Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Penggiat Budaya | Pekerja Sosial | Fasilitator Pendidikan | Eks Pengawas Pemilu

KOMPASIANA AWARD - 2019: Most Viewed Content lebih dari 400.000 Pageviews - 2021: Nomine Best in Citizen Journalism - 2022: Nomine Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Inilah Alasan Pembangunan Desa di NTT Terhambat [Bagian 2]

26 Februari 2025   07:12 Diperbarui: 26 Februari 2025   07:12 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Matamadura

Pembangunan desa di Nusa Tenggara Timur (NTT) menghadapi berbagai tantangan yang kompleks, tidak hanya dari keterbatasan infrastruktur dasar seperti yang saya uraikan dalam tulisan pertama, tetapi juga dari aspek kebijakan dan tata kelola desa yang belum optimal. Minimnya kapasitas aparatur desa dalam mengelola anggaran dan merancang kebijakan berbasis kebutuhan lokal sering kali menyebabkan penggunaan Dana Desa yang kurang efektif, diperparah dengan lemahnya pengawasan dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

Pelaksanaan program pembangunan di beberapa desa, terutama di wilayah Nusa Tenggara Timur, masih menghadapi berbagai tantangan serius, baik dalam hal perencanaan, pengawasan, dan transparansi anggaran. Tantangan tersebut mencakup keterbatasan sumber daya manusia dalam menyusun perencanaan yang efektif, kurangnya mekanisme pengawasan yang ketat dari pemerintah kecamatan dan kabupaten untuk memastikan program berjalan sesuai target, serta rendahnya transparansi dalam pengelolaan anggaran yang sering kali memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Selain itu, masih terdapat kendala dalam koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah desa. Akibatnya, banyak proyek pembangunan yang tidak berjalan efektif, tertunda, tidak selesai sesuai target, atau bahkan tidak dilaksanakan sama sekali.

Banyak desa yang masih kesulitan dalam menyusun rencana pembangunan yang komprehensif dan berbasis kebutuhan masyarakat. Menyusun rencana pembangunan yang komprehensif dan berbasis kebutuhan masyarakat memerlukan pendekatan partisipatif serta perencanaan yang matang. Misalnya melakukan identifikasi dan analisis kebutuhan masyarakat, melakukan musyawarah dengan semua stakeholder untuk menyusun prioritas, dan penyusunan rencana pembangunan yang terstruktur.

Akan tetapi proses ini seringkali terabaikan, bahkan tidak dilakukan oleh pemerintah desa. Hal ini disebabkan karena kurangnya kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Tidak sedikit aparat desa yang belum memiliki keahlian teknis dalam menyusun program pembangunan yang efektif. Banyak desa masih kesulitan dalam melakukan pemetaan kebutuhan dan merancang proyek yang sesuai dengan potensi desa mereka. Jika kita mengurai masalah ini, terbatasnya SDM di desa karena perekrutan perangkat desa yang tidak transparan atau berbau Kolusi, Korupsi dan Nepotisme. Alhasil, aparat yang terpilih dalam proses seleksi bukan mereka yang memiliki kemampuan tetapi mereka yang memiliki uang dan relasi khusus dengan yang berwenang. Di beberapa desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), mereka yang meraih skor tinggi dalam proses seleksi tidak diakomodir.

Akibat dari hal tersebut, dalam banyak kasus, program pembangunan desa tidak didasarkan pada data yang akurat mengenai kondisi ekonomi, sosial, dan infrastruktur di desa tersebut. Proyek yang dijalankan sering kali tidak tepat sasaran atau kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Misalnya pemberian bantuan langsung tunai kepada rumah tangga sejahtera daripada rumah tangga miskin ekstrim, penyediaan benih jagung hibrida kepada masyarakat lokal yang mandiri benih jagung, bantuan usaha yang ikan lele bagi petani yang minim pengetahuan tentang pemeliharaan ikan daripada memelihara ayam kampung, atau bahkan memberikan bantuan toilet kepada masyarakat yang masih kesulitan mendapatkan pasokan air bersih.

Selain minimnya SDM, koordinasi antara pemerintah desa, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat dalam perencanaan pembangunan masih lemah. Banyak proyek yang tidak sinkron dengan kebijakan pembangunan daerah atau nasional, sehingga tidak mendapatkan dukungan penuh dari berbagai pihak. Ini juga perlu evaluasi total, bukan hanya pemerintah desa tetapi pemerintah daerah yang harus memahami kebutuhan setiap desa sehingga dalam rencana pembangunan didasarkan pada data yang akurat mengenai kondisi ekonomi, sosial dan budaya, begitupun pemerintah pusat dalam membuat perencanaan pembangunan nasional.

Karena bagi penulis, perencanaan pembangunan desa di NTT kurang matang, sehingga dana desa yang dialokasikan digunakan untuk proyek-proyek yang kurang efektif atau bahkan tidak membawa dampak signifikan bagi masyarakat. Sedekade dana desa tidak melahirkan wajah baru dalam desa, alih-alih dana desa menolong, justru menyakiti masyarakat itu sendiri.

Selain perencanaan yang masih bermasalah, sebetulnya pengawasan dalam pelaksanaan proyek pembangunan desa juga menjadi tantangan besar. Hal yang paling banyak dikeluhkan masyarakat adalah kurangnya transparansi dalam pengelolaan Dana Desa. Banyak desa masih menghadapi kendala dalam memberikan laporan penggunaan dana desa secara terbuka kepada masyarakat, dan bahkan tidak sedikit desa yang kesulitan membuat laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah di atasnya. Hal ini sering kali menimbulkan kecurigaan dan potensi penyalahgunaan anggaran, bahkan dalam banyak kasus, dana desa untuk tahun berikutnya tidak diberikan oleh pemerintah pusat sehingga perencanaan pembangunan hanya sebatas rencana.

Di sisi lain, pemerintah desa sering kali menghadapi kesulitan dalam mengakses dana atau mendapatkan izin untuk melaksanakan proyek tertentu karena proses birokrasi yang panjang di tingkat daerah dan pusat. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam pelaksanaan pembangunan. Belum lagi kurangnya pendampingan bagi pemerintah desa. Banyak desa yang membutuhkan pendampingan dalam menyusun program pembangunan dan mengelola anggaran. Namun, selain jumlah tenaga pendamping desa yang tersedia masih terbatas, banyak pendamping desa yang tidak profesional dan memiliki SDM terbatas dalam bekerja sebagai pendamping desa.

Sementara itu, partisipasi masyarakat dalam mengawasi jalannya pembangunan desa masih sangat rendah. Padahal, keterlibatan warga sangat penting untuk memastikan bahwa proyek pembangunan benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka dan dijalankan dengan baik sesuai dengan hasil musyawarah dan perencanaan. Sementara pengawasan dari Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten, bahkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga tidak menunjukkan keseriusan, banyak penyalahgunaan yang masih ditolerir bahkan tidak pemeriksaan secara berkala oleh pihak yang berwenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun