Mohon tunggu...
Hadhanatu Riaya
Hadhanatu Riaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa di Yogyakarta

Hi!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berlindung di Balik "Dari Rakyat, Untuk Rakyat, dan Oleh Rakyat"

24 Oktober 2021   20:41 Diperbarui: 24 Oktober 2021   20:50 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan Negara hukum yang berarti hukum merupakan kekuatan tertinggi dan berpengaruh besar di Indonesia. Hukum tertinggi tersebut diatur oleh Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasarnya. Selain itu, pemerintah menyusun Undang-Undang lain sebagai bentuk aturan khusus jalannya pemerintahan di Indonesia. Undang-Undang yang dibuat biasanya difokuskan untuk mewujudkan Negara menjadi lebih baik sekaligus menyejahterakan kehidupan rakyat di dalamnya. Oleh karena itu di dalam pemerintah Indonesia sering terjadi perubahan ataupun perkembangan Undang-Undang. Namun, hingga saat ini tidak semua Undang-Undang yang dirancang pemerintah selalu berimbas baik untuk rakyat. Ada beberapa Undang-Undang yang dinilai memberi kerugian bagi rakyat sehingga sering mengakibatkan demo, kekacauan, ataupun tuntutan dari rakyat.

Belum lama ini beberapa perubahan Undang-Undang yang dilakukan oleh Pemerintah benar-benar disambut buruk oleh rakyat. Pasalnya kebijakan baru yang dibuat dinilai merugikan rakyat bahkan pemerintah daerah setempat. Kebijakan tersebut berupa revisi perubahan di Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang sempat heboh beberapa waktu lalu.  Tercatat ada 30 usulan perubahan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019, yakni 23 usulan revisi bunyi pasal dan penghapusan 7 pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019. 

7 pasal yang dihapus tersebut merupakan pasal-pasal yang berbunyi "pemerintahan daerah yakni pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dapat mengatur dan mengelola sumber air". Sedangkan sebagian besar usulan revisi pasal membuat pemerintah daerah juga kehilangan kewenangannya dalam pengelolaan dan penggunaan sumber daya air di daerahnya. 

Dari sini dapat kita lihat bahwa Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini membatasi ruang gerak pemerintah daerah yang padahal pemerintah daerah lebih mengetahui bagaimana keadaan sumber daya alam dan manusia di daerah mereka masing-maisng. Beberapa tokoh terkait mengajukan uji materi UU SDA (Sumber Daya Air) ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini terdaftar dalam Perkara Nomor 73/PUU-XVII/2000. Pemohon mempermasalahkan keharusan pengelolaan sumber daya air hanya untuk BUMN yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya air. 

Padahal, dalam penjelasan umum UU SDA (Sumber Daya Air) menyatakan bahwa " Undang-Undang menyatakan secara tegas bahwa sumber daya air dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Untuk itu, Negara menjamin hak rakyat atas air guna memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungannya, dan terjangkau". 

Selain itu, putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 058-059-060/PUU-II/2004, Nomor 008/PUU-III/2005, dan Nomor 85/PUU-XI/2013, "Bahwa air tidak hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara langsung. Sumber daya yang terdapat pada air juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti pengairan untuk pertanian, pembangkit tenaga listrik, dan untuk keperluan industry. Pemanfaatan sumber daya air tersebut juga mempunyai andil yang penting bagi kemajuan kehidupan manusia, dan menjadi factor yang penting pula bagi manusia dan untuk dapat hidup secara layak. Ketersediaan akan kebutuhan makanan, satu caranya adalah melalui pemanfaatan sumber daya air".  Demikian UU SDA (Sumber Daya Air) yang digugat ke Mahmakah Konstitusi tersebut.

Dari hal tersebut dapat kita ambil point penting berupa perkembangan UU di dalam Negara seharusnya dinilai dari banyak sudut pandang. Mengenai hilangnya hak pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya air di daerah masing-masing seharusnya dapat ditinjau kembali dikarenakan pemerintah daerah lebih mengenal potensi sumber daya mereka masing-masing dan juga pemeirntah daerah akan selalu mematuhi aturan yang ditetapakan oleh pemerintah pusat sebagai struktur atasan dan bawahan. 

Selain itu, apabila pemerintah daerah tidak diberi wewenang untuk mengatur sumber daya air diwilayahnya maka akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan bagi orang-orang yang bekerja di sector yang berhubunngan dengan pariwisata air di beberapa wilayah seperti pantai dan waduk. Langkah alternative yang dapat diambil berupa pemerintah pusat cukup memberi fasilitas untuk setiap daerah berupa kebijakan yang mampu mewujudkan daerah menjadi lebih baik lagi sebagai kontrol pengawasan tanpa harus menghilangkan kewenangan pemerintah daerah setempat. Dengan begitu, aturan baru tetap dapat dijalankan sekaligus tidak menimbulkan perdebatan antara rakyat dengan pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun