"Kita nggak usah naik dari ke Stasiun Karet, sama aja kita harus transit lagi di Stasiun Manggarai," usulnya.
"Kita naik dari Stasiun Gondangdia aja, jadi nggak usah pakai transit segala. Langsung naik yang ke Bogor," timpal kawan saya ini.
Ok. Akhirnya disepakati naik taksi online dengan tujuan Stasiun Gondangdia. Karena bertiga, jadi patungan Rp20.000 seorang. Irit juga kan?Â
Di hari berikutnya, ada agenda kegiatan di tempat yang sama. Kali ini saya turun di Stasiun Karet, lalu ojek online dengan tarif Rp14.000.
Pulangnya, kawan saya menawari menumpang mobilnya sampai Stasiun Palmerah. Tapi saya menolak karena harus transit dua kali. Lagi pula, saya membawa dua tas yang agak berat.
Sebenarnya, rumah kawan saya ini di kawasan yang sama, di sekitar Citayam. Cuma, dia mau ke Tangerang, mau menengok kawannya yang terkena stroke. Jadi, kalau mau nebeng mobilnya, paling sampai Stasiun Palmerah.
Saya tanya kawan saya yang lain, apakah pulangnya melewati Stasiun Cawang? Ternyata, lewat. Jadilah saya menebeng sampai Stasiun Cawang, terus lanjut deh naik KRL tujuan Bogor tanpa harus transit.
Hemat waktu, tenaga, dan uang. Cerdas kan? Atau cerdik?Â
Tidak hanya saya saja yang memiliki "strategi dan solusi" untuk tidak transit di Stasiun Manggarai. Ada juga yang "berpikiran" seperti kami.
Di halte Stasiun Gondangdia, beberapa hari lalu ketika saya ada giat di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), saya perhatikan sejumlah penumpang yang turun dari Stasiun Gondangdia, sedang menunggu TransJakarta rute Stasiun Gondangdia-Tanah Abang.Â