Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Revisi UU KPK, Adu Domba Presiden Jokowi Lawan Rakyat, DPR dan Koruptor Bersorak

9 Februari 2016   11:26 Diperbarui: 9 Februari 2016   11:52 1367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla I Dok Ninoy N Karundeng"][/caption]Revisi UU KPK alias Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada intinya menyangkut 4 hal pokok. Namun keempat hal pokok itu sejatinya menjadi perdebatan karena kepentingan. Presiden Jokowi memiliki kepentingan dengan DPR. DPR memiliki kepentingan dengan keberadaan KPK. Rakyat memiliki kepentingan tentang keberadaan KPK dan harapan kepada Presiden Jokowi yang keduanya ditusuk oleh trisula berdarah-darah. Mari kita telaah tentang revisi UU KPK yang bisa menusuk Presiden Jokowi dan rakyat serta membuat DPR dan para koruptor bersorak dengan hati jauh dari riang gembira senang sentosa bahagia girang menari menyanyi jungkir balik menertawakan perang kepentingan yang tak pantas dipertontonkan karena membela kemungkaran bernegara selamanya senantiasa.

Presiden Jokowi, DPR serta KPK harus tahu dan paham bahwa publik telah membaca bahwa revisi UU KPK adalah upaya melemahkan KPK – yang sudah lemah karena personilnya lemah. Target utama dan pertama revisi UU KPK yakni (1) mengatur penyadapan dengan seizin Dewan Pengawas yang anggotanya dipilih oleh DPR, (2) menetapkan nilai korupsi di atas Rp 50 miliar, (3) jangka waktu korupsi yang boleh disidik dan ditindak tak lebih dari 2 tahun sejak terjadinya korupsi, (4) KPK diberi kewenangan untuk menerbitkan SP 3.

Sesunguhnya revisi UU KPK tidak mendesak. Presiden Jokowi harus mendengarkan rakyat dan Gerindra yang menjadi satu-satunya partai yang menentang revisi UU KPK. Presiden Jokowi harus peka bahwa revisi UU KPK adalah upaya DPR untuk menusuk Presiden Jokowi. Jika Presiden Jokowi gagal memahami revisi dan terjadinya revisi melemahkan KPK untuk empat poin di atas, maka Presiden Jokowi akan ditinggalkan oleh rakyat: itu tujuan para mafia dan koruptor.

Presiden Jokowi harus memerhatikan poin-poin perubahan yang diinginkan oleh DPR dengan seksama agar tidak terkecoh baik oleh informasi kalangan Istana maupun unsur DPR. Sikap diam kalangan Istana bekas anggota DPR seperti Pramono Anung dan Tjahjo Kumolo harus dilihat oleh Presiden Jokowi bahwa mereka adalah bekas politikus Senayan. Presiden Jokowi harus melihat orang seperti Teten Masduki dan Johan Budi dalam hal revisi UU KPK – bukan yang lain.

Untuk itu Presiden Jokowi harus secara cermat memerhatikan empat poin di bawah ini sebagai pertimbangan mengambil sikap terkait UU KPK. Kenapa? Revisi UU KPK ini sebenarnya adalah alat DPR untuk melemahkan dukungan rakyat terhadap Presiden Jokowi. Kenapa? Karena isu KPK adalah isu kunci yang sangat strategis. Isu KPK dan korupsi terbukti menjatuhkan pamor Demokrat menjadi partai tak laku. Pun isu korupsi oleh pentolan partai agama PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, telah menghancurkan partai agama PKS itu.

Poin (1) DPR merasa ketakutan karena penyadapan adalah senjata KPK untuk menangkap koruptor.  Fakta bahwa 95% pengungkapan korupsi melalui penyadapan. Karena penyadapan sebagai senjata utama OTT (operasi tangkap tangan), maka DPR menginginkan untuk membatasi waktu yakni 3 bulan sejak diberikan izin plus harus ada bukti permulaan jika KPK akan menyadap.

Tanpa kewenangan bebas menyadap, bukan hanya gagal menangkap koruptor, bahkan yang sudah disidik, koruptor keburu menghilangkan barang bukti dan diam karena adanya peringatan dari pengawas yang bocor. KPK keok. Pun DPR ketakutan disadap. Kenapa harus takut kalau tidak bersalah dan tidak korupsi?

(Presiden Jokowi jangan mau diberi janji bahwa badan-badan intelejen lain bisa dan masih boleh menyadap. Namun faktanya mereka bukan badan anti rasuah. Yang benar tetap memberi kewenangan kepada KPK bebas menyadap siapapun dan kapanpun tanpa harus minta izin Dewan Pengawas KPK.)

Poin (2) nilai korupsi di atas Rp 50 miliar artinya? Korupsi di bawah Rp 50 miliar diurus oleh Polri dan Kejaksaan Agung. Artinya? Fakta bahwa selama ini kasus korupsi yang diendus oleh KPK berkisar dari Rp 1 miliar (kasus Damayanti Wisnu Putranti, Andriyanto) sampai triliunan rupiah (M. Nazaruddin, Hadi Poernomo).

Jelas pembatasan ini bertujuan untuk melarikan diri para anggota DPR dari kemungkinan dicokok oleh KPK. Semakin tinggi korupsi akan semakin sulit ditangkap. Pembatasan ini memungkinkan para koruptor di bawah Rp 50 miliar kompromi dengan penegak hukum di luar KPK yang dianggap bisa diajak kompromi.

(Presiden Jokowi jangan mau mendengarkan bahwa KPK adalah lembaga Adhoc. Pembisik yang menyatakan bahwa selain KPK Polri dan Kejaksaan berwenang mengusut dan menguatkan kedua lembaga untuk menelisik korupsi. Presiden Jokowi harus sadar justru karena kedua lembaga itu dianggap lemah dalam pemberantasan korupsi, maka KPK masih dibutuhkan. Itu cara berpikir yang benar tidak keblinger.

Poin 3 bahwa hanya korupsi yang paling lama 2 tahun yang bisa disidik dan ditangani oleh KPK. Nah revisi ini menunjukkan bahwa para koruptor akan berusaha membuat kasus korupsi sebagai ajang pesta-pora. Tujuannya ketika masih menjadi pejabat publik melakukan korupsi, lalu ketika pensiun bebas dari kejaran KPK.

(Presiden Jokowi harus memahami akal-akalan para anggota DPR dan para mafia dan koruptor yang bekerja untuk merusak pembangunan yang dilakukan dan dicanangkan untuk kesejahteraan rakyat dengan memberantas korupsi oleh Presiden Jokowi.)

Poin 4 bahwa KPK diberi kewenangan untuk menerbitkan SP3 alias surat perintah penghentian penyidikan. Artinya, KPK akan gampang diintervensi oleh para mafia karena KPK juga manusia yang tidak 100% suci. Pun hak menerbitkan SP3  bisa menjadi alat tawar-menawar antara koruptor dan para pejabat KPK bahkan para makelar kasus.

(Presiden Jokowi harus memahami secara menyeluruh dari sisi buruknya. Alasan bahwa SP3 diperlukan untuk menjaga agar tidak terjadi salah pengadilan tidak tepat. KPK dengan tidak adanya SP3 justru akan sangat berhati-hati dalam melakukan penyidikan kasus korupsi.)

Nah, dari riwayat DPR yang menginginkan pengebirian dan pelemahan wewenang KPK, Presiden Jokowi menjadi orang di garda depan yang akan dimintai pertanggungjawaban, bukan DPR. Justru DPR memanfaatkan isu revisi UU KPK yang memang dikebiri untuk menghancurkan reputasi Presiden Jokowi. DPR alergi setengah mati karena sepak terjang KPK yang merambah panjang tanpa batas waktu.

Contohnya, kasus besar Fuad Amin yang membuat Abraham Samad terjungkal – padahal masih ada yang lebih besar yang belum diungkap. Betapa tidak menakutkan korupsi Fuad Amin merentang sejak 2010 dan sebelumnya sampai 2014 ketika ditangkap telah menyebabkan putaran uang korupsi sendiri yang terendus mencapai angka Rp 380 miliar berupa korupsi penempatan PNS dan penyisihan dana SKPD 10% selama menjabat.

Presiden Jokowi harus kembali menyadari pemahaman awal Presiden Jokowi bahwa sebenarnya revisi UU KPK memiliki target menurunkan kredibilitas Presiden Jokowi dan mengadu domba Presiden Jokowi dengan rakyat.

Rakyat dan pendukung Presiden Jokowi menunggu ketegasan Presiden Jokowi – yang telah berhasil melakukan konsolidasi politik – dan menolak kompromi demi ketenangan hubungan antara DPR yang lihai dan Presiden Jokowi yang membutuhkan ketenangan.

Kalau ketenangan politik dan politik tidak gaduh dengan bayaran (1) reputasi Presiden Jokowi hancur di mata rakyat karena berkompromi dan kalah dengan DPR dan melemahkan KPK, maka (2) pada gilirannya Presiden Jokowi akan dikelilingi oleh para koruptor yang bergentayangan bukan hanya di DPR namun dipastikan akan masuk ke Ring 1 Istana.

Contoh yang ditunggu oleh rakyat adalah ketegasan Presiden Jokowi untuk menolak kompromi dalam kasus Papa Minta Saham yang mencatut nama Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla yang melibatkan mafia migas dan Petral Muhammad Riza Chalid dan orang terkuat di Indonesia Setya Novanto.

Jadi, revisi UU KPK ini memiliki makna strategis bagi DPR yakni membenturkan Presiden Jokowi dengan rakyat. Revisi UU KPK ini adalah bentuk perlawanan DPR kepada Presiden Jokowi dan rakyat yang memertaruhkan posisi Presiden Jokowi yang diadu dengan rakyat. Itu kelicikan DPR. Namun, konsekuensi kegagalan menghentikan revisi UU KPK hanya akan menjatuhkan reputasi Presiden Jokowi.

Salam bahagia ala saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun