Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Suatu Hari di Pengadilan Agama Depok

20 Juli 2022   16:23 Diperbarui: 20 Juli 2022   16:44 1417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senin 6 Juni 2022, Pengadilan Agama Depok, Kota Depok, Jawa Barat, menggelar sidang perkara perceraian yang diajukan kawan saya. Sidang dimulai pukul 09.00 WIB di ruang sidang I.  Ini adalah sidang kesekian, setelah sebelumnya pihak tergugat tidak hadir. 

Setelah persidangan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum, pihak-pihak berperkara dipersilakan memasuki ruang sidang. Menghadirkan saksi dari pihak kawan saya, yaitu orang tua dan sahabatnya, yang juga kawan saya. 

Kedua saksi dihadirkan untuk mendengar secara langsung bagaimana sosok tergugat. Keduanya disumpah di atas kitab suci Alquran untuk memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya.

Para saksi diminta untuk tidak memberikan keterangan palsu atau bohong. Memberikan keterangan palsu berat konsekuensinya, baik di dunia maupun di akhirat. 

Ketua Majelis Hakim lantas bertanya apakah sosok tergugat seperti yang disampaikan penggugat dalam pokok perkara yang menjadi alasan penggugat menggugat cerai tergugat?

Saksi pertama lantas membenarkan sosok tergugat sebagaimana yang ia ketahui. Begitu pula dengan saksi kedua, juga menyampaikan keterangan yang tidak berbeda jauh dengan apa yang disampaikan penggugat.

Sebagai seorang ayah dari penggugat dan tinggal serumah, ia sangat mengetahui kondisi rumah tangga anaknya. Sekian lama menantunya begini begini. Tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagai suami dan kepala rumah tangga. 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Kawan saya ditanya apakah pihak tergugat hadir beserta saksinya? Disampaikan, pihak tergugat tidak akan hadir dan urusan perceraian ini diserahkan sepenuhnya kepada kawan saya. 

Persidangan yang memakan waktu hampir satu jam itu pun melibatkan peran Majelis Hakim dalam memberikan nasehat dan pandangan yang sejalan dengan tuntunan agama, norma sosial, hingga norma-norma hukum yang berlaku.

Upaya mediasi sebelumnya tidak dapat dilaksanakan karena tidak satupun pihak tergugat hadir di persidangan. Amanat Perma Nomor 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan pun tidak dapat dilaksanakan.

Perkara perceraian harus diputuskan hati-hati. Selain melibatkan sengketa hati antara suami isteri, dimensi-dimensi lain juga ikut terkena imbasnya. 

Maka, tidak salah jika seorang hakim agama idealnya juga bisa menjadi seorang psikiater sekaligus da'i agar dapat melihat persoalan hukum yang diajukan dengan sudut pandang yang luas.

Penyelesaian perkara perceraian haruslah mengedepankan semangat menyelesaikan sengketa secara damai. Penyelesaian yang tidak menyisakan korban, baik isteri, suami, maupun anak-anak. 

Setelah mendengarkan keterangan-keterangan saksi, hakim pun memutuskan mengabulkan permohonan cerai kawan saya dengan talak satu. Tidak ada gugatan mengenai harta gono gini dan hak asuh anak.

Keputusan ini pun disambut "bahagia" oleh kawan saya. Dia tidak menyangka proses perceraian yang diajukannya dimudahkan dan dilancarkan. Tidak menyangka juga bisa secepat itu.

Perkara perceraian dibanding perkara-perkara lain memang sangat unik dan spesial. Dari sisi akibat hukum maupun pendekatan penyelesaiannya juga berbeda dari kebanyakan jenis perkara hukum. 

Tentu saja, dikarenakan putusnya ikatan perkawinan yang mengubah status hukum para pihak, berakibat pula pada berubahnya pola hubungan dibanding sebelum jatuhnya putusan pengadilan. 

***

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Sudah sebulan ini, kawan saya menyandang status janda. Biduk rumah tangga yang dibina selama 20 tahun itu akhirnya kandas juga, lalu tenggelam di dasar lautan ujian. 

Bukan karena faktor kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT. Bukan juga karena tidak cinta lagi. Bukan karena "pil" pahit alias pria idaman lain atau perempuan idaman lain. Bukan juga karena faktor ekonomi. 

Jadi, lantas mengapa kawan saya memutuskan mengajukan perceraian ke pengadilan agama? Apakah tidak ada cara lain untuk mempertahankan rumah tangga? Terlebih sudah dikaruniai tiga anak?

Ternyata karena eks suaminya itu sudah tidak menafkahinya lahir dan batin selama lebih dari satu tahun. Dan, selama lebih dari satu tahun itu, eks suaminya itu tinggal di rumah orangtuanya. Bukan tinggal serumah dengannya.

Tidak ada kabar semisal menelepon kawan saya untuk memastikan kondisi dan perasaannya. Bagaimana kesehatannya, juga bagaimana kabar dan perasaan ketiga anak-anaknya. 

Jangankan bertanya kabar, mengirimkan uang buat anak-anaknya pun tidak. Secara ketiga anaknya itu sekolah dan butuh biaya yang tidak sedikit. Membiarkan kawan saya pontang panting mencari uang sendiri tanpa suami ikut membantu. Belum lagi kebutuhan lainnya.

"Nggak usah pikirin gue deh, gue masih bisa cari duit buat kebutuhan gue, yang penting sih anak-anak ajalah. Kan itu anak-anaknya dia juga," ceritanya kala itu saat bertandang ke rumah saya.

Karena tidak ada kabar selama satu tahun lebih itu, dan tidak terlihat ada itikad baik dari eks suami, maka kawan saya pun berkonsultasi dengan ahlinya, bagaimana stasus perkawinannya di mata hukum agama. 

Setelah bertanya-tanya, dikatakan suami yang tidak menafkahi isteri selama 6 bulan, pernikahan tetap sah, masih suami isteri, selama belum ada perkataan talak dari suami. 

Meski demikian, isteri bisa menggugat cerai suami jika ia sudah merasa tidak kuat diabaikan. Isteri juga bisa tetap menunggu jika tetap ingin bersabar hingga suami sadar akan kelalaian dan kesalahannya. 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Pihak isteri berhak untuk gugat cerai, ketika suaminya tidak menjalankan kewajibannya. Sebagaimana suami tidak boleh menyusahkan istrinya, maka istri juga boleh membebaskan dirinya dari kesusahan yang disebabkan kedzaliman suaminya.

"Janganlah kamu pertahankan (dengan rujuk) mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri." (QS. al-Baqarah: 231)

Terlebih saat akad nikah pasangan laki-laki mengucapkan janji sighat taklik talak setelah melantunkan ijab kabul. Janji sighat taklik talak ini bentuk perlindungan hak-hak istri yang dilakukan oleh negara. 

Taklik talak adalah sebuah talak suami yang digantungkan pada sifat tertentu. Jika sikap tersebut terwujud maka jatuhlah talak suami itu. 

Dengan kata lain, taklik talak adalah perjanjian yang dilakukan oleh pihak suami tentang jatuhnya talak dengan kondisi tertentu. 

Taklik talak ini ucapkan oleh mempelai suami sesudah akad nikah. Bahwa ia berjanji dengan sesungguh hati, akan mempergauli isteri dengan baik menurut ajaran Islam. 

Suami menyatakan sighat taklik apabila meninggalkan isteri selama dua tahun berturut-turut atau tidak memberi nafkah wajib kepada isteri selama tiga bulan lamanya atau menyakiti badan/jasmani isteri atau membiarkan (tidak memperdulikan) isteri selama enam bulan atau lebih. 

Apabila salah satu di antara keempat perjanjian yang diucapkan saat akad nikah itu dilanggar oleh suami dan pihak istri merasa keberatan, maka pihak istri bisa melaporkannya ke Pengadilan Agama. Dengan begitu, sudah jatuh talak satu.

Kawan saya memutuskan untuk menggugat cerai. Punya suami tapi serasa tidak punya suami. Dibilang tidak punya suami, tapi bersuami. Jadi menggantung begitu. Biar jelas, sekalian saja tidak punya suami. Biar tidak menimbulkan fitnah juga.

Mungkin jalan cerita menjadi lain, jika suami tetap tinggal serumah dengan isteri. Nah, kawan saya ini tidak akan mempermasalahkan, meski tidak dinafkahi. Yang jelas, ada sosok suami di rumah. Tapi ini kan tidak.

***

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Selasa 19 Juli 2022, saya menemani kawan saya ke Pengadilan Agama Kota Depok. Ia mau mengambil akta cerai dan salinan keputusan sidang. 

Sebelum memasuki ruangan, kami harus memakai kartu identitas dengan tali berbeda. Jika berwarna kuning itu untuk pengacara, berwarna biru untuk pihak yang beperkara, berwarna hijau untuk para saksi, dan berwarna merah untuk tamu. 

Di ruangan sudah dipenuhi orang-orang yang akan mengajukan perkara perceraian, ada juga yang berkonsultasi terlebih dulu, ada juga yang akan mengambil akta nikah seperti kawan saya. Kalau saya perhatikan usianya masih muda-muda. 

Akta cerai adalah akta otentik yang dikeluarkan oleh pengadilan agama sebagai bukti telah terjadi perceraian. Akta cerai bisa diterbitkan jika gugatan atau permohonan dikabulkan oleh majelis hakim. Perkara tersebut juga telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht).  

Perkara dikatakan telah berkekuatan hukum tetap jika dalam waktu 14 hari sejak putusan dibacakan (dalam hal para pihak hadir), salah satu atau para pihak tidak mengajukan upaya hukum banding (putusan kontradiktoir) atau verzet (putusan verstek).

Setelah menunggu dan membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Akta Cerai Rp25.000, kawan saya pun mendapatkan akta cerai. Senyumnya mengembang. Entah, apakah bahagia atau sedih.

Saya sendiri baru kali ini berurusan dengan Pengadilan Agama. Sebelumnya belum pernah datang ke Pengadilan Agama manapun. Menjejakkan kaki di Pengadilan Agama Depok menjadi pengalaman pertama saya yang tidak terlupakan.

Meski di sini saya mendapatkan "pencerahan" jika mengalami hal serupa dengan kawan saya, saya sih berharap rumah tangga saya baik-baik saja. Mampu mempertahankan hingga ajal memisahkan. 

Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan kepada siapa saja yang sudah menyandang status suami isteri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun