Â
Manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk tertarik pada hal-hal yang menyenangkan mata. Hanya dengan satu lirikan, kadang muncul getaran kecil dalam hati yang tidak bisa dijelaskan.Â
Fenomena ini sering terjadi tanpa direncanakan. Kita hanya sekadar melirik, tapi hati mulai bekerja lebih dulu memproses perasaan, membangun ekspektasi, bahkan diam-diam mulai berharap. Padahal, awalnya hanya iseng.Â
Perasaan tertarik yang muncul dari sekadar melihat sekilas bisa dibilang sebagai "jebakan visual". Kita mengira itu cinta, padahal bisa jadi itu hanyalah hasil dari kebosanan, kesepian, atau imajinasi yang terlalu aktif.Â
Terutama di era media sosial, di mana kita bisa melihat wajah-wajah menarik, unggahan inspiratif, atau senyum manis yang bertebaran setiap hari, tanpa kita kenal siapa mereka sebenarnya.Â
Maka wajar saja jika lirikan kecil bisa memunculkan rasa penasaran, lalu perlahan tumbuh menjadi ketertarikan yang semu.
Dalam psikologi sosial, fenomena ini dikenal sebagai mere exposure effect semakin sering kita melihat sesuatu, semakin besar kemungkinan kita menyukainya.Â
Maka jangan heran jika seseorang yang awalnya terasa biasa saja, tiba-tiba terlihat menarik hanya karena ia sering muncul dalam ruang pandang kita, entah secara langsung atau digital. Namun, apakah itu cukup sebagai alasan untuk menjatuhkan hati?
Sayangnya, banyak orang keliru memahami rasa tertarik sebagai sinyal awal untuk memulai sesuatu yang serius.Â
Tanpa mengenal lebih dalam, tanpa mengetahui karakter atau tujuan hidup orang tersebut, perasaan itu dipupuk dan dianggap sebagai cinta. Inilah yang sering menjadi awal dari harapan sepihak yang  ujungnya bisa berakhir kecewa.
Rasa tertarik yang muncul spontan sebenarnya wajar. Itu bagian dari dinamika emosi manusia. Namun, penting bagi kita untuk menyadari bahwa tidak semua ketertarikan layak dijadikan dasar untuk melangkah lebih jauh.Â
Apalagi jika munculnya hanya dari sebuah pandangan singkat, atau lebih parah lagi, dari interaksi dunia maya yang penuh ilusi pencahayaan dan filter.
Ketika kita menyadari bahwa ketertarikan kita bersifat sementara atau dibangun oleh situasi emosional yang rapuh misalnya saat kita sedang bosan, kesepian, atau lelah maka saat itulah kita perlu berhenti sejenak.Â
Evaluasi kembali: apakah benar kita tertarik pada orangnya, atau hanya pada perhatian dan kehangatan yang kita bayangkan?
Hidup ini bukan sinetron di mana semua cerita indah dimulai dari tatapan pertama.Â
Dalam kehidupan nyata, hubungan yang sehat dibangun bukan hanya dari ketertarikan fisik atau aura menyenangkan, tapi juga dari komunikasi, nilai hidup yang sejalan, dan kesiapan mental.
Jadi, kalau kamu merasa mulai tertarik hanya karena sering melirik, jangan buru-buru menyimpulkan itu cinta. Bisa jadi, kamu hanya sedang butuh istirahat dari rutinitas, bukan butuh pasangan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI