Mohon tunggu...
Antonina Suryantari
Antonina Suryantari Mohon Tunggu... Guru - Seorang pengajar Bahasa yang suka menulis

Saya adalah seorang pengajar bahasa yang sedang belajar menulis lebih banyak. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ekonomisasi Sampah dan Kelestarian Lingkungan, Belajar dari Anak-anak Mangunan

23 April 2018   14:42 Diperbarui: 23 April 2018   15:21 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga minggu yang lalu, saya mengikuti sarasehan yang diadakan oleh SD Mangunan Yogyakarta, sebuah sekolah dasar yang dirintis oleh rohaniwan dan budayawan, Y.B Mangunwijaya. Sarasehan ini wajib diikuti oleh orangtua wali murid siswa-siswi baru SD Mangunan. Ada salah satu hal yang sangat menarik dan berkaitan dengan lingkungan hidup yang saya bawa pulang sebagai bahan permenungan.

Dalam salah satu sesi tanya jawab dengan pihak yayasan dan pendidik, ada salah satu orangtua siswa yang bertanya apakah ada bank sampah di SD Mangunan sebagai bagian dari pendidikan lingkungan hidup. Pertanyaan tersebut dijawab dengan cerita menarik dari guru pendamping kelas yang belajar bersama anak-anak tentang lingkungan hidup. 

Rupanya anak-anak di SD Mangunan dibiasakan untuk berpikir kritis. Ada kegiatan refleksi setiap mereka selesai melakukan pembelajaran. 

Pada beberapa kegiatan refleksi setelah mengadakan kegiatan bank sampah, anak-anak berpendapat bahwa bank sampah itu membuat mereka mengada-adakan sampah. Dalam praktek bank sampah, jumlah tabungan hampir selalu menjadi tujuan utama dan ini mengakibatkan anak-anak merasa harus mengada-adakan sampah. Saya tersenyum. Anak-anak ini jeli sekali.

Bank sampah memang bagus untuk mengurangi jumlah sampah yang disia-siakan. Begitu juga sistem pembayaran dengan menggunakan sampah yang dilakukan di banyak tempat di Indonesia. 

Namun demikian, perlu juga menjadi bahan refleksi untuk kita semua, jika sampah menjadi sesuatu yang ekonomis, apakah kita lalu akan tetap begitu saja menggunakan benda-benda yang berpotensi menghasilkan sampah? Saat melihat pengoperasian bis umum bertiket botol plastik, saya bertanya-tanya, apakah praktek ini bisa mengurangi jumlah sampah plastik?.

Ataukah, praktik ini hanya mengurangi jumlah sampah plastik yang dibuang sembarangan? Apakah praktik ini justru menambah jumlah sampah plastik karena orang-orang yang tidak memiliki botol kemudian membeli minuman di jalan dan menghabiskan isinya demi untuk bisa naik kendaraan umum?

Kembali ke kisah dari SD Mangunan. Selain mengadakan bank sampah, mereka juga pernah mencoba membuat hasta karya dari plastik. Seorang anak bertanya, "Lha kalau kita mati, siapa yang akan mengurusi hasta karya kita? Sampah plastiknya akan tetap ada." Beberapa hal lain mereka coba untuk mengolah plastik sebelum akhirnya anak-anak dan para guru bersepakat untuk diet plastik.

Sayapun ikut mencoba diet plastik ini. Saya membawa sendiri tempat makan ke sebuah restoran ayam goreng waralaba. Tentu saja para pramusaji dan banyak pengunjung memandang saya dengan aneh.  Hari itu sangat panas. Di jalan menuju ke restoran waralaba, saya melihat banyak penjual es segala rupa. Saya berniat berhenti dan membeli segelas untuk dibawa pulang sebelum kemudian saya ingat bahwa saya sedang diet plastik.

Kalau saya membeli es dalam gelas plastik, maka si penjual akan memberi saya sedotan dan tas plastik juga untuk meminum es di dalam gelas dan membawa es tersebut pulang. Itu berarti ada tiga produk plastik yang akan menjadi sampah. Dalam satu hari itu, saya batal membeli beberapa barang karena komitmen saya untuk tidak memproduksi sampah plastik hari itu. 

Ketika hari berakhir, saya menghitung berapa banyak sampah plastik yang sudah saya hemat hari itu. Hasilnya membuat saya sedikit ngeri, satu gelas plastik, dua sedotan, beberapa tas belanja plastik, dua kantong kecil pembungkus saus. Kalau saya yang satu orang menghasilkan sekian banyak sampah, berapa banyak sampah yang dihasilkan oleh begitu banyak manusia di muka bumi ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun