Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - pengangguran banyak acara

Ninik Sirtufi Rahayu, (Ni Ayu), gemar disapa Uti. Lahir 23 November di Tulungagung, domisili di Malang, Jawa Timur.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bukan Cuma Sekadar Curhat

1 April 2024   10:28 Diperbarui: 1 April 2024   10:54 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

(Masih terlintas dalam pelupuk mata dua orang siswi sebuah SMP swasta beberapa tahun lalu yang mengalami kecelakaan dan kehilangan nyawa di Klayatan Gang 3 karena bersepeda motor sambil berpayung! Keduanya tewas di TKP! Dan ... ternyata baru saja bisa mengendarai sepeda motor!)

Mengingat sisi psikis dan banyaknya kecelakaan di jalan raya karena pemakaian sepeda motor tersebut, ada baiknya jika pihak orang tua tidak begitu saja menyerahkan sepeda motor untuk putra-putrinya. Memang, orang tua supersibuk mencari nafkah. Dengan membiarkan anak bersepeda motor sendiri, tugas antar jemput sedikit ringan. Akan tetapi, tidak berarti bahwa anggapan orang tua tersebut dapat dibenarkan begitu saja. Kita harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.

Seyogyanya berkoordinasi dengan orang tua, sekolah tidak memberikan izin mengendarai sepeda motor secara pribadi bagi siswa yang belum ber-SIM. Sementara orang tua pun tidak mengizinkan putra-putrinya yang masih SMP bersepeda motor. Justru akan lebih baik jika putra-putri mereka diantar jemput. Selain mempererat hubungan batin antara orang tua dan anak, orang tua pun dapat melakukan pengawasan lebih baik kepada putra putrinya. 

Bukankah anak usia SMP masih labil? Bukankah dengan membawa sepeda motor kemungkinan membolos selalu ada? Siswa sangat berpeluang membolos karena mobilitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa membawa kendaraan roda dua tersebut. Oleh karena itu, orang tua harus berpikir dua kali jika terpaksa menyerahkan sepeda motornya untuk dibawa putra-putrinya.

Apakah kita mengajarkan kepada anak tidak mematuhi aturan kepemilikan SIM sehingga mereka dengan sinis mengejek kita, "Ah, ... semua bisa diatur! SIM kan bisa ditembak, to?"

Nah, bukankah hal ini merupakan bibit penentangan terhadap aturan yang berlaku di negeri ini? Guru (baca: orang tua) kencing berdiri, anak kencing berlari .... Kapan kita mengajarkan kepada anak dan siswa untuk peduli terhadap orang lain, peduli terhadap pengguna jalan yang lain, jika kita sendiri tidak peduli terhadap aturan lalu lintas yang satu ini?

Beruntung saat ini banyak ojol yang bisa kita manfaatkan sebagai sarana antar jemput putra putri kita, bahkan kita sendiri. Namun, tetap saja ... jangan pernah izinkan putra-putri yang belum memiliki SIM mengendarai sepeda motor, apalagi kendaraan roda empat, di jalan raya.

Mari kita ajarkan kepada putra-putri kita hal posistif dengan membudayakan tertib lalu lintas, tertib berkendara agar keselamatan pengendara dan pengguna jalan raya yang makin padat ini saling terjaga. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun