Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Global Handwashing Day, Menjadi Semmelweis Masa Kini

15 Oktober 2020   08:01 Diperbarui: 15 Oktober 2020   09:02 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelukis Robert Thom menggambarkan Semmelweis (tengah) di Vienna General Hospital, Austria, saat mengawasi dokter mencuci tangan.

Dilansir dari National Geograpic, Semmelweis menyelidiki apakah posisi tubuh wanita selama kelahiran memiliki dampak? Apakah rasa malu diperiksa oleh dokter pria menyebabkan mereka demam? Apakah para ibu baru ketakutan melihat para pastor melayani pasien sekarat?

Karena pada masa itu, dokter tidak harus membersihkan tangan mereka seperti saat ini, Semmelweis meninggalkan hipotesis-hipotesis konyol itu. Ia menduga "partikel mayat" terbawa dari ruang jenazah ke pasien bersalin melalui tangan dokter. Menurutnya, patogen apa pun yang mereka dapat selama autopsi akan dibawa ke ruang bersalin.

Oleh karena itu, Semmelweis menerapkan praktik cuci tangan menggunakan larutan kapur diklorinasi yang dapat menghilangkan bau pembusukan mayat yang menempel pada tangan dokter untuk melihat resiko-resiko setelahnya.

Praktek ini berhasil mengurangi angka kematian ibu akibat demam nifas. Merasa yakin dengan teorinya, Semmelweis pun mengkampanyekan praktek tersebut di berbagai kalangan medis. Akan tetapi, teori tersebut hanya menjadi bahan tertawaan karena dianggap tidak memiliki dasar ilmu sains dan logikanya tidak dapat diterima oleh ilmu pengetahuan.

Bahkan, ia harus mengangkat kaki dari Wina ke Pest, Hongaria karena menjalani masa-masa sulit. Rumah sakit tempat ia bekerja tidak mempraktekkan ilmunya lagi.

Maksud hati mencari tempat yang menerima ilmunya, teorinya masih mendapat penolakan dari beberapa kalangan medis di Pest meskipun praktek cuci tangan pakai sabun berhasil mengurangi kematian akibat demam nifas di Hongaria.

Namun, Semmelweis tidak berhenti sampai disitu. Ia terus gencar melakukan kampanye praktek cuci tangan dengan menulis. Pada tahun 1858 dan 1860 mempublikasikan sebuah artikel tentang praktik cuci tangan. Kemudian dilanjutkan dengan merilis sebuah buku praktik cuci tangan pada tahun berikutnya.

Meski bukunya banyak dikecam oleh para dokter yang mengajukan teori-teori lain terkait demam persalinan, ia seolah-olah tahu bahwa tulisan tidak akan hilang dan teorinya akan diakui suatu saat nanti walaupun ia tidak akan menyaksikan seluruh dunia mengakui teorinya.

Benar demikian, teorinya semakin hari semakin menguat dan semakin diakui di dunia medis. Sebagai bentuk penghormatan terhadap kegigihan Semmelweis mengampanyekan cuci tangan, Medical University of Budapest mengubah namanya menjadi Universitas Semmelweis.

GHD merupakan bentuk apresiasi bahwa mencuci tangan adalah hal sederhana, tetapi begitu penting dan bermanfaat. Khususnya tahun ini, kampanye praktek cuci tangan tidak menunggu 15 Oktober karena pandemi Covid-19 yang memaksa kita menggunakan cuci tangan pakai sabun sebagai senjata ampuh untuk melawan.

Akan tetapi, survei menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun sedang dalam tren menurun. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tentang "Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19" pada 7-14 September 2020, sebanyak 75,38 persen responden yang mengaku masih mempraktekkan cuci tangan pakai sabun selama 20 detik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun