Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Bisakah Ferdy Sambo Bebas?

31 Agustus 2022   08:08 Diperbarui: 31 Agustus 2022   13:36 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof Otto saat memberikan penjelasan kepada media usai seminar (dokumen pribadi)

"Yaitu dengan menggabungkan pemahaman social justice sebagai demokrasi, legal justice sebagai nomokrasi serta keadilan prosedural dan keadilan substantif," kata Prof Gayus yang juga Guru Besar Pidana Unkris.

Tentang justice collaborator sendiri telah diakui oleh hukum nasional kita, bahkan sudah mengaturnya sebagai norma hukum. Aturan yang dimaksud yaitu melalui Undang-undang No. 31 Tahun 2014 tentang LPSK, Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2011 dan Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung RI, KPK dan LPSK tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, Saksi Pelaku yang berkerjasama.

Diakui Prof Gayus, perkembangan proses hukum di tingkat penyelidikan dapat dikatakan menjadi keberhasilan kelompok masyarakat dari berbagai unsur termasuk advokat yang mendapatkan kuasa untuk menangani kasus.

Kelompok masyarakat umum dalam konteks pemikiran Prof Gayus, dapat disebut sebagai social justice warrior atau pejuang keadilan sosial bersama para advokat yang bertindak sebagai kuasa hukum korban yang telah dengan tegas dan berani mengungkapkan berbagai informasi termasuk fakta-fakta yuridis yang ditemukan.

Prof Otto saat memberikan penjelasan kepada media usai seminar (dokumen pribadi)
Prof Otto saat memberikan penjelasan kepada media usai seminar (dokumen pribadi)

Ketua Umum Peradi Prof Otto Hasibuan menyatakan, Sambo bisa bebas kalau tidak terbukti dan tidak bisa bebas kalau terbukti.  Namun, ia melihat banyak publik yang terjebak dalam kasus Sambo ini.

Otto melihat masyarakat atau kalangan akademisi telah sampai situasi yang terjebak. Terjebak oleh pemberitaan yang sedemikian rupa di media mengenai kasus ini.

Membuatnya seolah-olah kasus tersebut telah sampai pada akhir kesimpulan perkara. Padahal, perkara itu sendiri masih terus berproses. Menurutnya, bisa saja fakta-fakta yang disampaikan saat ini berubah keesokan harinya.

"Begitu hebatnya pemberitaan, sehingga kasus yang sebenarnya baru dimulai, seolah-olah telah sampai pada akhir cerita," tukasnya.

Sejak awal pemberitaan muncul "skenario pertama" yaitu terjadi tembak-menembak antara polisi. Hal itu juga diyakini masyarakat sebagai suatu fakta yang terjadi. Namun ternyata kemudian muncul "skenario kedua" usai muncul fakta Bharada Richard Eilezer (RE) Bharada E bahwa dirinya diperintah oleh Sambo.

Penetapan Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J dilakukan setelah Kapolri dan tim khusus melakukan gelar perkara pada Selasa 9 Agustus 2022. Dalam gelar perkara tersebut, telah ditemukan fakta bahwa tidak terjadi insiden tembak-menembak antara Brigadir J dengan Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun