Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suatu Hari di Bulan Agustus

10 Agustus 2023   23:35 Diperbarui: 11 Agustus 2023   08:26 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pin.it/2Km6I16

Arina tersenyum saat melihat apa yang dilakukan Aki Hamdan. Setiap bulan Agustus Aki Hamdan melakukan hal sama. Dia menghitung hari kemerdekaan itu dan usianya sekarang.

"Usiaku sekarang sudah 95 tahun ya, Neng?" tanya Aki Hamdan yang dijawab dengan anggukan kepala Arina.

Arina sering mendengar kisah hidup Aki Hamdan. Konon saat pembacaan proklamasi, Aki Hamdan berusia tujuh belas tahun dan sudah ikut berjuang di garis depan bersama para pemuda yang tergabung di dalam PETA yang berubah menjadi TKR sekitar bulan Oktober 1945. Aki Hamdan yang tergabung dalam TNI Angkatan darat itu ikut mengusir para tentara Belanda yang datang kembali paska pembacaan teks proklamasi di Pegangsaan Timur.

Aki Hamdan ikut juga menghadang tentara Gurka yang membonceng tentara sekutu ke Indonesia setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu di daerah Bojongkokosan Sukabumi. Kakinya pernah tertembak saat penghadangan itu. Banyak kawan- kawan seperjuangan yang gugur pada penghadangan itu. Ia juga mengikuti long march ketika ibu kota Jakarta berpindah ke Yogyakarta dan ikut perang gerilya bersama pasukan Siliwangi.

Buat Arina, Aki Hamdan adalah sosok pejuang yang patut diteladani oleh semua orang khususnya generasi muda. Namun, ada yang janggal di mata Arina tentang keberadaan Aki Hamdan di griya lansia ini.

"Aki tidak punya anak?" tanya Arina saat dirinya pertama kali bertugas di panti ini. Arina heran setiap hari Sabtu dan Minggu, Aki Hamdan tak pernah terlihat menerima tamu.

"Ada, Neng. Cuma mereka sibuk semua. Yang ke satu kerja di Amerika dan jarang pulang ke Indonesia. Anak kedua ada di Surabaya, dan yang bungsu kerja di Yogyakarta. Aki sudah punya sepuluh cucu, Neng. Mungkin mereka sudah besar- besar sekarang. Sejak sepuluh tahun lalu, Aki tak pernah bertemu mereka lagi," jawab Aki Hamdan sambil menunduk. Ada air mata yang mengalir di kedua pelupuk matanya yang keriput. Terlihat sekali ada kesedihan dan kerinduan di wajahnya.

"Aki rindu pada mereka, ya?" tanya Arina lagi. Aki Hamdan hanya tersenyum tipis dan tak menjawab. Matanya memandang foto keluarga yang tersimpan di bufet kamarnya.

"Aki tidak usah sedih, ya. Arina mau kok menjadi cucu Aki. Arina juga mau merawat Aki. Kalau Aki butuh apa- apa, tinggal kasih tahu Arina," hibur Arina sambil memegang tangan Aki Hamdan.

"Benar, Neng?" tanya Aki Hamdan sambil tersenyum. Kemudian Aki Hamdan memegang bahu Arina," Terima kasih, Neng."

Sejak saat itu Arina menjadi teman setia Aki Hamdan. Setiap hari Arina selalu mengajak Aki Hamdan dan beberapa penghuni lainnya untuk berjalan- jalan pagi atau senam lansia. Arina juga menjadi pendengar bagi kisah- kisah perjuangan Aki Hamdan. Arina hafal bagaimana Aki Hamdan melakukan penyergapan para tentara Belanda di daerahnya. Arina melihat semangat Aki Hamdan sangat tinggi meski usianya sudah tidak muda lagi. Dia selalu memotivasi para lansia lainnya untuk tetap semangat dan mau bergerak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun