Mohon tunggu...
Nickolaus Matthew
Nickolaus Matthew Mohon Tunggu... Pelajar

Seorang pelajar yang sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saatnya Bangsa Ini Berbenah

19 September 2025   22:15 Diperbarui: 19 September 2025   22:15 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena sederhana sering kali menyimpan makna yang lebih besar. Ulat bulu, pagar laut ilegal, hingga sumpah jabatan anggota DPR, sekilas tampak tidak berhubungan. Namun ketika dicermati, ketiganya menghadirkan gambaran tentang wajah bangsa ini, yaitu mudah dilanda ketakutan, lemah dalam penegakan hukum, dan kehilangan keteladanan dari para pemimpin.

Dalam artikel Fobia Ulat Bulu di Republik Hantu, F. Rahardi mengingatkan kita bahwa ketakutan berlebihan pada sesuatu yang sebenarnya tidak berbahaya hanya akan merugikan masyarakat sendiri. Fobia massal adalah cerminan dari rapuhnya kemampuan bangsa dalam berpikir jernih, apalagi ketika rasa takut itu dipelihara dan diwariskan. Sama halnya dalam kehidupan sosial-politik, bangsa ini sering terjebak dalam ketakutan yang dibesar-besarkan, padahal masalah sebenarnya justru terabaikan.

Editorial Sandiwara Pengusutan Pagar Laut Ilegal menegaskan kelemahan pemerintah dalam menuntaskan kasus yang nyata merugikan publik. Pagar laut di Banten bukan sekadar deretan bambu, tetapi simbol dari tarik-menarik kepentingan segelintir elite yang mengorbankan masyarakat luas. Penanganan kasus yang lambat dan penuh ketidakjelasan hanya memperkuat ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Ketika hukum menjadi sandiwara, rakyat melihat bahwa negara mudah sekali kalah oleh kepentingan pengusaha besar.

Lebih jauh lagi, Budiman Tanuredjo melalui Ketika Etika dan Sumpah Menjadi Teks Mati menyinggung hal mendasar tentang hilangnya keteladanan. Para pemimpin lupa pada sumpah dan etika yang pernah mereka ucapkan. Janji tinggal janji, aturan tinggal teks. Dua puluh enam tahun setelah Reformasi, tuntutan perubahan seakan mandek, sementara krisis keteladanan semakin nyata. Bangsa ini kehilangan sosok teladan yang mampu menjadi pengajar moral dan politik.

Ketiga artikel tersebut pada akhirnya saling bertaut. Fobia masyarakat, lemahnya penegakan hukum, dan krisis keteladanan elite adalah benang merah yang membuat bangsa ini sulit berbenah. Jika ketakutan terus dipelihara, hukum dipermainkan, dan etika dilupakan, kita hanya akan berjalan di tempat, bahkan mundur.

Karena itu, saatnya kita kembali menata diri. Masyarakat perlu berani melihat persoalan secara jernih tanpa fobia massal, pemerintah wajib menegakkan hukum dengan tegas tanpa pandang bulu, dan elite politik harus kembali pada sumpah serta etika yang pernah mereka ucapkan. Jika tidak, maka bangsa ini hanya akan terus hidup dalam sandiwara dan teks mati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun