Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

"Solusi" Menghindari Transit di Stasiun Manggarai

13 Juli 2022   16:52 Diperbarui: 15 Juli 2022   12:15 3145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Suasana Stasiun Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan pada Senin (6/6/2022). (Foto: KOMPAS.com/Muhammad Isa Bustomi) 

Dalam sepekan ini, sudah dua kali saya ada agenda kegiatan di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta Pusat. Biasanya, untuk ke sini, saya selalu mengandalkan moda transportasi kereta commuterline.

Dari Stasiun Citayam, saya naik kereta tujuan Tanah Abang, transit di Stasiun Tanah Abang. Dari sini, naik kereta yang tujuan Serpong Parung Panjang. Adanya di peron 5 dan 6

Turun deh di Stasiun Palmerah. Hanya satu stasiun saja dari Stasiun Tanah Abang. Jadi, cuma satu kali transit. Dari sini, saya lanjut jalan kaki ke Hotel Mulia, sekalian olahraga. Itu, jika waktunya masih memungkinkan. Kalau tidak, ya naik ojek online.

Sekarang tidak lagi begitu. Kalau mau ke Hotel Mulia dengan rute biasanya saya, saya harus transit dua kali, dan tiga kali naik kereta dengan tujuan berbeda. 

Perubahan ini terjadi sejak diberlakukan switch over di Stasiun Manggarai pada Sabtu 28 Mei 2022. Polanya ya jadi begitu.

Sejak Stasiun Manggarai menjadi Stasiun Sentral, maka rute KRL berubah. Dengan kata lain disesuaikan. Tadinya dari Stasiun Bogor ada yang relasinya langsung ke Tanah Abang, sekarang tidak lagi. 

Semua relasi KRL dari arah Bogor tujuannya ke Stasiun Jakarta Kota. Jadi, untuk ke Stasiun Tanah Abang, saya harus turun di Stasiun Manggarai untuk transit, kemudian naik KRL ke Tanah Abang di peron 6 dari arah Stasiun Bekasi. 

Suasana peron 6 Stasiun Transit Manggarai ke Stasiun Tanah Abang (dokpri)
Suasana peron 6 Stasiun Transit Manggarai ke Stasiun Tanah Abang (dokpri)

Untuk bisa ke Stasiun Palmerah, dari Stasiun Tanah Abang saya transit, lalu naik kereta ke arah Serpong. 

Ribet juga ya. Karena "prosesnya" yang agak ribet ini, maka saya membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding biasanya. Itu sebabnya, saya prepare waktu. Dua jam sebelum acara dimulai, saya harus sudah jalan. 

Biasanya, saya membutuhkan waktu sekitar 1 jam - 1,5 jam untuk sampai di Hotel Mulia. Jadi, 30 menit lebih lama dibanding biasanya. 

Selesai acara, 2 teman saya mengajak pulang bareng karena kebetulan rumahnya di Depok juga. Kawan yang satu turun di Stasiun Depok Baru, yang satunya lagi di Stasiun Citayam, sama dengan saya.

Sebagai sesama "anker" alias "anak kereta", pola rute di Stasiun Manggarai bikin kami harus mengatur strategi. Karena bukan rahasia lagi, dampak Stasiun Manggarai menjadi Stasiun Sentral, maka akan ditemui pemandangan penumpang yang menumpuk. 

Dari Stasiun Abang penumpang sudah menumpuk, eh di Stasiun Manggarai juga menumpuk. Jadi, dua kali menumpuk. 

Perubahan rute ini cukup meribetkan karena saat transit di Stasiun Manggarai, peron kereta menuju Bogor dari Jakarta Kota berada di lantai atas. Jadi, naik lagi ke peron atas. Itu sudah sangat membuang energi dan waktu juga.

Belum lagi harus berdesakan karena banyaknya penumpang yang juga transit. Terlebih di jam-jam sibuk. "Mengerikan" pokoknya deh. Belum lagi kalau eskalatornya rusak.

Saat di dalam kereta saja sudah sangat penuh karena masuknya harus berdesakan dengan orang lain. Biasanya kami mendapatkan tempat duduk, sekarang tidak karena saking penuhnya. Peluangnya sangat tipis.

Jangankan saat pulang kerja, ketika berangkatpun di jam 9 -10  pagi saja, suasana dalam kereta sudah dipenuhi penumpang. Jadi, sudah bisa dibayangkan bagaimana kepadatan penumpang di jam-jam sibuk.

Nah, tentu saja kami tidak ingin mengalami "drama yang mengerikan" ini. Jadilah, kami berdiskusi.

"Kita mau naik dari mana? Stasiun Palmerah?" tanya saya.

"Ah, ngapain. Ribetin. Kudu transit dulu di Tanah Abang, terus transit lagi di Manggarai, capek deh," jawab kawan saya.

"Kita nggak usah naik dari ke Stasiun Karet, sama aja kita harus transit lagi di Stasiun Manggarai," usulnya.

"Kita naik dari Stasiun Gondangdia aja, jadi nggak usah pakai transit segala. Langsung naik yang ke Bogor," timpal kawan saya ini.

Ok. Akhirnya disepakati naik taksi online dengan tujuan Stasiun Gondangdia. Karena bertiga, jadi patungan Rp20.000 seorang. Irit juga kan? 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Di hari berikutnya, ada agenda kegiatan di tempat yang sama. Kali ini saya turun di Stasiun Karet, lalu ojek online dengan tarif Rp14.000.

Pulangnya, kawan saya menawari menumpang mobilnya sampai Stasiun Palmerah. Tapi saya menolak karena harus transit dua kali. Lagi pula, saya membawa dua tas yang agak berat.

Sebenarnya, rumah kawan saya ini di kawasan yang sama, di sekitar Citayam. Cuma, dia mau ke Tangerang, mau menengok kawannya yang terkena stroke. Jadi, kalau mau nebeng mobilnya, paling sampai Stasiun Palmerah.

Saya tanya kawan saya yang lain, apakah pulangnya melewati Stasiun Cawang? Ternyata, lewat. Jadilah saya menebeng sampai Stasiun Cawang, terus lanjut deh naik KRL tujuan Bogor tanpa harus transit.

Hemat waktu, tenaga, dan uang. Cerdas kan? Atau cerdik? 

Tidak hanya saya saja yang memiliki "strategi dan solusi" untuk tidak transit di Stasiun Manggarai. Ada juga yang "berpikiran" seperti kami.

Di halte Stasiun Gondangdia, beberapa hari lalu ketika saya ada giat di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), saya perhatikan sejumlah penumpang yang turun dari Stasiun Gondangdia, sedang menunggu TransJakarta rute Stasiun Gondangdia-Tanah Abang. 

Para penumpang ini memang sengaja menghindari transit di Stasiun Manggarai. Untuk ke Tanah Abang, mereka memilih naik Transjakarta. 

Alasannya sih ya biar tidak ribet aja naik turun tangga. Malas menunggu kereta juga yang arah Bekasi. Setidaknya, begitu obrolan yang terdengar oleh saya.

Apakah ada yang seperti saya juga?

Demikianlah cerita receh yang tidak penting ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun