Mohon tunggu...
Nibras Andaru
Nibras Andaru Mohon Tunggu... Mahasiswa-Manusia Pembelajar

Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. -(HR Muslim)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Negeri Terbengkalai dan Gelap Tak Berjiwa : Sebuah Parabel Distopia

11 Juni 2025   13:08 Diperbarui: 12 Juni 2025   15:27 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dihasilkan oleh open AI

Sore yang gelap menjelang malam. Langit tak lagi biru, hanya semburat kelabu dan kabut, seolah menyelimuti penderitaan yang tak terlihat. Di suatu negeri yang tampak modern, berdiri bangunan-bangunan pencakar langit yang tak merata, lusuh, tidak terawat, dan penuh dengan tanaman liar yang menjalar, menyusupi celah-celah dinding dan menelan tembok tembok kota. Alam seakan marah, menunjukkan bahwa kehidupan tak seimbang.

Orang orang di negeri itu terlihat aneh. wajah mereka tersinari layar layar kecil yang memancarkan dopamin instan, memutus mereka dari makna hidup yang sejati. Kota menjadi panggung ilusi; antara realitas dan tipu daya. Di antara kekacauan itu, dua remaja, Nolan dan Debin, melakukan aksi pencurian. Target mereka adalah sebuah chip dan sebuah laptop canggih. Mereka tahu barang itu bukan sembarang perangkat; ada rahasia besar yang mereka belum pahami, dan telah lama mereka curigai.

Nolan membawa laptop di dalam ranselnya, sedangkan Debin mengamankan chip kecil itu dalam genggamannya. Mereka berpencar, menembus lorong-lorong sempit dan menuruni jalanan yang dipenuhi bayangan. Tapi ketenangan tak bertahan lama.

Pemilik laptop dan chip itu, seorang pria bertubuh besar, tinggi, dengan rambut keriting kusut tak beraturan dan wajahnya seperti mayat hidup tak karuan, menyadari pencurian itu. Bersamanya, ada pria kecil dan ringkih, dengan rupa yang tak kalah mengerikan. Mereka adalah sosok yang tidak hanya menjaga rahasia, tapi juga siap membantai siapa pun yang mengganggu. Saat mereka keluar dari gedung itu, suara serine unit keamanan kota menggelegar memecah senyap.

Nolan dan Debin berlari menuju kawasan industri yang sudah lama tidak beroperasi. Pabrik pabrik tua dengan mesin mesin karatan menjadi tempat perlindungan mereka. Mereka tahu tak lama lagi pengejar akan tiba. Tapi ada yang janggal: pria mengerikan itu bekerja sama dengan aparat keamanan kota. Mereka terlihat akrab. Bahkan setelah pria itu membantai orang orang tak bersalah di jalanan, unit keamanan kota tetap membantunya tanpa ragu.

Nolan menyaksikan semuanya dari balik puing pabrik. "Mengapa unit keamanan kota itu justru membantu si  pembantai itu? kami memang mencuri , tetapi yang dilakukan pria besar itu jauh lebih keji, membantai orang tampa ampun."gumam Nolan pelan, dengan nada suaranya menyimpan kemarahan yang mendalam terhadap apa yang baru disaksikannya.

Dunia seakan terbalik. Yang mencuri demi memecahkan kebenaran diburu habis-habisan. sedangkan yang membunuh seakan unit keamanan kota kehilangan mata. sistem dalam negeri itu seperti menjadi alat bagi elit, bukan keadilan. Di negeri itu, para elit pengendali dan unit keamanan kota bersatu dalam satu sistem, saling menyembunyikan rahasia.

Lampu senter menyoroti ke arah tempat persembunyian Debin. "Ah, sial! Kita ketahuan!" teriaknya.

Mereka lari. Bunyi tembakan bergema keras. "Dar!" Nolan dan Debin meliuk dalam gelap, menyelinap di antara puing mesin dan lorong sempit. Nolan mendapati dirinya di jalan buntu. sedangkan Debin berlari menuju arah Nolan karena jarak mereka cukup berjauhan untuk mengelebaui kejaran unit keamanan kota. Dalam ketegangan itu, ia menemukan senjata tua dan beberapa selongsong peluru. Ia memutuskan melawan untuk mengulur waktu agar Debin bisa lolos, karena jarak Debin tak jauh dari kejaran unit keamanan kota. Namun Debin terkena tembakan di bagian kaki dan tak berhasil lolos dari kejaran itu. Nolan yang panik mendobrak seng di belakangnya dan menjatuhkannya ke dalam sungai kotor yang mengalir deras.

Air menyeretnya. langit kian menggelap,Dinginnya menusuk tulang. Nolan tak tahu bagaimana nasib Debin. Dalam kesadaran yang mulai kabur, Nolan terbawa arus menuju hutan di luar kota . Aliran sungai yang kian menyempit membawanya ke tempat sunyi dan Mistis. terlihat Sebuah Desa terpencil dengan pemakaman yang luas. Orang-orang tampak seperti sedang berziarah, berkumpul mengintari di antara nisan, mata mereka tertutup kain hitam. Mereka melafalkan kalimat-kalimat sakral dengan nada datar dan berulang seperti ritual yang telah mengakar dalam alam bawah sadar , tak terganggu oleh jeritan,kematian dan permasalahan di negeri itu. Mereka seperti tak sadar, hanya fokus pada ritus dan doktrin. demikian halnya dengan mereka yang terlelap dalam buaian dopamin instan di negeri yang  tampak modern itu. dopamin yang menggerogoti alam bawah sadar mereka; seperti sedang menelan opium yang membuatnya candu.

Nolan tak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi. Namun seorang pria dan wanita muda membantunya keluar dari sungai dan mengalurkan tangannya. "kemarilah, kami memiliki tempat yang aman" kata mereka. Nolan sempat curiga kepada mereka, karena khawatir mereka bagian dari unit keamanan kota. Setelah berbincang singkat, akhirnya Nolan mengikuti mereka. Di tempat aman itu, Nolan menceritakan segalanya. Lalu ia tertidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun