Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Diary

PPDB

1 Desember 2022   07:16 Diperbarui: 1 Desember 2022   07:34 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Bu, kenapa anak saya tak terpanggil untuk daftar ulang ke SMP?"

Seorang ibu tergesa menghampiriku. Dandanannya cukup meriah, dengan aksesoris perhiasan emas di jari tangan, pergelangan tangan dan di lehernya.

Saat ini, memang jadwal daftar ulang untuk siswa yang diterima pada PPDB jalur afirmasi.

Wajah ibu itu memerah, peluh menetes dari keningnya. Tangan kiri mengepit map plastik berwarna biru. Terlihat sekali kekhawatiran di wajahnya.

Kupersilakan ibu itu duduk. Nampak beliau tak tenang, duduk menegak, sambil mengipas wajahnya dengan map plastik biru itu.

"Mungkin anak Ibu masuk jalur zonasi," tebakku.

Ibu itu kelihatan bingung.

Padahal telah kusosialisasikan tentang sistem pendaftaran berulang kali. Mungkin ibu ini tidak hadir!

Ah, aku aku baru sadar, ternyata belum pernah melihat ibu ini sebelumnya.

"Dupi Ibu teh mamahna saha?" kutanya dengan sopan.

"Abi mamahna Ega!" jawabnya cepat. Nama yang asing buatku! Rasanya tak ada murid SD kelas VI yang bernama Ega.

Segera kuteliti nama itu, ternyata tak ada di daftar nama siswaku.

"Eu, dupi putra Ibu daftar ka SMP mana?" kucoba kutanya lagi.

"Ya, ke SMP 27!" katanya yakin.

lho..., gak ada siswaku yang mendaftarkan diri ke SMP itu! Aku membatin. Mungkinkah?

Segera kutanya lagi

"Oh, muhun...dupi putra Ibu ti SD sabaraha?"

"Nya SD ieu, SD 5!" katanya lagi dengan aenal yakin. 

He...

"Dupi Ibu nembean ka sakola?"

Ibu itu mengangguk.

"i..iya, Bu. Biasanya dianter neneknya!" suaranya pelan, tak segagah tadi.

Aku mengangguk-angguk maklum.

"Oh, iya,Bu. Kalau SD 5, yang ini gerbangnya!" kutunjukkan gerbang di belakang sekolah kami. SD 7 dan SD 5 memang berdekatan, satu di depan dan yang satu lagi di belakang. Mungkin saking paniknya, Ibu itu tak melihat papan data sekolah.

Ibu itu tampak terkejut.

"Oh, yang itu, ya?" serunya, sambil berdiri.

"Maaf, salah alamat, Bu. Permisi!" katanya lagi sambil buru-buru keluar.

Kuanggukkan kepala.

"Ya, gak apa-apa, Bu. Semoga anak Ibu diterima di SMP sesuai yang diinginkan!"

Kutatap kepergiannya, dalam hati aku merasa miris. Seorang ibu baru melangkahkan kaki ke sekolah anaknya, saat anak itu sudah lulus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun