Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Beban Berat" di Pundak Muhammadiyah

18 November 2019   03:07 Diperbarui: 18 November 2019   09:43 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Muhammadiyah | Kompas.com

"Sepuluh tahun tahun terakhir ini mengkonfirmasi radikalisme tidak hanya muncul di institusi pemerintah, namun juga di institusi masyarakat, termasuk di bidang pendidikan. Semua membuktikan ancaman radikalisme ini nyata," kata Jaleswari Pramodhawardhani dalam seminar menuju kongres 2 NasDem menggelar diskusi tematik dengan tema Menangkal Radikalisme, Menjaga Indonesia" yang digagas Partai Nasdem, Jumat (25/10/19).

Keberadaan Radikalisme sejak 10 tahun terakhir merupakan waktu yang cukup lama. Pemerintah sedang bergulat dengan radikalisme yang terus-menerus mengincar jantung pertahanan Indonesia untuk meruntuhkan Kekuatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Gerakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dan Negara Islam Indonesia (NII) yang muncul era 1950- an (tepatnya 1949) disebut sebagai cikal bakal berdirinya gerakan radikalisme di Indonesia. Namun, Gerakan DI ini berhenti setelah semua pimpinannya terbunuh pada awal 1960- an.

Rupanya, gerakan ini hanya mati suri. Pada awal tahun 1970-an dan 1980-an gerakan radikalisme kembali unjuk gigi seperti Komando Jihad, Ali Imron, kasus Talangsari oleh Warsidi dan Teror Warman di Lampung dan gerakan lainnya untuk mendirikan negara Islam.

Pada tahun 1980-an juga, Indonesia mulai terkontaminasi dengan gerakan HTI. Bermula dari Abdurrahman Al-Baghdadi asal Libanon diajak oleh KH. Abdullah bin Nuh untuk membantu menyebarkan ajaran HT di seluruh wilayah Jawa Barat dan Banten.

Meski demikian, pemerintahan Indonesia dibawah kepemimpinan Soeharto berhasil meredam usaha-usaha pendirian Khilafah Islamiah.

Namun, pasca reformasi, Radikalisme yang sempat menyembunyikan tanduk kembali muncul. Banyak yang menyebut kelompok radikalisme memanfaatkan kasus Islam-Kristen di Poso dan Ambon.

Awal tahun 2000an, Indonesia terus diterpa badai radikalisme yang identik dengan kasus bom bunuh diri. Pada tanggal 12 Oktober 2002, Aksi bom bunuh diri pertama kali terjadi di tanah air. Tragedi Bom Bali I ini disebut sebagai peristiwa memilukan yang dilakukan oleh kaum radikalisme.

Dalam buku Bali dan Sekitarnya yang ditulis oleh Dayat Suryana menyebutkan jumlah korban yang tewas dalam peristiwa tersebut. Sebanyak 202 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya mengalami luka-luka.

Belum genap setahun, peristiwa yang sama terjadi. Kali ini terjadi di Hotel JW Marriott di kawasan perkantoran Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Peristiwa yang terjadi pada 5 Agustus 2003 ini menewaskan 12 orang dan setidaknya 150 orang luka-luka.

Setahun kemudian, Jakarta kembali mengalami luka. Kedutaan Besar Amerika Serikat menjadi sasaran ledakan bom yang mirip seperti peristiwa JW Marriott; 9 orang tewas dan lebih dari 180 orang mengalami luka-luka.

Bulan Oktober kembali tercatat sebagai bulan yang membawa malapetaka setelah terjadi tiga pengeboman dalam waktu yang bersamaan pada tanggal 1 Oktober 2005; satu di Kuta dan dua di Jimbaran yang menyebabkan 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka.

Setelah Bom Bali II, seakan terlupakan, kasus bom bunuh diri tidak terjadi lagi selama beberapa tahun hingga 17 Juli 2009, Hotel JW Marriott kembali menelan pil pahit. Bersama hotel Ritz Charlton, JW Marriott menjadi saksi bagi kematian 9 orang dan 50 lebih orang yang mengalami luka-luka.

Dan masih banyak kasus bom bunuh diri yang menerpa bangsa Indonesia. Meski tidak semua kasus bom bunuh diri tersebut disebabkan oleh radikalisme, kasus tersebut masih memiliki kesamaan dengan radikalisme yang patut diwaspadai di Indonesia karena mengancam toleransi yang telah dibangun berpuluh-puluh tahun.

SETARA INSTITUT melalui riset yang dilakukannya berhasil mengungkapkan bahwa terdapat 10 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia terpapar paham radikalisme. Sedangkan Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menyebut sekitar 23 persen Mahasiswa terpapar paham radikalisme.

Menurut Juru bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto, hal tersebut di atas disebabkan karena anak muda berusia 17-24 tahun rentan terhadap penyebaran paham radikalisme dan terorisme, karena masih dalam fase mencari jati diri sehingga mudah dipengaruhi.

Kasubdit kontra propaganda direktorat pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Sujatmiko juga mengatakan bahwa tidak ada satupun institusi maupun kelompok di Indonesia yang dinilai kebal terhadap radikalisme.

Gerakan radikalisme ini pun identik dengan Islam karena beberapa organisasi Islam yang mengusung negara khilafah di Indonesia seperti HTI yang telah dibubarkan. Akan tetapi, organisasi seperti NU dan Muhammadiyah dikatakan jauh dari label radikalisme. Sehingga citra Islam merupakan beban yang dipikul oleh NU dan Muhammadiyah.

Khususnya untuk Muhammadiyah yang didirikan oleh seorang pahlawan bangsa, Kiai Haji Ahmad Dahlan merupakan organisasi yang mengusung nilai-nilai islami dan berperan penting dalam reformasi pendidikan dan isu-isu sosial di Indonesia.

Pendirian Muhammadiyah merupakan bentuk protes dari Ahmad Dahlan atas penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah dimana menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.

Lebih dari itu, Muhammadiyah diharapkan menunjukkan ajaran Islam yang sebenarnya bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan untuk semua orang. Kehidupan yang moderat dan toleran kepada semua elemen bangsa.

Tujuan Muhammadiyah tidak bisa dipertanyakan oleh siapapun. Pasalnya, instansi pendidikan yang didirikan oleh Muhammadiyah menjadi salah satu kontributor terbaik pendidikan di Indonesia. Sebanyak 4623 TK/TPQ, 2604 SD/MI, SMP/MTS 1772, 1143 SMA/MA dan 172 Perguruan Tinggi yang didirikan oleh Muhammadiyah.

Di bidang sosial, terdapat puluhan rumah sakit, apotik dan balai kesehatan masyarakat didirikan oleh Muhammadiyah. Bukan hanya itu, panti asuhan, panti jompo dan lain sebagainya untuk membantu membereskan masalah-masalah sosial di Indonesia.

Untuk urusan toleransi, Ahmad Dahlan sudah melukisnya sejak 18 November 1912. Dahlan dikenal sebagai salah satu tokoh yang bersahabat dengan semua orang tanpa memandang suku, agama dan ras.

Ia banyak berdialog dengan tokoh-tokoh agama yang lain. Menurut catatan sejarah, Seorang Pastor bernama Van Lith diajak dialog oleh Dahlan dan bersahabat dengannya. Karena itu, Kiai Dahlan dikenal sebagai satu-satunya, tokoh agama Islam yang tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.

Ia pun harus menghadapi banyak tuduhan karena persahabatannya dengan beberapa orang Kristen yang berasal dari Belanda pada saat itu. Namun, prinsipnya yang tidak pernah berubah ini membawa Muhammadiyah mencapai puncak kejayaannya di seluruh Indonesia bahkan di kota-kota yang notabenenya minoritas muslim seperti Kota Kupang dan sebagainya menyambut Muhammadiyah dengan hangat.

Muhammadiyah memang dikenal dengan toleransi yang tinggi oleh karena itu Muhammadiyah memiliki peran penting untuk meredam gerakan-gerakan radikalisme yang mengancam toleransi yang dibangun oleh Kiai Ahmad Dahlan sejak dulu.

Muhammadiyah harus mampu memproteksi diri sebagai salah satu organisasi Islam yang mengusung nilai-nilai islami yang sebenarnya sehingga apa yang dicita-citakan oleh Kiai Ahmad Dahlan terus eksis dan membawa dampak positif bagi bangsa dan negara Indonesia.

Saya percaya, Muhammadiyah yang berkembang menjadi organisasi yang besar akan menjadi salah satu ormas Islam yang akan berhasil meredam radikalisme.

Salam!!!

Selamat Ulang Tahun Muhammadiyah

Neno Anderias Salukh

Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat; Lima; Enam; Tujuh; Delapan; Sembilan; Sepuluh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun