Mohon tunggu...
Nikmatul Istikhomah
Nikmatul Istikhomah Mohon Tunggu... -

Asli Trenggalek, kordinator APPEl (Aktivis Perempuan Peduli Lingkungan), RDCD Penataran MIC MITI, FIM 11, IYIL FSLDKN, ORBIT, Santika Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tantangan Pendidikan Geografi dalam Menumbuhkan Nasionalisme NKRI pada Siswa di Pegunungan Tengah Papua

6 Agustus 2015   18:44 Diperbarui: 6 Agustus 2015   18:49 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Daerah pendidikan di Papua sebagian besar berada pada garis terluar dan terpelosok. Wajar kalau pendi­dikan disana lebih cenderung ter­integrasi dengan kebudayaan adat setempat. Untuk itu, motode pembelajaran yang ada di Papua harus menitiberatkan pada konsep alam yang tersedia. Pendi­dikan harus diseleng­garakan dan disesuai­kan dengan konteks­tual parsial yang ada disana. Tidak boleh serta merta mengikuti atau menerapkan kurikulum pendidikan yang ada saat ini, apalagi mengaplikasikan kurikulum 2013. Fakta ini sesungguhnya sangat bertolak belakang dengan teoritis yang selama ini kita pahami bersama. Kurikulum yang mena­sional. Padahal, realitanya pemerintah terkesan “memaksa­kan” kuri­kulum baru tanpa terlebih dahulu mengevaluasi kualitas atau keunikan yang dimiliki setiap daerah yang ada di belahan bumi Indonesia. Seba­gai guru, tentu saja saya sangat mendu­kung setiap program dan kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah. Tapi, bijak­sana­nya perlu kematangan konsep, sistem dan kesesuaian program sebelum semua­nya itu digulir­kan secara nasional.

  1. Tantangan Sosial

Mengacu pada persoalan guru (tenaga pen­didik) yang tidak merata di seluruh wilayah Papua. Fakta me­nunjukkan bahwa 66 persen sekolah di daerah terpencil kekurangan guru. Sedang­kan secara nasional, 34 persen sekolah Indonesia masih kekura­ngan guru (Munif Chatib, dalam bukunya Gurunya Manusia, Hal XIV). Ini secara langsung menunjuk­kan bahwa ketersediaan guru-guru di daerah pedalaman sangatlah mepri­hatin­kan. Di Papua Pegunungan Tengah, misal­nya banyak sekolah-sekolah yang akhirnya “gulung tikar” akibat pasokan guru yang tidak ada. Padahal, ujung tombak pendidi­kan seharusnya berada di pundak para guru. Pertanyaan yang muncul lantas apa yang akan kita harapkan dalam pendidikan di daerah terpencil seperti Papua bila guru-gurunya saja tidak ter­sedia. Ringkasnya, mungkin­kah kita meraih pendidikan yang bermutu dan merata bila tenaga pendidik tidak terdistribusi dengan baik.

Majunya pendidikan dapat dilihat dari kehadiran guru-guru serta kualitasnya dalam melakukan kegiatan belajar menga­jar di dalam kelas. Kualitas pendidikan tidak lagi terpatok pada hebatnya sebuah kurikulum, tetapi bagaimana melahirkan guru-guru yang cakap, kreatif dan unggul. Logikanya, tidaklah mungkin seorang guru yang kurang kompeten mampu menerap­kan kurikulum yang bagus. Tetapi seba­liknya, sesulit apapun kurikulumnya, kalau guru-guru kita sudah cakap dan kompeten maka penerapannya bisa terealisasi dengan baik. Intinya, guru yang mesti dibekali terlebih dahulu.

Stigma negatif yang masih berkembang dalam persepsi masyarakat kita saat ini bahwa Papua sering diidentik­kan sebagai daerah konflik, primitif dan rawan dari berbagai penyakit. Dengan berbagai alasan ini tentu saja banyak orang yang akhirnya mengurungkan niat untuk mengabdi atau sekedar berkunjung. Stereo­tipe ini tampaknya sudah menjalar dan mengakar kuat dalam persepsi banyak orang. Tentu mengubah image ini tidak segam­pang membalikkan tangan. Semua pihak harus bersinergi, termasuk media, masyarakat dan pemerintah. Kalaupun kebenaran stigma ini ada, tapi bukan berarti kita menjadi “alergi” bahkan berberat hati untuk membangun pendidikan di Papua.

Peran Pendidikan Geografi dalam Menumbuhkan Rasa Nasionalisme NKRI

Maryani mengatakan ”..pengenalan berbagai informasi tempat tinggal umat manusia baik secara global ataupun nasional diperoleh melalui geografi. Cinta tanah air (nasionalisme), rasa persatuan dan kesatuan akan berkembang setelah siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai potensi dan masalah negaranya. ”Menurut pendapat tersebut bahwa pembelajaran geografi memberikan kontribusi yaitu pengetahuan dan pemahaman tentang potensi keadaan Indonesia baik secara nasional ataupun di dunia pada umumnya.

Pembelajaran dan pengajaran geografi berhubungan dengan kehidupan umat manusia dipermukaan bumi yang berupa kesatuan yang menyeluruh dengan kondisi alamnya. Seperti dikemukakan dalam lokakarya di Semarang (1988) bahwa “Geografi  adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan”. Pada konsep ini geosfer ditinjau dari sudut pandang keruangan dan kewilayahan yang menampakkan persamaan ataupun perbedaan yang tidak terlepas dari relasi keruangan dari unsur-unsur geografi yang membentuknya. Intrelasi dan integrasi keruangan gejala di permukaan bumi dari suatu wilayah ke wilayah lain selalu menunjukkan perbedaan. Hal ini dapat kita kaji sendiri bahwa ciri-ciri umum suatu wilayah dapat membedakan diri dari wilayah lainnya. Ciri umum yang merupakan hasil interelasi, interaksi dan integrasi unsur-unsur wilayah yang bersangkutan, merupakan obyek studi gegrafi yang komprehensif (Sumaatmadja, 1988: 33).

Dengan demikian ruang lingkup disiplin geografi memang sangat luas dan mendasar, seperti yang dikatakan Murphey (1966: 5), mencakup “aspek alamiah” dan “aspek insaniah”, yang kemudian aspek-aspek tersebut dituangkan dalam suatu ruang berdasarkan prinsip-prinsip penyebaran, dan kronologinya. Selanjutnya prinsip relasi ini diterapkan untuk menganalisa hubungan antara masyarakat manusia dengan alam lingkungannya, yang dapat mengungkapkan perbedaan arealnya serta persebaran dalam ruang. Akhirnya prinsip relasi, penyebaran, dan kronologinya pada kajian geografi ini dapat mengungkapkan karakteristik suatu wilayah yang berbeda dengan wilayah lainnya. Dengan demikian terungkaplah adanya region-region yang berbeda antara region satu dengan lainnya. Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa cakupan dan peranan geografi itu setidaknya memiliki empat hal, seperti yang dikemukakan dari hasil penelitian UNESCO (1965: 12-35), maupun Lounsbury (1975: 1-6), sebagai berikut:

  • Pertama, geografi sebagai suatu sintesis. Artinya pembahasan geografi itu pada hakikatnya dapat menjawab substansi pertanyaan-pertanyaan tentang; “what, where, when, why, dan how”. Proses studi semacam itu pada hakikatnya adalah suatu sintesis, karena yang menjadi pokok penelaahan mencakup: apanya yang akan ditelaah, di mana adanya, mengapa demikian, bilamana terjadinya, serta bagaimana melaksanakannya ?
  • Kedua, geografi sebagai suatu penelaahan gejala dan relasi keruangan. Dalam hal ini geografi berperan sebagai pisau analisis terhadap fenomena-fenomena baik alamiah maupun insaniah. Selain itu dalam geografi juga berperan sebagai suatu kajian yang menelaah tentang relasi, interaksi, bahkan interdependisinya satu aspek tertentu dengan lainnya .
  • Ketiga, geografi sebagai disiplin tataguna lahan. Di sini titik beratnya pada aspek pemanfaatan atau pendayagunaan ruang geografi yang harus makin ditingkatkan. Sebab, pertumbuhan penduduk yang begitu pesat dewasa ini, menuntut peningkatan sarana yang menunjangnya baik menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Perluasan sarana tersebut, seperti tempat pemukiman, jalan raya, bangunan publik, tempat rekreasi, dan sebagainya, semuanya membutuhkan perencanaan yang lebih cermat dan matang.
  • Keempat, geografi sebagai bidang ilmu penelitian. Hal ini dimaksudkan agar dua hal bisa tercapai, yaitu: kesatu; meningkatkan pelaksanaan penelitian ilmiah demi disiplin geogafi itu sendiri yang dinamis sesuai dengan kebutuhan pengembangan ilmu yang makin pesat. Oleh karena itu dalam tataran ini perlu dikembangkan lebih jauh tentang struktur ilmu (menyangkut fakta, konsep, generalisasi, dan teori) dari ilmu yang bersangkutan. Kedua, meningkatkan penelitian praktis untuk kepentingan kehidupan dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia umumnya.

Ruang lingkup pembelajaran geografi menurut Sumaatmadja (1997: 13). Sebagai berikut:

  1. Alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan manusia.
  2. Penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya.
  3. Interaksi keruangan umat manusia yang memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat dipermukaan bumi.
  4. Kesatuan regional yang merupakan perpaduan mata darat, perairan dan udara diatasnya.

Dengan belajar geografi siswa diharapkan bisa mengenal kondisi dan potensi sumberdaya alam yang di wilayahnya dari hasil pembelajaran. Dengan demikian maka seharusnya mereka sudah mempunyai landasan konsep tentang keberagaman NKRI yang harus dipahami sebagai kekhasan dalam konteks keruangan sebagai wilayah suatu negara, yang mana didalamnya dihuni oleh penduduk yang pluralisti dan sumberdaya alam yang melimpah.

Karakteristik pembelajaran geografi yang interdisipliner dalam konteks keruangan dapat melatih pola berpikir kompleks dalam memandang keberagaman di dalam wilayah NKRI. Pandangan yang menyeluruh dalam pola piker setiap siswa akan memberikan dasar persepsi yang sama tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penanaman persepsi yang sama diharapkan dapat membawa bangsa menuju kesepahaman dalam mewujudkan cita-cita nasional. Suatu persepsi atau pandangan yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan bersama akan merugikan kesatuan, kebersamaan, dan keserasian bangsa yang bisa menimbulkan gejolak sosial yang merugikan bangsa secara keseluruhan sehingga dapat menimbulkan disintegrasi bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun