarat buku cerita yang hidup  setiap tegukan kopi dan setiap sajian adalah babak baru tentang harmoni antara manusia dan alam. Hutan Cempaka membuktikan, bisnis tak selalu berarti merusak ia justru dapat menjadi kekuatan yang menjaga, merawat, sekaligus memberdayakan.Â
ETR & mahasiswa sosiologi UINSA (kelompok 2)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI