Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, Asrar Atma, dll. Buku solo 31 judul, antologi berbagai genre 201 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Layang Lelayu

12 Oktober 2025   23:33 Diperbarui: 13 Oktober 2025   00:32 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Almarhum suamiku dulu juga begitu," ujar Mbak Siti, tetangga yang ikut membantu. "Dokter bilang, kalau dioperasi, peluangnya hanya lima puluh lima puluh. Kalaupun selamat, bisa terjadi penurunan fungsi otak. Jadi, aku menolak operasi. Bukan cuma karena biaya, tapi juga karena banyak pertimbangan lain."

Rumah barat memang sudah dihibahkan untuk si bungsu yang kini tugas belajar di Amerika, sementara dijaga oleh pamong masa kecilnya. Aku dan suami tinggal di rumah timur, milik si sulung, berjarak sekitar enam kilometer.

"Oh, begitu ya, Mbak Siti?" sahutku.

"Iya, Mbak Nik. Lihat saja, tetangga sekitar banyak yang begitu! Selain suamiku, ada juga istri Mail --- yang stres itu, waktu hamil besar, meninggal karena hipertensi. Lalu Erna, anak sulung Bu Diran, sempat dioperasi kepala, tapi tetap pergi juga. Terbaru, Pak Margo, juga karena pembuluh darah pecah. Sudah dioperasi, tetap enggak selamat! Makanya, kalau ditawari operasi kepala, aku menolak. Ngeri! Mau operasi atau tidak, kalau waktunya berpulang, ya berpulang. Sama saja. Operasi enggak menjamin apa pun," tuturnya panjang.

"Iya juga. Kepala dibongkar belum tentu berhasil, malah keluar biaya besar," timpalku pelan. "Makanya harus rajin cek tensi, jangan disepelekan."

"Betul! Apalagi Erna itu kan diabetes. Penglihatannya sudah lama terganggu. Katanya ingin operasi biar sembuh, eh malah berpulang. 

Coba kalau enggak operasi, mungkin masih hidup meski tak bisa melihat." Mbak Siti menyeka sudut matanya dengan lengan kanan.

"Aku jadi ingat saudara temanku," ujarku lirih. "Operasi di Singapura, habis jual rumah dua miliar. Tiga tahun dirawat, tapi tetap duduk di kursi roda, tak bisa bicara."

"Tapi pasti bukan hipertensi, kan?" tanyanya.

"Bukan. Kakak temanku itu etnis Tionghoa, lumayan kaya sebelumnya. Tumor di dahi, jadi batok kepalanya dibuka. Operasi berhasil. Di luar negeri sih!"

"Nah, kalau hipertensi beda cerita! Kata dokter, peluangnya kecil. Orang kaya masih bisa berobat ke luar negeri, tapi kalau kita?" ia tersenyum getir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun