Mohon tunggu...
niken nawang sari
niken nawang sari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga. Kadang nulis juga di www.nickenblackcat.com

Ibu Rumah Tangga yang suka jalan-jalan ke bangunan kolonial, suka menulis hal berbau sejarah, dan suka di demo 2 ekor kucing. Blog pribadi www.nickenblackcat.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Culture Shock Saat Pindah ke Cikarang

11 Januari 2022   12:13 Diperbarui: 11 Januari 2022   14:47 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Cikarang-Cibarusah. Dok : Pikiran Rakyat


"Omah nang Bandung kae wae wis pelosok, tapi isih iso mlaku tekan dalan gedhe nggo numpak angkot. Nang kene luwih mblasuk meneh Bu", jawabku saat ibu menanyakan letak tempat tinggalku di Cikarang. 

(Rumah di Bandung aja sudah di pelosok, tapi masih bisa jalan kaki ke jalan besar untuk naik angkot. Disini lebih pelosok lagi Bu)


Cuaca Panas dan Berdebu


Sebagai daerah industri, cuaca panas di planet Cikarang emang bukan hal baru lagi. Waktu pertama kali tinggal disini, aku lebih sering mandi karena cuaca terasa sangat panas. Tapi untungnya aku nggak sampai mengalami mimisan seperti waktu kecil. 

Dulu aku pernah mengalami mimisan parah ketika tinggal di Jogja karena suhu rata-rata lebih panas daripada di Bandung. Beruntung sekali sekarang nggak mimisan.


Selain cuaca panas, disini juga banyak debu beterbangan yang bikin upilan. Serius! Disini aku jadi lebih sering upilan. Jadi kalau keluar rumah selalu pakai masker.


Cikarang Lebih Mirip Jakarta


Mungkin karena letaknya lebih dekat dengan Jakarta, tinggal di Cikarang terasa lebih mirip dengan Jakarta. Di Cikarang juga banyak banget pendatang kayak Jakarta. 

Belum lagi permasalahan klasik kota besar pada umumnya seperti kemacetan yang udah jadi makanan sehari-hari. Wis lah banyak-banyak sabar aja kalau tinggal disini.


Tidak Banyak yang Pakai Bahasa Sunda


Bahasa Sunda bukan jadi masalah buat aku, karena kalau sekedar bicara sehari-hari aku masih mengingatnya. Tapi disini tidak banyak yang pakai bahasa sunda dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin hal ini karena sudah banyak pendatang yang membawa bahasa mereka masing-masing.


Pernah suatu saat aku memanggil penjual peuyeum di depan rumah. Karena biasanya yang jualan peuyeum ini orang sunda, aku coba gunakan bahasa sunda sebaik mungkin. Disini mamang peuyeum justru kaget karena bahasa sundaku terlihat lebih halus daripada yang dia gunakan. 

Setelah aku cerita bahwa aku pernah tinggal di Bandung, Mamang Peyeum berkomentar,"oh pantes atuh sundana oge alus, beda jeung didieu. Lamun didieu mah lewih kasar". 

(Oh pantes bahasa sundanya halus, beda sama disini. Kalau disini sundanya lebih kasar)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun