Kita dapat melihat banyak penerapan kebijakan new normal oleh masyarakat menjadi tak tepat sasaran. Kedai kopi dan restoran hanya menjadikan aturan new normal sebagai pajangan dan branding hanya demi pelanggan tetap berdatangan.Â
Tempat pariwisata yang hanya memperketat pengawasan di pintu masuk saja. Kantor-kantor meningkatkan kembali jam kerja pegawai demi menggenjot produktivitas tanpa memedulikan protokol kesehatan yang seharusnya.Â
Selain itu, masih banyak fasilitas umum lain yang juga kesulitan mengurai keramaian masyarakat sesuai anjuran pemerintah. Poin-poin diatas menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan baru gagal terbentuk sempurna imbas dari kebijakan yang masih jauh dari kata "tepat sasaran".Â
Upaya-upaya konkret dari pemerintah dan masyarakat harus mulai dibenahi dari sekarang. Pemerintah wajib bekerja ekstra keras dalam membentuk pemahaman new normal ini dengan mengesampingkan segala macam intrik-intrik politiknya.Â
Upaya ini memang perlu proses, namun relasi pemerintah dan masyarakat harus dapat solid. Langkah tersebut dapat diawali dengan penetapan aturan baku yang menunjukkan satu arah tujuan bersifat universal dan dapat menjangkau berbagai sektor.Â
Sebab seperti yang disebutkan sebelumnya, aturan yang "sudah-sudah" cenderung saling tumpang-tindih. Kemudian, penegak hukum juga harus ikut mengambil peran dalam mengawal pelaksanaan kebijakan ini. Dengan kerja sama dan koordinasi antar lini pemerintahan dan masyarakat, kesadaran masyarakat dapat terbentuk.Â
Jika perbaikan menyeluruh memang dapat diwujudkan, new normal tentu saja menjadi solusi yang paling sesuai dengan kondisi saat ini. Lantaran kesuksesan kebijakan new normal ini sendiri sebenarnya bukan karena banyaknya aturan dan penegak hukum yang ada, akan tetapi karena kita semua mau untuk sadar dan mau untuk beradaptasi.Â
Pada akhirnya jika dijalankan dengan benar, new normal bukan hanya sebuah solusi, namun dapat menjadi gaya hidup baru yang lebih baik  dibandingkan cara hidup sebelum pandemi Covid-19 ini ada.