Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Bunglon

25 Maret 2024   22:25 Diperbarui: 1 April 2024   02:14 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bunglon atau kadal.(PIXABAY/sam_lg  via kompas.com)

Pagi ini desa Ambarejo digegerkan oleh sebuah konten media sosial tentang kecurangan yang dilakukan dalam pilkades dua hari lalu. 

Dalam tayangan itu diperlihatkan sebuah video kecurangan dari tim kemenangan salah satu pasangan balon kades yang sedang membagi-bagikan uang kepada warga. Entah siapa yang mengirim video tersebut karena akun memang baru dan tak dikenal.

Warga yang sedang duduk di warung kopi Mbak Genuk sedang ngobrol .

Baca juga: Renjana Lara

"Wah, piye Iki. Ini tak fair. Moso pakai acara bagi-bagi uang. Ini sudah menyalahi aturan. Pak Paimin ini harus dilikuidasi ini ," celetuk Amir sambil menunjuk video itu.

"Ya Ndak usahlah. Kan hasilnya juga Pak Paimin masih di bawah Mas Tarjo. Ben tidak usah diusik malah nanti jadi rame," ujar Le Gimin seraya menyeruput kopi hitam dengan nikmat.


"Ndak bisa, Le. Kan panitia Pilkades sudah membuat aturan yang jelas dan harus ditaati." Amir bersikeras pada pendiriannya. Aku melihat anak muda ini ngotot ingin melaporkan kecurangan itu.

"Yo wis to, Mir. Pak Paimin kan tidak menang. Coba kalau Pak Paimin kecewa dan meminta kembali angpao yang sudah diberikan kepada warga, piye? Pastinya uang itu sudah habis buat belanja," celetuk Mbak Genuk yang mungkin kebagian juga angpao itu.

"Amir! Pak Paimin mencarimu!" teriak Mas Ganung sambil terengah-engah. Rupanya dia berlari ke warung itu.

Baca juga: Cerpen "Mbatin"

"Ono opo nyari aku?" tanya Amir santer ,"jangan-jangan ..."

Dari ujung jalan Pak Paimin berjalan dengan beberapa TPN-nya.

"Amir aku mau ngomong sama kamu. Aku tidak rela kalau aku kalah sama si Tejo. Aku sudah keluar uang banyak buat serangan fajar agar aku menang. Sementara si Tejo, anak kemarin sore itu, menang tanpa bermodal apa-apa kecuali pinter ngomong. Mana pertanggungjawaban kamu," omel Pak Paimin tanpa tedeng aling-aling.

Aku yang sejak tadi diam seribu bahasa jadi ikutan ndelik ke arah Amir.

"Maksud Pak Paimin ini apa ya?" tanyaku menuntut penjelasan.

"Aku nyuruh dia untuk membagikan uang sehari sebelum Pilkades. Dia menjamin jika warga desa pasti akan nyoblos aku. Nyatane zonk. Aku kalah telak sama si Tejo." Pak Paimin melotot ke arah Amir.

"Terus video viral itu punya siapa?" Mbak Genuk bertanya seraya menunjukkan handphonenya.

Aku melihat wajah Pak Paimin bertambah merah. Mungkin dia marah bercampur malu karena perbuatannya menyebar di medsos.

"Amir!" Pak Paimin mengepalkan tangannya dan ingin menyerang Amir.

"Sabar, Pak. Tidak boleh main hakim sendiri." Aku menghalangi Pak Paimin yang akan menyerang Amir,"nanti ada yang menyebarkan lagi tindakan Bapak ini."

Pak Paimin berhenti sambil giginya bergemeletuk karena menahan geram. Wajahnya merah karena naik pitam apalagi setelah menonton tayangan itu. Kemudian Pak Paimin mengajak anak buahnya untuk pergi meskipun masih tersirat amarah di raut mukanya.

Aku memandangi Amir yang masih ketakutan di meja depan.

"Sebenarnya apa yang kamu lakukan, Mir? Pak Paimin sangat marah padamu ," tanyaku seraya memandang tajam Amir.

"Jujur, Mir! Biar kami paham masalahmu dan jelas alasan jika harus membela kowe," omel Mbak Genuk ikut-ikutan.

Amir terdiam sambil menunduk. Dia takut memandang wajah orang-orang yang berada di hadapannya dan menuntut penjelasan.

"Aku dimintai tolong untuk membagikan angpao kepada para penduduk dengan catatan mereka harus mau memilih Pak Paimin. Aku memberikan jaminan kepadanya." Amir bercerita dengan pelan.

"Wah! Pantesan Pak Paimin ngamuk karena kalah padahal dia sudah menghabiskan banyak uang." Le Gimin teriak sehingga mengejutkan semuanya," Salah sendiri main curang."

Orang-orang mesem mendengar ucapan Le Gimin bahkan ada yang terbahak menertawakan.

"Mengapa kamu tadi menyuruh untuk melaporkan Pak Paimin padahal kamu juga yang membagikan amplop-amplop itu?" tanyaku tajam.

"Aku cuma berusaha menolong para warga. Sekarang semua harga sedang mahal khususnya beras. Aku berharap mereka terbantu dengan uang itu paling tidak buat membeli lima liter beras. Masalah pilihan, aku kan tidak bisa melihat hati manusia. Sopo ngerti di depanku mereka mau memilih Pak Paimin. Kan nyoblosnya  siapa juga tak ada yang tahu."

Amir berkelit dengan gaya yang santai,"Lagi pula sebagai calon kades harusnya siap juga menerima kekalahan karena pilihan tetap hak veto warga sebagai pemilih."

Aku tercenung mendengar jawaban Amir. Apa yang disampaikannya benar juga sih. Anggap saja uang itu sebagai rejeki para warga. Kan bukan mereka yang mau. Aku memandangi Amir yang sedang cengar-cengir di hadapanku. 

Entah apa yang akan dilakukan oleh Pak Paimin kepadanya nanti.

Satu minggu kemudian, Amir sedang menemani Mas Tejo sedang blusukan ke persawahan yang sedang dilanda kemarau. Aku mendengar Amir menjadi asisten pribadi kepala desa yang baru. Benar- benar pintar...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun