Sampai akhirnya aku membuat keputusan pahit: Nirankara harus tinggal jauh dari lingkungan lamanya. Pertama, ia kubawa ke rumah neneknya di Jawa Tengah. Aku berharap suasana desa bisa menjernihkan hatinya. Namun, hanya dua bulan ia bertahan. Tanpa izin, ia nekat kembali ke rumah. Pupus lagi harapanku.
Hingga suatu hari, keluarga suamiku dari Padang datang. Pak Wo, kakak suami, menawarkan diri.
"Nirankara, ikut Pak Wo ke Padang, ya. Nanti kamu bantu menebang pohon, bikin gula merah. Seru lho!"
Mata Nirankara berbinar. Ia memang suka petualangan. Dengan berat hati aku melepasnya. Tangisku tak henti. Namun, di sela doa, aku berbisik: "Ya Allah, jika ini yang terbaik, mudahkanlah jalannya. Jadikan anakku kuat, sehat, dan kelak sukses."
Hari-hari penuh rindu kulewati. Telepon menjadi pengobat sepi. Suatu kali Nirankara menelepon sambil tersenyum lewat video call.
"Ibu jangan khawatir. Niran di sini betah. Maafin Niran ya, Bu. Selama ini nyusahin Ibu. Niran janji mau jadi anak baik."
Tangisku pecah. "Ibu sayang kamu, Nirankara ...."
Di Padang, ia mulai belajar mengenal arti tanggung jawab. Setiap pagi ia membantu menyadap nira dari pohon aren, menimba air manis yang kemudian direbus menjadi gula merah. Tangannya yang dulu hanya tahu bermain kini menghitam oleh bara api tungku.Â
Peluhnya membasahi tubuh, tetapi matanya berbinar setiap kali memamerkan hasil kerjanya lewat video call. Di balik kesederhanaan itu, aku melihat sebuah perubahan: anakku belajar menjadi laki-laki sejati.
Setahun kemudian, Nirankara pulang dengan wajah lebih dewasa. Senyumnya lebih tenang, sikapnya lebih sopan. Aku memeluknya erat. Kini aku percaya, rencana Tuhan selalu lebih indah dari rencana manusia. Seperti nama yang kusematkan pada si kakak kedua dan adik bungsunya: Nandikara dan Nirankara. Keduanya menjadi pembawa kebahagiaan dan mujizat luar biasa.
Ternyata, kini kedua anak lelaki spesialku itu diterima sebagai pramusaji di sebuah gerai, kafe, sekaligus restoran yang mempekerjakan para pemuda dengan kondisi down syndrome. Mereka berdua berdiri gagah dengan seragam kerja, menyambut tamu dengan senyum tulus yang tak pernah luntur.