Mohon tunggu...
Nikmat Jujur
Nikmat Jujur Mohon Tunggu... Hanya Selingan

Anak jalanan tak pernah ngecap Pendidikan.... masih belajar nulis.... sekalipun banyak Cercaan mungkinnya ... tapi aku pingin nulis selalu.... tanpa ragu.... Putera Timur Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lemahnya Komitmen Berbangsa Penyebab Rendahnya Kualitas Budaya Berpolitik

10 Februari 2014   01:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:59 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menjelang Pileg dan Pilpres mungkin saja banyak dari kita selaku elemen bangsa, baik pribadi maupun kelompok terutama partai politik entah besar-kecil, lama maupun baru, terlihat begitu agresif serta sibuk merancang, merencanakan, membangun, menerapkan konsep yang sekiranya dianggap akurat bagi masing-masing sebagai alternatif terbaik, terandal serta termanjur merebut peluang di ajang pesta politik beberapa bulan mendatang. Memang hal tersebut tak dapat disangkali adalah merupakan tuntutan sekaligus kebutuhan dari agenda rutin 5 tahunan.

Memperhatikan aneka pernak-pernik dan gelagat perpolitikan menjelang Pileg dan Pilpres saat ini, terbilang sudah bahwa wajah perpolitikan negara kita cenderung menampakkan ketidaksehatan ketimbang sehatnya. Mengapa demikian karena pada kenyataannya tiap oknum yang terlibat langsung dalam perpolitikan Negara saat ini, cenderung terjadi ada semacam  kondisi yang boleh kata “belum paham akan maksud dan tujuan dirinya berpolitik dengan baik dan benar, langsung saja memberanikan diri untuk ikut serta di dalamnya sehingga akibatnya  motiv keterlibatannya di parpol adalah jelek. Sehingga yang terlihat bahwa yang seharusnya sebelum terlibat dalam kepartaian setiap kader/anggota memiliki semacam acuan dasar untuk melangkahnya mereka, yang boleh  kata hal tersebut dapat mereka jadikan model dalam berpolitik nantinya. Namun apa kenyataannya, justru yang terjadi malah hal demikian  mereka kesampingkan begitu saja. Keaadan seperti ini mengapa ditemui, jawabannya hanyalah sebagai akibat dari telah terkontaminasinya wawasan kebangsaan dan kepartaian mereka, oleh faktor ekstern yang sifatnya mengarah pada upaya tindakan memecah belah semangat kebangsaan dibawa panji Pancasila.

Sebagai bukti  jika diperhatikan bahwa mungkinnya ada beberapa partai politik peserta pemilu kali ini, yang boleh kata termasuk dalam daftar partai banyak  mendapat kecaman dan hujatan masyarakat, akibat kesalahan partai dan kadernya dalam melabuhkan visi dan misi yang selaras dengan semangat kebangsaan yang seharusnya. Yang jadi pertanyaan mungkinnya, adalah “mana sih semangat memperjuangkan Pancasila dengan Bhinneka Tunggal Ika-nya dan sebaliknya mana sih semangat memperjuangkan Bhinneka Tunggal Ika melalui semangat Pancasila”. Bahkan kalau boleh lebih ekstrem lagi bisa jadi bahan pertanyaan sekaligus perenungan bersama adalah “apakah mungkin kalangan politikus/kader partai kita sekarang ini, kurang/tidak menjiwai dan memahami serta memandang Pancasila sebagai falsafah bangsa”. Jika demikian yang kita temui, apakah bukannya tindakan tidak mengakui dan merubah haluan semangat kebangsaan melalui Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika bukankah sama dengan upaya merombak Negara ini secara perlahan? Hal inilah patut direnungi semua secara bersama, sehingga kelak para kader partai/politikus kita belakangan ini, jangan sampai seloroh dan seenaknya begitu saja, akibat tidak memilikinya wawasan kebangsaan, sehingga meraka harus menganggap Pancasila dengan Bhinneka Tunggal Ika-nya hanya sekedar atau tak lebih dari sebuah gambar dan slogan semata.

Seluruh rangkaian aktifitas kepartaian menjelang Pileg dan Pilpres saat ini mungkinnya dapat disepakati bersama, sebagai sesuatu hal yang wajar dan sah-sah saja untuk periode 5 tahunan. Akan tetapi jadi pertanyaan di baliknya adalah “apakah semua itu berjalan dan bergulir seirama, selaras, serasi dengan amanat dan semangat utama bangsa seperti tercermin, termaktub dan tersirat dalam kompas bangsa yakni Pancasila dan UUD 1945 apa belum? Hal ini yang sebenarnya masih patut ditelusuri dan dicermati oleh seluruh komponen bangsa ini secara bersama-sama. Sehingga eksistensi Negara dan kedaulatan rakyat di negeri ini janganlah bagai oleh Parpol dianggap sebagai “kerbau congar” alias nurut-nurut saja, di bawah ke jurang juga ya “OK”….sehingga nasib Negara dan bangsa ini bisa saja bagai “BUTIRAN DEBU” yang dilantungkan “RUMOR” yakni “aku terjatuh dan tak pernah bangkit lagi”, sebab yang pasti telah terbukti pemimpin demi pemimpin Negara dari berbagai partai politik selama ini, legislatif demi legislatif dari berbagai Parpol pun selama ini yang terus berganti dari tahun 1945 hingga sekarang, apa bukti keberhasilan mereka dalam mengupayakan adanya perubahan wajah bangsa ini. Yang terlihat hingga kini jelaslah bahwa hasilkerja mereka selama ini justru membuat bangsa ini semakin kehilangan arah dan tertinggal dari Negara-negara lain yang dalam tanda kutip misalnya baru kemarin-kemarin merdeka tapi sudah bisa jauh pesat perkembangannya. Sekalipun mungkin Negara baru tersebut kurang punya potensi Sumber daya, baik sumber daya alam maupun manusia. Lantas jika kita terus bertanya “mana bukti dari janji-janji manis semasa kampanye mereka? Apakah mungkin janji-janji tersebut tak dapat di buktikan akibat terkandas di saat kampanye mereka karena terlalu banyak yang dijanjikan” benar-benar memprihatinkan kondisi bangsa ini jika kita kaji dalam nuansa perpolitikan di tanah air.

Negara kita sebenarnya hebat, kaya akan sumber daya, dari sektor migas sekian-sekian, sektor jasa sekian-sekian sebenarnya begini dan begitu, sektor parawisata sekian-sekian sebenarnya begini dan begitu, jumlah penduduk kita adalah asset berharga bangsa kita dengan jumlah penduduk yang demikian kita akan begini dan begitu, pendapatan Negara dari sektor pajak yang sekian-sekian akan kita uasahakan dan manfaatkan begini dan begitu agar begini dan begitu, kekayaan budaya yang beraneka ragam tersebar di seluruh penjuru tanah air akan kita berdayakan untuk begini dan di usahakan agar begini dan begitu, korupsi di Negara kita begini dan begitu kalau kita bisa menyelesaikannya maka kita akan begini dan begitu, dan lain-lain sebagainya. Demikian mungkinnya kalimat-kalimat madu penakluk hati nurani rakyat saat kampanye berbagai Parpol, selanjutnya rakyat semacam terhipnotis, lantas langsung mudah terlena dengan tampil para Jurkam, Caleg, Capres dan Cawapres yang begitu menggebu-gebu dan percaya diri saat kampanye meraka. Tapi jika mau dilihat rakyat tak bisa disalahkan, yang disalahkan adalah pemerintah kita dan juga partai politik yang cumin sekedar partai tapi takpunya visi dan misi mulia dan jelas serta terarah berkomitmen untuk membangun bangsa ini ke arah yang lebih baik. Sehingga boleh di bilang “rakyat tak sadar diri dan caleg dan Capres atau cawapres tak tau diri” akhirnya Ujung-ujungnya rakyat yang terpesona dengan kalimat tersebut hanya bisa bagai “kerbau congar” akibat rakyat menganggap yang menyampaikan adalah yang paling hebat, paling paham mengatur kehidupan Negara ini, seperti para Capres, Cawapres, Caleg, Jurkam partai. Padahal jika diperhatikan enaknya bibir mulut sebelah atas dan bawah mereka bergerak doank, mengucap kalimat “madu” yang bisa jadi hanya sekedar strategi politik Capres, Cawapres, Caleg serta Parpol untuk memadui rakyat (antara kata tindakan tidak akan sejalan alias “manis di bibir memutar kata malah kau tuduh akulah penyebab segalanya”) .

Lihai dan cerdiknya para kader atau aktivis partai saat ini, jika diperhatikan bahkan ada sampai-harus jadi menteri gubernur dan lain sebagainya. Hal seperti ini jika dicermati sebenarnya bisa kita katakan adanya kebablasan dalam otoritas pemerintahan Negara kita saat ini, yang mana ulah pencampur adukan konsep politik dalam pemerintahan menyebabkan Negara ini seakan sementara diarahkan pada kebijakan dan implementasi kebijakan yang tak tahu dari mana datangnya dan mau kemana nanti arahnya. Akibat ulah dan tingkah perpolitikan tersebut yakni dengan lebih merapat dan mengintervensi urusan pemerintahan di Negara dan bangsa ini akibatnya ada semacam usaha Negara untuk membuat kondisi “masuk jurang tambah gas”. Mengapa demikian karena jika diperhatikan, ketika intervensi politik berlebih ke kubu pemerintahan akibat guliran setan Reformasi yang digagas dengan pikiran politikus kotor penuh nuansa keserakahan hingga pada akhirnya yang dipanen adalah buah-buah kotor dan keji pula, membuat hingga kini Negara semakin terpuruk dan tak berdaya.

Yang menarik lagi, jika diperhatikan pula terkait pola perekrutan kader partai saat ini, terlihat bahwa bagi parpol sekarang ini yang penting punya massa, pandai bicara untuk ungkapkan kalimat-kalimat “madu” yang di setting partai kepada masyarakat berarti “OK” partai katakan, boleh  kita rekrut dan kita percayakan yang bersangkutan jadi caleg, jadi Capres ataupun Cawapres. Lantas jika demikian mau di kemanakan sih Negara ini. Mau di jurangkan yach? Aneh memang Republik kita ini. Belum lagi tahu wawasan kebangsaan yang bersangkutan kayak apa, pengetahuan yang bersangkutan tentang P4 kayak apa langsung saja diakomodir untuk turut serta dalam memperjuangkan nasib partai apa ini benar? Makanya tidaklah mengherankan, kalau partai sekarang ini banyak yang harus terlibat kasus yang tak seharusnya dan juga sarat menerima hujatan rakyat, seperti ungkapan : “partai tak berkualitas ataupun partai asal nama partai saja tapi tak jelas”. Belumlagi ada yang menjadikan partai milik keluarga bukan milik warga bangsa atau boleh bilang partai didirikan untuk menyokong kehidupan keluarga dan kerabat serta kkonco-konconya. Lantas apakah hal seperti ini tidak memalukan dan merusakkan citra perpolitikan di tanah air. Belum-belum setelah sudah semua terjadi, terlihat bahwa partai-partai yang demikian cenderung semacam partai ikut-ikutan meramaikan Pemilu doank biar ramai partai politik padahal bukannya banyak partai banyak masalah, banyak partai banyak penyimpangan dan merugikan kas Negara apalagi ada dana taktis untuk tiap partai. Lantas jika ada 100 partai bukannya kerugian buat Negara. Ini memang sebuah kebijakan yang benar-benar membuat Negara semakin terperosok saja, karena yang terlihat Negara dalam keadaan kehilangan arah dan kendali saat ini. Sehingga semua disetir oleh parpol kemana saja mau. Dengan alas an dari Parpol kami adalah utusan dan kepanjangan tangan rakyat, apakah hal ini bukannya hal yang edan adanya? Memang Negara ini makin lama makin mempertontonkan ketidakkualitasannya kepada rakyatnya sendiri saat ini. Sehingga jangan kaget kalau rakyat kurang percaya partai politik tapi lebih percaya siap sih pribadi yang di dalamnya dan jika tidak ada yang berkenan di atinya cenderung GOLPUT.

Jika diperhatikan kembali pada pengalaman masa lalu dalam soal kepartaian, hal-hal seperti tersebutkan di atas tidak pernah terjadi mungkinnya. Akan tetapi di era sekarang ini hal tersebut sudah dianggap hal yang wajar dan biasa-biasa saja dan juga dianggap biasa saja kok. Kalau kita bersama ingat di era sebelum tahun 90-an, para kader partai saat itu sebelum menjadi aktor Parpol saat itu, minimal mereka telah memiliki sertifikat Santiaji  (pembekalan/masa orientasi) partai. Yang mana kala itu semua sistem Santiaji  Partai, untuk partai apapun saat itu, boleh kata yang merupakan muatan inti adalah P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila) dan wawasan kebangsaanyang diakomodir oleh pemerintah di bawah BP7 saat itu. Selanjutnya setelah berhasil memperoleh sertifikat khusus tersebut, barulah dari sertifikat tersebutlah yang bakal dijadikan acuan partai dalam mekanisme pengkaderan dalam partai, jika saja ingin partai tersebut ingin mengkaderkan seseorang ke jenjang yang lebih tinggi dalam partai. Jika tanpa syarat sertifikat tersebut maka tak mungkin kader bersangkutan dalam suatu partai dapat meningkat jenjang kaderisasinya. Mengapa demikian karena pada dasarnya kebijakan pemerintah kala itu adalah bahwa kader suatu Parpol haruslah memiliki pengetahuan memadai tentang P4 dan berwawasan kebangsaan. Hal seperti itu dibijaki Negara kala itu, dengan tujuan  agar setiap kader Parpol saat itu, dalam setiap aktivitasnya harus lebih mengedepankan semangat kebangsaan ketimbang semangat kepartaian karena partai pada saat itu hanya merupakan sarana dan wadah penyalur dan aspirasi rakyat murni bukan yang lainnya seperti sekarang ini.

Jika demikian kondisi yang kita amati saat ini, lantas bagaimana sih rakyat bisa menilai kondisi legitimasi partai, dan eksistensi dari para Caleg, maupun Capres dan Cawapres pada saat ini. Bukankah mereka-mereka dan Parpolnya boleh kata “masih diragukan Nasionalme dan kebangsaannya?” Akibat punya latarbelakang kebangsaan yang kurang, karena yang tepat mungkinnya sebelum seorang aktor Parpol bisa eksis dalam setiap aktivitas kepertaiannya, minimal mereka harus  punya pengetahuan khusus tentang Pancasila dan UUD 1945 dan wawasan kebangsaan yang memadai dan menunjang sehingga tidak asal-asalan saja menjadi wakil rakyat.

Mengingat akan hal tersebut maka mungkin jika saja rakyat kita saat ini, berani membuka mulut dengan bertanya kepada para kader partai sekarang ini, terutama terkait “sejauhmana jiwa patriotisme, dan bukti jiwa patriotisme seperti apa yang telah mereka tunjukkan selama ini di kehidupan sosial kemasyarakatan, ditambah lagi seberapa besar tingkat pemahaman dan penjiwaan yang bersangkutan terhadap Pancasila dan UUD 1945 dan kapan yang bersangkutan mengikuti pembinaan khusus tentang Pancasila dan UUD 1945 serta sejauh ini kinerja positif yang bersangkutan yang menonjol di lingkup sosial bernegara selama ini”. Yakinlah bahwa pastilah banyak di antara mereka para kader partai baik itu Caleg maupun Capres dan Cawapres saat ini tidak masuk dalam nominasi atau terkategori patut dan layak.

Lucu memang pemerintah Negara kita saat ini, mengapa demikian karena kenyataannya selama ini sudah salah melangkah, akan tapi terus-terus melanjutkannya padahal jika saja humor kecil yang telah disampaikan sebelumnya kita kemukakan,  maka bisa jadi mereka semua yang terlibat menjadi aktor kepartaian, bakal jadi bahan lelucon bersama rakyat. Mengapa demikian Karena kenyataan yang dijumpai sekarang ini, yang sering digunakan semua partai semasa kampanye untuk menjadi presiden, caleg dan lain sebagainya di Republik ini, melalui kampanye-kampanyenya baik langsung maupun tidak. Boleh kata bagai isapan jempol atau syair nina bobo yang sering di nyanyikan seorang ibu dan bapak untuk membobokan bayinya.

Akhirnya boleh digaris bawahi bahwa Lemahnya komitmen berbangsa penyebab rendahnya kualitas budaya berpolitik di tanah air. Selain dari itu kesalahan besar yang telah terbangun dari awal bergulirnya setan reformasi cukup mempengaruhi Kualitas budaya perpolitikan di Negara ini hingga sekarang adalah murni kesalahan komitmen memperjuangkan nilai-nilai dan semangat kebangsaaan pemerintahan kita. Berakibat kondisi kebijakan dan aktivitas perpolitikan di Negara saat ini ibarat  hilang arah dan membuat Negara semakin terpuruk akibat seronok partai membuat ada semacam kondisi Negara di setir Parpol bukan pemerintah sehingga yang terjadi ada semacam konsep “masuk jurang tambah gas” sudah tahu salah tapi jalan terus. Belum lagi ada budaya jelek semacam janji dan omong-omong kosong partai yang tertuang dalam janji-janji madu Kampanye, yang mampu menghipno rakyat saat kampanye baik Capres, Cawapres maupun Caleg terbukti semua  tak mampu dibuktikan dengan baik sesuai harapan rakyat. Sehingga bagi rakyat di saat ini kualitas seorang pemimpin Negara atau Caleg adalah semuanya tak berkualitas atau asal nama dan simbol semata. Sehingga kalau boleh kepada pemerintahan saat ini, kalau bisa tolong kembalikanlah Negara ini, pada kondisi yang diharapkan sesuai amanat konstitusi, agar Negara ini senantiasa ada  dalam satu tujuan, satu jiwa, satu tekad dan satu semangat yang sama yakni semangat untuk tetap setia bergandengan tangan bergerak maju bersama atas dasar tujuan yang telah tergaris sejak awal pendirian bangsa ini, yang juga merupakan cita-cita bangsa ini yaitu : melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

“Modal utama tercapainya perubahan ke arah kesempurnaan

adalah

komitmen tinggi dalam menjalankan amanat positif konstruktif”

Goresan Poetra Timoer Nusantara, 10 Februari 2014

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun