Mohon tunggu...
Aninda WB
Aninda WB Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Resensi] Novel Pulang Karya Tere Liye

20 Desember 2015   08:29 Diperbarui: 4 April 2017   17:47 48692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembali pada Hakikat

Data Buku

  1. Judul buku : Pulang
  2. Penulis : Tere Liye
  3. Editor : Triana Rahmawati
  4. Penerbit : Republika Penerbit
  5. Tebal buku : iv + 400 hal. ; 13.5 x 20.5 cm
  6. Kota terbit : Jakarta
  7. Tahun terbit : November 2015 cetakan VIII

“Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibandingkan di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati mamak dibanding di matanya.”

Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.

***

Pulang. Satu kata yang biasa diartikan kembali pada tempat teakhir setelah merasa lelah, butuh tempat istirahat dan penenang jiwa setelah semua urusan telah selesai. Pulang juga biasa diartikan kembalinya diri pada tempat perlindungan yang lebih ketika diri mulai merasa tidak aman, butuh bantuan dan tempat istirahat yang nyaman.

Sama halnya dengan novel terbaru Tere Liye tahun ini, kembali pada tempat terakhir setelah merasa lelah, butuh tempat istirahat dan penenang jiwa setelah semua urusan telah selesai. Namun, kali ini bukanlah pulang dengan perjalanan seperti pada umumnya. Sebab pulang kali ini adalah petualangan yang sangat berkesan melewati pertarungan demi pertarungan, melalui kejutan demi kejutan.

Namanya Bujang, bocah berusia lima belas tahun yang sama dengan bocah-bocah seusianya. Lahir dan besar di kampung pedalaman Sumatra, atas didikkan keras dan lembut bapak-mamaknya. Bapaknya bernama Samad, seorang mantan jagal tersohor yang meninggalkan masa lalu hitamnya. Mamaknya sendiri bernama Midah, seorang keturunan pemuka agama. Bujang sama dengan bocah-bocah di kampungnya, senang bermain di hutan, berjahil dan selalu ingin tahu pembicaraan orang dewasai. Dididik membaca, berhitung, mengaji, azan dan sholat juga lain sebagainya. Namun satu hal yang membuat Bujang amat berbeda dengan bocah-bocah seusianya. Bujang tidak takut. Jika setiap manusia memiliki lima emosi, yaitu bahagia, sedih, takut, jijik, dan kemarahan. Bujang hanya memiliki empat emosi, Bujang tidak punya rasa takut.

 

Semuanya bermula saat Tauke Muda menginjakkan kakinya di tanah kelahiran Bujang. Tauke Muda datang dengan satu rombongannya, datang dari kota untuk melakukan perburuan besar-besaran. Mereka akan memburu babi hujan yang akhir-akhir ini berhasil meresahkan warga.

Sorenya, atas izin bapak dan mamaknya–yang sedikit tidak rela, Bujang ikut satu rombongan Tauke Muda ke hutan. Mereka akan melakukan perburuan besar-besaran yang sudah direncanakan jauh-jauh hari. Seperti pesan mamaknya, Bujang hanya boleh menonton perburuan di hutan, tidak diizinkan lebih seperti ikut melawan babi-babi hutan. Dengan membawa tompak dari kayu trembesi dengan ujung logam tajam yang dipinjamkan bapaknya, Bujang akhirnya berangkat. Mulai mendaki lereng, melewati jalanan setapak, menuju jantung rimba Sumatra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun