Mohon tunggu...
Nia Putri Angelina
Nia Putri Angelina Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

In a world where you can be anything, be kind.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memproteksi Anak di Era Digital Bersama Roslina Verauli

22 Desember 2018   03:02 Diperbarui: 22 Desember 2018   03:19 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Roslina Verauli - Psikiater Anak, mengajak Kompasianer untuk ikut berdiskusi dalam kelas workshop "101 Memproteksi Anak di Era Digital" pada Kompasianival 2018 di Avenue of The Stars, Lippo Mall Kemang, Jakarta, Sabtu (8/12/2018).

Beruntung, penulis menjadi salah satu partisipan dalam event yang sangat menambah wawasan dan menginspirasi tersebut. Meskipun penulis belum menikah, apalagi memiliki anak, ketertarikan penulis untuk bergabung dalam kelas workshop ini adalah karena penulis sangat menyukai anak-anak dan informasi serta diskusi tentunya menambah pengetahuan terkait proses parenting yaitu pembelajaran pengasuhan interaksi antara orang tua dan anak yang meliputi aktivitas memberi petunjuk, melindungi anak saat mereka tumbuh berkembang. Hal ini sangat menginspirasi untuk bekal nanti jika penulis sudah memiliki anak.

Selain itu, manfaat dari mempelajari psikologi adalah agar lebih memahami perilaku manusia yang kompleks. Belajar psikologi akan memberikan kita pemahaman yang lebih baik dari orang-orang dan tentunya kita akan dapat menggunakan pengetahuan ini dalam situasi kehidupan sehari-hari.

Mengutip dari kompasiana, hal yang tidak tertahankan bagi orangtua adalah ketika bisa melihat tumbuh dan berkembangnya buah hati. Sejalan dengan itu, tidak sedikit orang tua gemar mendokumentasikannya dan mengunggahnya ke media sosial.

Tentu ada banyak alasannya, akan tetapi mengunggah foto anak di media sosial mungkin kurang bijak dilakukan ketika menyangkut identitasnya.

Namun tidak hanya sebatas itu, permasalahan lainnya bisa timbul ketika seorang anak sudah bisa menggunakan gadget dan mengakses internet. Barangkali itu adalah pekerjaan rumah baru bagi orang tua masa kini, tentang bagaimana mesti bisa mengontrol apa saja situs-situs yang bisa diakses oleh seorang anak, misalnya.


Sebab, memberi gadget kepada anak bukanlah jalan pintas untuk para orang tua bisa tenang-tenang saja untuk menggunakan gadget mereka bermain media sosial.

Tidak hanya fisik, kesehatan mental seorang anak juga perlu diperhatikan dengan serius. Dan bukan lagi menjadi rahasia umum, pada era digital seperti saat ini, tentunya dapat menggangu secara langsung kesehatan mental seorang anak.

Foto Roslina Verauli - Dokumentasi Pribadi
Foto Roslina Verauli - Dokumentasi Pribadi
Roslina Verauli memaparkan, anak yang menghabiskan waktu lebih dari 2 jam dalam sehari di depan layar, beresiko lebih tinggi untuk memiliki masalah psikologis.

Sebagai orangtua, aturlah waktu menonton televisi bagi anak. Bila perlu, maka sembunyikan remote TV dan pengontrol konsol game supaya mereka membatasi waktunya duduk di depan layar televisi. Pasalnya, jumlah jam menonton TV berpengaruh terhadap kondisi psikologisnya.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Disamping itu, menurut peneliti dari Universitas Bristol, anak-anak yang menghabiskan waktu berjam-jam di depan televisi atau konsol game akan lebih rentan mengalami kesulitan psikologis, seperti masalah yang terkait dengan teman sebayanya, masalah emosi, hiperaktif, 

atau menyukai hal-hal yang menantang dibanding dengan anak yang jarang menonton TV.
Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, dampak negatif menonton TV ternyata tidak bisa diperbaiki dengan meningkatkan aktivitas fisik.

Kendati demikian, di era teknologi canggih seperti sekarang ini, cukup sulit jika mengisolasi atau tidak memperbolehkan anak sama sekali bermain gadget. Alih-alih bermaksud mencegah dampak buruk, itu akan membuat anak merasa terkucilkan dari pergaulan. Sebenarnya, ada cara lain yang lebih praktis, efektif, dan baik untuk mengatur pemakaian gadget pada anak yaitu melalui digital parenting.

Digital parenting adalah pola pengasuhan orang tua yang disesuaikan dengan kebiasaan anak menggunakan gadget atau perangkat digital. Garis besar dalam digital parenting adalah memberikan batasan yang jelas kepada anak tentang hal-hal yang boleh maupun yang tidak boleh dilakukan saat menggunakan gadget atau perangkat digital. 

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dasar dari positive parenting adalah merangsang inisiatif anak, kemudian mendorong semangat, serta menunjukkan penerimaan yang tulus dan perhatian yang hangat atas kebaikan yang mereka lakukan.

Kunci utamanya adalah komunikasi yang baik. Melarang anak pun dimulai terlebih dahulu dengan kalimat positif, menunjukkan apa yang harus dilakukan, agar anak-anak lebih siap menerima nasehat. 

Jadi, intinya tidaklah terus memberikan penghargaan, namun disertai pula dengan mengkomunikasikan apa yang baik dan yang buruk dengan komunikasi yang baik.

Well, bagaimanakah positive parenting harus dilakukan? 

1. Berikan contoh yang baik

Aturan ini adalah aturan parenting yang utama dan tidak bisa ditawar, karena secara naluri anak-anak akan mencontoh orang dewasa di sekitarnya. Jadi, bila kita terbiasa bersikap baik kepada mereka, maka semua nasehat pun akan lebih mudah mereka terima.

2. Beri gambaran tegas antara yang benar dan salah

Anak-anak, terutama balita, tentu saja belum terlalu memahami mana tindakan yang baik dan mana yang buruk. Sudah menjadi tugas orang tua untuk memberikan batasan tersebut.

Kata "tidak" atau "jangan" yang diucapkan harus mampu menghentikan mereka bertindak lebih jauh atau menerima konsekuensi dengan lapang dada jika mereka melanggarnya.

3. Konsisten

Konsisten dengan aturan yang sudah dibuat akan membantu anak-anak untuk terus mendengarkan perkataan kita. Sekali saja kita tidak konsisten, anak-anak akan dengan mudah menggunakan kesempatan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

4. Kendalikan diri

Anak-anak dapat sangat mudah untuk membuat marah. Jadi jangan biarkan tingkah mereka membuat Anda cepat naik darah yaitu dengan mengendalikan diri.

Tahan sesaat untuk bertindak sebelum Anda tenang, karena kemarahan Anda bisa jadi akan menyulut kemarahan yang lain.

5. Beri larangan dengan alasan yang jelas

Ada banyak hal yang membuat orang tua melarang anak, hanya karena kita tidak ingin mereka melakukannya. Misalkan melarang mereka bermain hanya karena kita malas membersihkan rumah. Atau marah saat diminta membacakan buku dongeng yang itu-itu saja karena orang tua sebetulnya sudah bosan.

Dalam pola asuh positive parenting, melarang anak harus dengan alasan yang jelas. Misalkan "Boleh main asal adik juga bantu merapikan", "Lebih baik tidak berlari di dalam rumah, Ibu khawatir nanti adik terbentur".

Cara anak-anak berpikir tidaklah seperti orang dewasa, apa yang kita anggap membosankan atau sia-sia, bisa jadi sangatlah penting dan berharga untuk mereka.

6. Pahami anak

Bekal yang tak kalah penting dalam positive parenting adalah memahami anak. Sesekali cobalah untuk menempatkan pandangan dan perasaan orang tua dari sudut pandang anak. Kemudian biarkan anak-anak tahu bahwa kami sebagai orangtuanya sangat memahaminya.

Kalimat seperti "Ibu tahu engkau sedih, tapi...", "Ibu tahu adik asyik sekali bermain, hanya saja ...", atau "Oh, Adik takut, ..." akan membuat si Kecil tahu bahwa ia memiliki tempat untuk berlindung.

7. Gunakan kata "Ya" alih-alih "Jangan" atau "Tidak"

Jika memang situasinya memungkinkan, menggunakan kata kalimat yang positif akan lebih baik dibanding menggunakan kalimat negatif. Jadi, ketika si Kecil menolak untuk mandi karena asyik bermain; alih-alih mengatakan, "Udah ngga boleh main lagi, adik harus mandi!" cobalah katakan "Oke, sepuluh menit lagi mandi, ya."

Dengan menggunakan kalimat yang bernada positif, diharapkan anak-anak akan terdorong untuk menjawab atau bereaksi lebih efektif.

8. Mulailah sedari kecil

Kita semua tahu bahwa adalah lebih mudah untuk mendidik anak melakukan hal yang positif semenjak kecil.

Biasakan kata "maaf", "tolong", dan "terima kasih" menjadi kebiasaan mereka.

9. Luangkan waktu

Nasehat untuk meluangkan waktu bersama anak, memang lebih mudah dikatakan daripada dikerjakan. Kebanyakan dari kita mudah sekali mengalihkan perhatian kepada gadget, pekerjaan rumah, atau pekerjaan kantor, padahal sedang bersama dengan anak.

Solusinya, luangkan waktu setengah atau satu jam saja untuk mendengarkan semua keluhan atau keresahan yang anak rasakan.

Kemudian buat kesepakatan dengannya bahwa setelah itu orang tua harap mereka bisa menghabiskan waktu bersama, walaupun orang tua ingin sambil mengerjakan pekerjaan lain sementara ia bermain di dekat Anda.

10. Peluk lah anak saat ia sedih

Anak-anak sesungguhnya hanya ingin merasa dicintai. Dan mereka berharap orang tua akan ada di sisi mereka saat mereka sedih. Jadi, ketika anak meraih apa yang ia inginkan, rentangkanlah tangan  dan biarkan ia bersandar sesaat.

Referensi: Dailymail.co.uk, http://kompasiana.com/kompasiana sg.theAsianparent.com, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun