Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Masa Depan Sepak Bola Indonesia Pasca-Kontroversi Kongres PSSI

3 November 2019   00:29 Diperbarui: 16 Januari 2023   06:45 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(BolaSport.com/Segaf Abdullah) 

Kongres Luar Biasa (KLB) menjadi harapan baru bagi sepakbola tanah air. Namun, kontroversi pun mewarnai kongres ini. Apa yang harus dipercayai dari PSSI?

Bukan rahasia lagi jika Sepak Bola tanah air masih carut-marut. Dalam dua tahun terakhir, Timnas Indonesia tidak memberikan hasil yang memuaskan. Asian Games 2018, laju Timnas Indonesia U-23 dibawah asuhan Luis Milla terhenti di babak 16 besar.

Selain itu, Piala AFF yang berlangsung pada saat masa transisi pergantian pelatih dari Luis Milla ke Bima Sakti, Timnas Indonesia Senior hanya mampu menduduki peringkat empat babak penyisihan grup. Indonesia hanya mampu meraih empat poin dari satu kemenangan dan satu hasil imbang.

Bukan hanya itu, Timnas U-19 yang berjuang merebut tiket ke Piala Dunia U-20 harus menggigit jari setelah langkahnya dihentikan oleh Negeri Sakura.

Masalah nihil prestasi oleh Timnas Indonesia tidak lain jadwal pertandingan liga 1 dan liga 2 yang masih berantakan. Padatnya jadwal liga Indonesia tidak memberikan ruang istirahat untuk para pemain berunjuk gigi bersama timnas. Namun, para pemain dituntut untuk menampilkan performa terbaiknya di level klub. Akibatnya, pemain-pemain Timnas kelelahan secara fisik untuk membela bangsa sendiri.

Di sisi lain, diduga terjadi skandal pengaturan skor oleh PSSI. Babak Delapan Besar Liga 2 2018 penuh dengan kontroversi. Ada beberapa pertandingan yang dicurigai terjadi pengaturan skor. Salah satunya ketika PSS Sleman menang 1-0 atas Madura FC melalui gol yang terlihat offside dan PS Mojokerto Putra yang diduga mengalah saat melawan Aceh United.

Masalah sepakbola di Indonesia memang kompleks. Supporter Indonesia belum menunjukkan aksi terpuji. Sejak 2016 setidaknya 23 suporter sepak bola tewas dengan berbagai penyebab, baik karena pengeroyokan hingga kecelakaan. Beberapa kasus yang mengaitkan oknum TNI belum diusut tuntas hingga saat ini.

Lebih parahnya lagi ketika mendengar kabar bahwa Luis Milla pergi karena gajinya sebagai pelatih tidak dibayar. Menurut informasi yang dihimpun, pelatih asal Spanyol itu menangani timnas Indonesia U-23 di Asian Games 2018 dengan situasi ada gajinya yang belum terbayar.

Hal tersebut di atas menunjukkan tidak adanya transparansi dalam pengelolaan keuangan PSSI sehingga berakibat buruk pada prestasi Timnas, padahal kehadiran Luis Milla membawa angin segar bagi sepakbola tanah air.

Tentunya rentetan masalah dalam tubuh PSSI disebabkan oleh manajemen sistem dan birokrasi yang buruk oleh pemimpin PSSI. Seharusnya sebagai pemimpin, Ketua PSSI mampu memanajemen olahraga sepakbola Indonesia untuk bersaing di dunia internasional.

Karena itu, PSSI membutuhkan sosok pemimpin yang baru untuk menggantikan buruknya kepemimpinan Edy Rahmayadi. Apalagi Indonesia sedang mempersiapkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada tahun 2021.

Kondisi ini pula menciptakan persaingan ketat dalam perebutan kursi ketua PSSI. Sebanyak 11 orang yang maju sebagai calon ketua PSSI periode 2019-2023. Diantaranya adalah Arif Wicaksono, Aven Hinelo, Bernhard Limbong, Benny Erwin, Fary Djemy Francis, La Nyalla Mattalitti, Mochamad Iriawan, Rahim Soekasah, Sarman El Hakim, Vijaya Fitriyasa dan Yesayas Oktavianus.

Kesebelas orang ini diharapkan membawa perubahan dalam tubuh PSSI untuk memajukan sepakbola Indonesia jika terpilih sebagai ketua umum PSSI. Masalah serius yang perlu diselesaikan adalah Supporter, Pengaturan Skor, Transparansi anggaran dan pengaturan jadwal yang masih amburadul.

Screenshot Postingan Salah Satu Calon Ketua PSSI, Farry Francis | Akun Facebook Farry Francis
Screenshot Postingan Salah Satu Calon Ketua PSSI, Farry Francis | Akun Facebook Farry Francis
Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI pada Sabtu (2/11/2019) di hotel Shangrila telah menghasilkan putusan soal Ketua Umum PSSI yang baru yaitu Komisaris Jenderal Mochamad Iriawan resmi terpilih sebagai Ketua Umum PSSI.

Namun, kongres yang menentukan masa depan sepakbola Indonesia menimbulkan kontroversi. Sebanyak enam calon ketua PSSI memilih mengundurkan diri dan keluar dari kongres yaitu Aven Hinelo, Benny Erwin, Fary Djemy Francis, Sarman, Vijaya Fitriyasa, dan Yesayas.

Dilansir dari kompas.com, enam lainnya mundur pada pertengahan berjalannya kongres PSSI karena diusir. Menurut calon ketua PSSI Vijaya Fitriyasa, pengusiran dirinya dan kelima caketum PSSI lainnya diawali saat mereka menyampaikan interupsi dan ingin menyampaikannya langsung ke FIFA.

Adapun keberatan yang hendak diajukan oleh ke-enam calon yang diusir adalah pembatalan debat antarcalon oleh PSSI, ketidakjelasan pemilik suara (voters) dan tidak ada pemberitahuan apapun terkait tata cara pemilihan ketua umum PSSI kepada para calon ketua umum.

"Kita-kita maju ke depan dan Pak Fary ingin menyampaikan keberatannya ke FIFA. Tetapi, dihalang-halangi security," kata Vijaya.

Dalam akun facebooknya, Farry Francis menyebut kongres luar biasa PSSI yang telah berlangsung adalah kongres yang paling lucu dan aneh.

Ketidakpuasan Vijaya, Farry Francis dan beberapa calon lainnya mendapatkan dukungan dari beberapa supporter dengan melakukan aksi demo untuk memboikot PSSI.

"Boikot PSSI. Disanksi FIFA pun tidak apa-apa. Kami mendukung PSSI baru untuk perubahan. Di sini sudah jelas pahlawan sebenarnya. Siapa yang ingin ada perubahan di tubuh PSSI," tutur seorang suporter saat berdemo.

Jujur, saya tidak tahu siapa yang benar dan siapa yang salah, saya tidak tahu mekanisme yang benar dalam kongres. Namun, saya juga harus jujur bahwa jika tak ada api, tak mungkin ada asap.

Terlepas dari visi dan misi Iwan Bule yang akan mereformasi PSSI dan dikatakan akan mendatangkan kembali Luis Milla, kontroversi dalam kongres PSSI memperparah reputasi buruk masyarakat Indonesia terhadap PSSI.

Saya melihat ini sepertinya terjadi ambisi perebutan kekuasaan tanpa memandang urgensi yang seharusnya diperjuangkan. Secara subjektif Timnas Indonesia berada dalam kondisi kritis dan membutuhkan pertolongan.

Namun, mereka tidak sibuk membahas krisis sepakbola yang dialami, mereka seakan lebih sibuk pada urusan jabatan dan siapa yang memimpin.

Melalui artikel ini, saya tidak membela siapa-siapa, toh, mereka bukan siapa-siapanya saya. Saya hanya ingin menyampaikan keraguan saya bahwa jika seperti ini PSSI kita, apalagi yang harus kita percayai?

Neno Anderias Salukh

Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun