Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Bawah Langit Salabintana

20 April 2022   00:39 Diperbarui: 20 April 2022   00:53 2627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Youtube.com

"Kamu jangan bicara begitu. Semangat! Anggap hidupmu seribu tahun lagi," ucapku menyemangati gadis yang sangat disayangi ini.

"Lebih baik akang mencari calon isteri yang lain saja. Akang tidak perlu menunggu aku. Aku ikhlas, jika akang akan taaruf dengan gadis yang sehat, bukan seperti saya penyakitan," ujar Arina.

"Cukup, ah. Omonganmu tidak mutu. Yang jelas aku memilihmu dengan segala kekuranganmu," ujarku meyakinkannya. Arina tertawa lepas mendengar ucapanku.

Dua minggu lalu aku dipanggil Ustaz Umar, ayah Arina.

"Rohman, Abi memanggilmu untuk membicarakan hal yang sangat penting, tentang Arina. Dokter memberitahukan bahwa kondisi Arina semakin memburuk. Dokter bilang usia Arina tidak lama lagi..." Ustaz Umar berbicara pelan seolah menahan luka yang sangat dalam di hatinya.

"Abi jangan berputus asa. Masalah umur itu kan rahasia Gusti Allah," hiburku menguatkan Ayah Arina ini.

Aku tahu berat baginya menanggung beban ini. Keikhlasan dan keridhoannya sedang diuji. Anak semata wayangnya harus menanggung beban dengan menderita penyakit yang berat.

"Abi hanya ingin meyakinkanmu apakah taaruf-mu ini akan terus berlanjut ke khitbah atau kamu akan mundur? Abi ikhlas jika kamu akan mundur. Tidak mungkin Abi membiarkanmu menikahi Arina yang sedang sakit ini," jelas Ustaz Umar seraya memandangku.

"Aku tidak akan mundur, Abi. Aku akan mengkhitbah Arina tiga hari lagi. Ayah dan Ibu sudah mengizinkan. Mereka akan datang ke sini besok untuk melamar Arina," jelasku.

Ustaz Umar memelukku dengan erat seraya menangis dan mengucapkan terima kasih.

Sekarang Arina sudah sepuluh hari menjadi pendamping hidupku. Selama itu pula Arina terlihat ceria. Pancaran kebahagiaan terlihat di wajahnya. Aku sangat bahagia meskipun Arina divonis tidak akan berumur panjang lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun